Chapter 22 - Christmas Spirit

4.2K 699 386
                                    

Hai semuanya! Kalian sudah berjuang melalui weekdays dengan baik. Hadiahnya update dari Van gakpapa yaaa hehe.

Terima kasih untuk semua dukungan kalian di chapter terakhir. Van terharu baca comment kalian satu-persatu. Sayang!

So.... Happy reading!


****************************************************


Seminggu dari meninggalnya ayah Daniel, Seongwoo selalu berada di samping kekasihnya. Ia juga ikut mengurus segala keperluan pengajian yang diperlukan. Seperti saat ini, Seongwoo ditemani Woojin sedang membungkus kue yang akan diberikan seusai tujuh harian.

"Kak.." ucap Woojin yang sedang memasukkan lapis legit ke bungkusan. Fokus Seongwoo beralih kepada adik kesayangannya. Sedikit banyak ia khawatir dengan kedewasaan yang ditujukan anak kelas satu sma tersebut. Jika Daniel masih sering kali menangis di pelukan Seongwoo sambil mengucapkan nama ayahnya, Woojin sama sekali tidak pernah kelihatan menangis.

Anak itu selalu memasang wajah datarnya sambil sesekali mengusap punggung ibunya dan menepuk pundak kakaknya. Ia tidak banyak bicara dan Seongwoo menangkap semburat kosong di mata Woojin. Makanya beberapa hari terakhir, Seongwoo lebih sering menghabiskan waktu bersama Woojin. Mengawasi dan mengamati anak itu dari jarak cukup dekat.

"Ya kenapa?" tanya Seongwoo.

"Kakak pernah ditinggal sama orang yang kakak sayang?" tanya Woojin sambil menatap Seongwoo.

Pria yang lebih dewasa menghela nafasnya dan menaruh bungkusan di pangkuannya. Kini ia sepenuhnya menatap Woojin. "Pernah."

"Siapa?"

Seongwoo tersenyum, "Eyang putri." Setelah jawaban pria itu tidak ada lagi suara yang terdengar. Woojin seakan-akan sibuk dengan pikirannya sendiri dan Seongwoo sibuk memperhatikan anak tersebut.

"Kak Seongwoo nangis?" tanya Woojin dengan suara pelan.

"Iya. Kak Seongwoo nangis kejer karena tepat di hari eyang meninggal, kakak dengan kurang ajarnya gak mau ketemu eyang putri dan lebih milih pergi sama temen-temen. Kakak menyesal banget, dan gak akan pernah hilang rasa bersalahnya," ujar pria itu.

Woojin sekali lagi diam dengan pikirannya sejenak. "Kalau gitu, Woojin aneh ya kak karena gak nangis pas papa meninggal?" Bola mata anak itu menatap Seongwoo dengan lekat. Seakan-akan mencari jawaban dari semua keresahan yang ternyata disimpan anak itu seorang diri.

Seongwoo tersenyum dan mengacak pelan rambut Woojin. "Siapa yang bilang kamu aneh? Mau tahu gak? Waktu eyang kakak meninggal, juga ada satu orang yang gak nangis sama sekali."

Woojin mengerutkan keningnya, "Siapa kak?"

"Mama Kak Seongwoo. Awalnya kakak juga heran, masa sih mama kakak gak sedih? Kalau kamu mau tahu, Mamanya kakak itu anak kesayangannya eyang putri. Harusnya sedih banget dong. Karena penasaran, kakak tanya kenapa mama gak nangis? Mau tau jawabannya?" tanya Seongwoo yang dibalas dengan anggukkan antusias.

"Mama kak Seongwoo gak nangis karena dia tahu seumur hidupnya, dia sudah berusaha yang terbaik untuk membahagiakan orangtuanya. Dia selalu nurut dan udah memberikan kasih sayang yang luar biasa buat eyang putri. Selain itu eyang putri juga sakit cukup lama, jadi rasa sedihnya terganti sama rasa lega dan bahagia karena eyang putri udah gak sakit lagi. Woojin, gak nangis bukan berarti tanda gak sayang, bukan berarti juga gak sedih. Malah biasanya yang gak nangis adalah orang-orang yang paaaaling sayang sama almarhum atau mungkin yang paling kehilangan, tapi mereka juga yang paling kuat untuk menerima keadaan. Persis kayak Woojin."

LDR - Long Distance Religion (ONGNIEL)Where stories live. Discover now