Chapter 8 - Emosi

5K 964 724
                                    

Aku update cepet gakpapa kan?

Yang belom baca chapter 7 bisa balik satu halaman yaa.

Buat yang nanyain konflik, nih aku kasih pemanasan dikit.


********************************************




Seongwoo menarik selimutnya sampai sebatas dagu. Udara Ciumbuleuit pagi itu sepertinya lebih dingin dari hari-hari biasa, atau karena Seongwoo yang sebulan kemarin kembali terkena hawa gersang Jakarta?

Iya. Seongwoo sudah kembali ke Bandung untuk mulai semester baru. Selama di Jakarta ia tidak melakukan apa-apa selain tidur, makan, dan bawa jalan-jalan kedua anjingnya. Ponsel Seongwoo setiap hari ribut menampung chat dari Daniel, belum lagi kalau pria itu menelepon maupun memaksa Seongwoo untuk melakukan video call. Sampe pusing Seongwoo dengernya.

Setiap hari juga Daniel selalu bertanya kapan Seongwoo pulang ke Bandung? Dia udah kangen. Sampai sekali waktu di telepon Daniel bilang bahwa dia siap malem itu juga untuk jalan ke Jakarta buat nyulik Seongwoo. Untung Seongwoo udah kebal.

Pria itu membuka sedikit matanya, melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Seongwoo mengulet sejenak dan berganti posisi menjadi duduk sambil mengucek kedua matanya. Hari ini hari Minggu. Seongwoo harus mandi dan bergegas pergi ke gereja. Dia lebih senang ikut ibadah yang jam sembilan pagi daripada ibadah sore.

Setelah mandi, ia mengambil ponselnya. Ada beberapa notifikasi dan pesan di sosial media miliknya. Ia tersenyum dan membalas satu-persatu ucapan dari keluarga dan teman-temannya.

Pria itu tidak melanjutkan membaca pesan, ia mulai menekan nomor telepon Daehwi. Setelah tiga kali tidak ada jawaban, yang keempat baru terdengar suara serak pria di seberang sana. "Hwi, gereja yuk. Lima belas menit lagi gue jalan."

"Duh, gue gak dulu deh Woo. Masih ngantuk. Gue gereja sore aja ya," jawab Daehwi.

"Ya udah deh." Pria itu memutus teleponnya dan menyambar alkitab serta tas yang ada di atas meja. Udah hafal dia sama Daehwi. Nanti sore juga gak akan ke gereja dia tuh. Setelah mengunci pintu kos, tiba-tiba ada satu notifikasi telepon yang terlihat di layar.

Seongwoo tersenyum. "Halo, Kak Danil. Tumben nelpon pagi-pagi," kata pria itu.

"Kamu lagi dimana?" tanya Daniel sambil menguap, membuat Seongwoo tertawa geli membayangkan wajah imut seniornya.

"Di kosan tapi mau ke gereja. Kenapa?" tanya Seongwoo.

"Kamu selesai jam berapa gerejanya? Aku jemput ya nanti. Di Bethel kan? Abis itu temenin aku jalan. Gimana?" Seongwoo berdehem sebentar lalu mengangguk.

"Boleh deh. Aku biasanya selesai jam setengah 12." Seongwoo kini sudah berada di dalam angkot.

"Oke. Sampe ketemu nanti Uwuuu. Aku kangen ih. Jahat kamu gak bolehin jemput kemaren," ucap Daniel sambil memajukan bibirnya tanda cemberut. Ternyata seniornya tersebut masih ngambek saat Seongwoo tidak mengizinkan dirinya buat dijemput di Xtrans. Balik lagi, Seongwoo gak mau nyusahin Daniel.

"Iya iya. Sampe nanti Kak Daniiiiiil."

"Selamat ibadah ya. Jangan lupa sebutin aku di doa kamu nanti," ucap Daniel sebelum mematikan telepon.

Seongwoo tersenyum sambil menatap layar ponselnya. Selanjutnya ia berbisik dan hanya Tuhan, Seongwoo, dan supir angkot yang dengar. "Aku selalu sebutin nama kakak tau di setiap doa pagi dan malem sebelum tidur. Dasar."

LDR - Long Distance Religion (ONGNIEL)Where stories live. Discover now