Bagian 22: HARI YANG TAK TERLUPAKAN

306 30 2
                                    

Sepulang dari ujian kenaikan kelas di hari terakhir, Dewa Balakosa melintasi jalan dari sekolah ke rumah sambil sesekali bercanda dengan Pendamping. Dia menyadari beberapa sorot mata memandangnya aneh. Akan tetapi, biar saja. Dia sedang sangat bahagia hari ini. Bukan karena ujian akhir telah tuntas, tetapi dia mendapatkan sebuah kado dari Hasna. Kado ulang tahun yang sangat dia inginkan. Banyak memang kado spesial yang tadi menghampirinya, tak terkecuali dari Tania. Sempat dibukanya satu-satu dan dikumpulkan di dalam ransel. Rata-rata barang bermerk. Tetapi dia memastikan semua hadiah itu akan jadi barang sumbangan.

"Untukmu," kata Hasna ketika tadi mereka bertemu di gerbang sekolah. Tidak biasanya Hasna mengendarai sepeda hingga ke sekolah. Tanpa turun dari sepeda dia menyodorkan sebuah kresek hitam pada Dewa Balakosa.

Dewa Balakosa menerimanya sambil memandang Hasna tersenyum. Gadis itu lalu bergegas mengayuh sepeda meninggalkannya. Dewa Balakosa melongokkan kepala ke dalam kantong plastik, selembar kartu buatan tangan yang ditempeli gambar Larva Kuning dan Merah, dua tokoh kartun kegemarannya, terselip di dalam kantong. Dia membuka isi kartu tersebut.

Selamat Ulang Tahun, Diwangkara.

Selamat menjemput mimpi.

Dewa Balakosa menyobek pembungkus kado. Sebuah buku menyembul. Karya-Karya Putu Wijaya: Penjalanan Pencarian Diri. Dewa Balakosa langsung melotot. Tulisan Th. Sri Rahayu Prihatmi ini sudah lama sekali dia cari. Itu buku langka. Seperti banyak buku esai sastra lain yang umurnya sudah tua dan terkadang tidak mudah ditemukan lagi. Di perpustakaan kota atau provinsi tidak ditemukan karena mungkin tidak banyak yang mencarinya. Apalagi sekolah. Di dunia maya hanya dia dapati dalam katalog perpustakaan kampus besar, tetapi di lapak penjual online selalu kosong. Dewa Balakosa menyukai Th. Sri Rahayu Prihatmi sebagai pengkritik sastra yang handal dan dia sangat jatuh cinta setengah mampus dengan Putu Wijaya sebagai penulis sastra teror. Tidak ada yang mengetahui betapa dia menginginkan buku tersebut kecuali Hasna.

Waktu itu dia sempat curhat, sembari menunggu kedatangan Fitri dan Maya untuk jadwal belajar kelompok, sementara ayah Hasna sedang keluar rumah. Waktu itu cerita Dewa Balaksoa mengalir saja. Hasna mendengarkan dengan sepenuh hati. Gadis ramah dan baik itu tidak berusaha memotong sedikit pun.

Dewa Balakosa memandangi buku itu. Sampul buku di tangannya tersebut sudah agak lusuh dan salah satu ujungnya tampak bekas terlipat. Dia tahu hadiah yang diberikan Hasna bukan barang baru. Entah dari mana Hasna berhasil menemukan buku langka tersebut. Mungkin mengambil dari koleksi perpustakaan ayahnya atau Hasna cukup beruntung, berhasil menemukannya di toko online buku bekas. Akan tetapi, hadiah dari Hasna adalah satu-satunya kado yang tidak akan pernah dia hibahkan kepada siapa pun.

Dia memandangi punggung Hasna dari kejauhan yang terus mengayuh sepeda dengan penuh semangat. Makasih, Hasna. Aku pasti selalu ingat hari ini. Dewa Balakosa pun kembali mengayuh dengkul kakinya dengan tak kalah semangat dari Hasna. Panas matahari tidak lagi seterik biasanya. Udara penuh asap knalpot pun terasa lebih segar dari udara pegunungan. Cuping hidungnya bergerak seperti vaccum cleaner, menyedot oksigen sekitar dengan lapang dada. Dia bahagia, sangat bahagia, walaupun tanpa kado dari Ayahanda Raja maupun Ibunda Permaisuri. Apalagi dari kakak-kakaknya di Kahyangan. Dia membangun kebahagiaannya dengan cara yang sederhana dan mensyukuri apa yang dia punya. Selain Pendamping ada neneknya yang selalu memperhatikan, dan kini dia merasa Hasna adalah bagian dari kebahagiaan lain yang patut dia syukuri.

Tanpa terasa jejak-jejak yang mereka tinggalkan di jalanan berhasil mengantarkan keduanya tiba di rumah. Suasana tampak lengang ketika Dewa Balakosa memasuki teras. Dia duduk sejenak di bangku depan rumah, berselonjor, menghilangkan penat sehabis berjalan kaki. Dia lalu melepaskan sepatu satu per satu. Menatanya di bawah bangku seperti biasa. Sama sekali tidak terdengar aktivitas di dalam rumah. Mungkin nenek sedang tidur siang?

Balakosa [Telah Terbit]Where stories live. Discover now