Bagian 3: MASIH BERBURU RAHIM

513 57 0
                                    

Pendamping bergegas melangkah. Entah berapa kilometer telah ditempuh. Peluhnya luar biasa membanjiri tubuh. Walaupun sakti, tetapi golongan Pendamping tidak mempunyai kemampuan untuk terbang atau berjalan seperti kilat. Tubuh Pendamping memang bisa mengambang, tetapi tidak bisa bergerak dengan kekuatan cahaya. Dia terus menyeka peluh untuk kesekian kali.

Pendamping kembali memandangi telapak tangan. Dua garis kembali berkurang. Berarti  tersisa delapan jam lagi. Pendamping meningkatkan radarnya untuk menangkap keberadaan ibu hamil terdekat.

Ternyata usahanya tidak sia-sia, sebuah pertanda diperoleh. Dia mempercepat langkah mendekati lokasi tersebut. Matanya makin berbinar karena tidak ditemukan satu sinyal saja tetapi langsung dua sinyal keberadaan ibu hamil. Semakin cepat langkahnya ke arah sinyal yang dituju, terus bermunculan sinyal-sinyal lain. Sinyal ketiga. Keempat. Kelima. Keenam. Bahkan lebih dari sepuluh sinyal perempuan mengandung. Betapa girang hati Pendamping menerima kenyataan tersebut. Langkahnya bergegas menemui sasaran.

Kini, Pendamping berdiri di depan sebuah Rumah Sakit Bersalin Kasih Bunda. Memasuki rumah sakit tersebut, di sebuah ruang tunggu, ditemukan begitu banyak perempuan hamil sedang menunggu dokter mereka. Pendamping merasa terharu. Matanya berkaca-kaca.

"Inilah pemandangan menakjubkan yang paling aku sukai selama mengemban tugas sebagai Pendamping! Lihat perempuan-perempuan yang disebut ibu itu. Lihat! Apakah kau pernah melihat dewi-dewi Kahyangan dengan perut buncit namun begitu cantik dan syahdu seperti mereka? Lihat, Dewa! Tangan mereka saja mampu memberi energi yang begitu dahsyat pada janin di dalam perut mereka hanya dengan sekali mengelus. Bayangkan Dewa, berapa kali mereka mengelus perut buncit mereka dan berapa banyak energi yang disalurkan? Luar biasa! Sungguh, aku sangat mengerti, mengapa rahim ibu yang dipilihkan Peramal Kahyangan untuk menitipkan bayi-bayi dewa. Karena itu adalah tempat paling aman dan nyaman, Dewa." Pendamping lalu menatap gelembung Dewa Balakosa. "Apalagi yang kau pikirkan, Dewa? Kau tinggal memilih rahim manapun yang disuka."

Dewa Balakosa tidak bereaksi. Dia tetap menggeliat saja di dalam gelembung.
Pendamping mengerutkan kening. "Tidak mungkin sebanyak ini perempuan hamil tidak satupun yang mampu membuat hatimu tergerak untuk merasukinya."

Dewa Balakosa tetap berlaku sama.

"Dewa, waktumu tidak lama lagi. Tinggal delapan jam lagi. Gelembungmu juga sudah mulai menghitam. Itu bukan pertanda baik, Dewa."

Dewa Balakosa seolah memandang Pendamping dari dalam gelembung.

"Ada apa? Kau baik-baik saja bukan?"

Dewa Balakosa kini malah menangis.

Pendamping mengerutkan kening. "Ada yang salah?"

Dewa Balakosa hanya berputar-putar saja dalam gelembung ekor Pendamping.

"Baiklah, mungkin kau terlalu lemah sekarang. Aku akan membantumu."

Pendamping lalu mengangkat gelembung Dewa Balakosa dari ekornya. Diterbangkannya gelembung tersebut mendekati ibu-ibu hamil. Namun, Dewa Balakosa tidak juga mau masuk ke dalam salah satu rahim tersebut. Pendamping tidak menyerah. Kembali ditempelkannya gelembung Dewa Balakosa pada salah satu perut ibu. Tetap saja, Dewa Balakosa tidak mau masuk ke dalam rahim si ibu. Pendamping merasa bingung, tetapi dia tidak putus asa. Pendamping kembali mencoba mendorong sekuat tenaga gelembung Dewa Balakosa pada ibu tersebut. Seperti kejadian di awal, Dewa Balakosa tak juga mau masuk ke dalam rahim si ibu.

Makhluk metafisika itu kemudian memilih ibu hamil lain dan melakukan hal yang sama. Tidak berhasil juga. Dia mencoba satu persatu ibu hamil di ruangan tersebut. Hingga ibu hamil terakhir, Pendamping belum juga berhasil membantu Dewa Balakosa masuk ke dalam rahim seorang ibu pun.

Pendamping sudah mencoba tiga puluh dua ibu hamil di ruangan itu dan energinya sudah terkuras sangat banyak.

Waktu tersisa 3 jam lagi.


Balakosa [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang