Chapter 2: Chance (Kesempatan)

13.4K 1.3K 1.2K
                                    


Perkataan kakaknya memang benar bahwa antusiasme adalah sifat JingYi yang paling kuat. Namun saat remaja itu menyatakan bahwa dia berhasil mempelajari sesuatu dengan piano, WangJi tidak yakin mesti mengharapkan apa. Pemuda itu tidak membawa Playing Station miliknya di pelajaran hari ini, itu kemajuan, tapi caranya tersenyum lebar pada Sang Giok dan mengatakan bahwa dia punya sesuatu yang akan 'mengejutkannya'—itu tidak terlalu meyakinkan.

"Mainkan," ucap WangJi, duduk dan melipat lengannya.

Mata JingYi terlihat berkilau. Dia duduk lebih tegak dan mulai bermain.

Baru dua detik setelahnya, pandangan WangJi sudah kosong dan dia mencoba mengingat bahwa Lan JingYi yang asli memang tidak punya harapan dalam hal musik. Matanya memincing saat melihat bagaimana JingYi hanya memakai dua jarinya, memulai dari tengah piano dan beralih ke kunci lain di sisi lainnya.

"Aku memberimu Beethoven untuk dipelajari," WangJi menghela napas. "Bukan yang ini."

"Itu terlalu susah!" ujar JingYi. "Aku mencari di YouTube dan menemukan lagu-lagu untuk pemula! Chopsticks adalah awal yang bagus!"

WangJi tidak tahu apa sebenarnya yang dia bicarakan, terlebih lagi di mana bocah itu mencari lagu-lagu semacam ini. Dia mengulang lagi nasehat kakaknya; antusiasme adalah sifat JingYi yang paling kuat. Entah bagaimana, ini bisa dihitung sebagai antusiasme apabila dia sedang berupaya menyelamatkan diri.

"Hmm." Dia menggapai lembaran musik dan mencoba mencari sesuatu yang lebih mudah untuk permulaan. "Kita akan mulai dari dasar lagi."

JingYi duduk lebih tegak lagi, menonton jari-jari WangJi menari di atas tuts piano. Senyum masih tampak di wajahnya dan perhatiannya tidak teralih seperti pelajaran sebelumnya. Ini kemajuan—kemajuan kecil, tapi tetap saja kemajuan.

SiZhui bergabung dengan mereka setelah kelas sejam JingYi selesai, membawa nampan berisi minuman panas. Kopi untuk WangJi, teh untuk SiZhui dan cokelat panas dengan marshmallow untuk JingYi.

WangJi memanfaatkan waktu untuk rileks. Dua remaja itu duduk santai di sofa sambil memeluk bantal di dada mereka sembari menunggu minumannya mendingin. JingYi mengambil marshmallow dan mulai mengunyahnya dengan gembira.

"JingYi, katamu kau datang ke sini kemarin siang," kata SiZhui, mengambil marshmallow untuknya sendiri. "Kau di mana?"

"Menjalani hukuman dengan Wei Laoshi lagi..." gumam JingYi. Mata WangJi mengerjap ke arahnya. "Tidak terlalu buruk kok. Dia keren."

"Kau tidak mengerjakan PR lagi?"

JingYi tertawa gugup sambil mengangkat bahu. "Dia cuma menyuruhku mengerjakannya setelah jam pelajaran selesai."

"Kau beruntung beliau orang yang ramah."

WangJi mengalihkan pandangan, beralih menatap kopinya sendiri. Sudah hampir seminggu sejak dia melihat Wei Ying.

Dia sudah melalui setiap skenario di kepalanya tentang bagaimana cara berbicara dengan guru itu lagi tapi baru sekarang dia sadar bahwa hanya Wei Ying-lah yang selama ini selalu mendekati-nya. Kini dengan reinkarnasi Wei Ying yang baru, kesempatan baginya untuk mendekati WangJi lebih dulu sudah nyaris tidak ada.

Dia minum lebih banyak kopi miliknya sampai telepon berdering. Biasanya tidak ada yang menelpon WangJi, apalagi memanggil dengan telepon rumahnya. Giok itu sudah tahu siapa orangnya. Dia pun meninggalkan ruang tamu untuk mengangkat telepon. Seperti dugaan, ternyata XiChen.

"Bagaimana kabarmu, WangJi?"

Hanya ada suara orang-orang lain sebagai latar belakang di seberang telepon. Sulit mengetahui apa yang mereka katakan tapi dia tahu XiChen sedang berada di tempat umum, paling tidak begitu.

monotone (terjemahan)Where stories live. Discover now