Bab I: Abiogenesis

1.8K 129 102
                                    

Di era sebelum adanya aksara dan masa, tersebutlah satu tempat bernama Samudra Sangkala dalam Ketiadaan. Luas terbentang di atas Firmanen, tempat itu dibanjiri energi-energi stagnan yang tak terbatas. Darinya pula hadir entitas-entitas yang mampu mengendalikan energi tersebut dan memiliki kehendak bebas atas diri mereka sendiri. Energi-energi ini adalah bentuk magi primordial-kekuatan asing yang mereka kenali sebagai yang pertama dan yang terbesar dari yang lainnya. Dengan menjinakkan kekuatan ini, mereka bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan. Sekalipun demikian, tidak ada yang bisa mereka lakukan dengan sesuatu yang mereka sendiri tidak memiliki pengetahuan atasnya.

Entitas-entitas naif ini awalnya tak memahami apa-apa selain dirinya sendiri saat keluar dari kedalaman Samudra Sangkala. Mereka tidak pula terikat oleh hukum-hukum yang ada di dalam Ketiadaan. Lama-kelamaan mereka mengenali satu sama lain, lalu membaur dengan sesamanya, baik dalam kelompok maupun golongan. Sekali-kali tiada pemisahan di dalamnya walaupun tiap-tiap dari mereka memiliki kehendak dan wujud berbeda. Dengan demikian mereka mencapai konklusi pertama bahwa dengan adanya kehendak yang berbeda-beda, mereka benar-benar ada dalam realita.

Ide pertama kali muncul kala beberapa di antara mereka berusaha menciptakan cara untuk menghibur diri mereka sendiri. Hal ini kemudian diikuti oleh entitas-entitas yang lain. Dengan menciptakan ragam pola dari energi murni yang ada di Samudra Sangkala untuk mengungkapkan maksud dan makna, mereka mendesain simbol-simbol pertama dan menggunakannya sebagai sebuah konsolasi. Entitas-entitas itu merasa bahagia, dan di atas Samudra Sangkala mereka-layaknya sesama saudara kandung-menjelajah bersama dan memainkan banyak permainan demi memuaskan rasa keingintahuan mereka yang besar.

Salah satu dari mereka-yang termasuk dalam golongan pertama ketika terbangun dari kedalaman Samudra Sangkala--dilanda rasa bosan dan frustasi akan hal-hal baru yang tak kunjung ditemukan. Maka ia mengembara ke bagian terluar Samudra Sangkala untuk mencari ketenangan dalam mencari ide. Usai berpikir keras, terciptalah darinya sebuah ide, satu konsep yang baru, yakni suara. Ketika ia pertama kali memberitahukan konsep baru ini pada adik laki-lakinya, ia mendemonstrasikannya dengan cara mengirim langsung suara tersebut ke minda adiknya. Pelan, laiknya setetes embun yang jatuh dari tempat tinggi ke atas permukaan air, tetapi cukup untuk membangkitkan rasa penasaran adik laki-lakinya. Sang adik lalu meniru perbuatan kakak perempuannya, dan mereka berdua berada dalam kegirangan sebelum ide lain lahir dari pemikiran mereka berdua.

Sang kakak menggabungkan suara-suara tersebut dengan simbol-simbol yang diketahuinya sepasang demi sepasang agar lebih menarik--mengawali kelahiran aksara pertama di alam semesta. Diciptakannya satu kata yang terdiri dari lima huruf untuk menyapa adiknya, tetapi hal ini malah menyebabkan adiknya kesulitan untuk memberikan respons. Tak lama kemudian, kakak perempuannya tertawa karena yang ia berikan hanya rangkaian nada-nada fals yang menggelikan, sementara adiknya juga ikut tertawa, mengingat betapa lucu dia terdengar.

Usai menciptakan beberapa ratus kata untuk benda, jumlah, dan anasir yang tak mampu dideskripsikan, adik laki-lakinya kemudian mengusulkan padanya mengenai sebuah nama untuk mengidentifikasi tiap-tiap entitas yang ada. Jadilah ia menamakan dirinya sendiri sebagai Amilatura, dari kata Ahmil (keadaan tanpa ada gangguan) dan Dhura (seluas Samudra Sangkala). Sedang adiknya memilih nama Mundoroz, dari kata Muhn (selalu berpikir dua kali sebelum melakukan segala sesuatu) dan Doros (menyelami kedalaman Samudra Sangkala). Maka dibagikanlah ide brillian ini kepada yang lain, yang tampaknya jatuh cinta pada konsep baru tersebut.

Ada delapan entitas yang pertama kali mendengar ide tersebut, dan sebagaimana yang telah dilakukan oleh kakak-beradik itu, mereka menamai diri mereka sendiri. Defranti, Fenabria, Taumiel, Okhiris, Kandayaru, Intiarma, Keanurth, dan Kiaila lalu saling bahu-membahu menciptakan berbagai macam suara yang kemudian digabungkan menjadi satu kesatuan. Harmoni tercipta karenanya, dan mereka pun ikut terpengaruh oleh suka cita dan keindahannya.

AlaritariumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang