Chapter 10: Fracture (Retakan)

6.2K 753 123
                                    


Warning: cedera tubuh dan kekerasan

Wei Ying tidak bergerak. Sebelum mengalah kepada mimpi, dia merasakan lengan yang semakin erat memeluknya, sentuhan ringan dari bibir di dahinya. Tidak ada apa pun selain denyutan keras di dalam kepalanya, tapi dia semakin merapat ke kehangatan itu. Dia butuh tidur, dia ingin tidur, dan suara napas Lan Zhan yang bersenandung lembut itu perlahan tapi pasti menariknya ke kehampaan.

Dia menghela napas. Bahkan di tengah kekacauan pikirannya ini, Wei Ying mengingat jika ini pertama kalinya dia tidak tidur sendirian setelah sekian lama. Tidak buruk juga. Sebagian dari dirinya melekat pada kesadaran apa pun sebisanya untuk menikmati kehangatan ini, perasaan ditemani. Benar-benar tidak buruk rasanya. Wei Ying semakin merapatkan tubuh dan akhirnya, akhirnya membiarkan dirinya terlelap.

Aroma cendana membimbingnya melewati malam, membawanya kembali ke tahun-tahun yang sudah terlalu lama dia tinggalkan.



--



Orangtuanya yang asli bukanlah apa-apa selain kenangan hampa baginya. Mereka bahagia dan baik, hanya itu yang Wei Ying tahu, tapi ada satu ingatan jelas yang tertinggal saat Wei Ying kehilangan mereka.

Waktu itu sudah malam hari, mungkin hampir tengah malam. Wei Ying berusia enam tahun, tidak mau tidur bahkan setelah ayahnya membacakan beberapa cerita dongeng sebelum tidur. Orangtuanya gemar sekali menceritakan bermacam-macam dongeng, entah itu fiksi atau sedikit cerita dari perjalanan mereka. Wei Ying akan duduk di tempat tidur, mata melebar, terlalu bersemangat mendengarkan petualangan yang pernah dilalui ibu dan ayahnya. Dia tidak pernah tahu cerita itu sungguhan atau tidak, tapi dia tidak peduli. Wei Ying masih seorang bocah, dan orangtuanya menyenangkan; karakter utama di semua cerita yang dia tahu.

"Satu cerita lagi!" ucapnya, dan ayahnya tertawa sementara ibunya berjanji dia akan bercerita lagi besok malam.

Kecuali, itu tidak akan terjadi.

Dia dibangunkan oleh ayahnya, begitu tiba-tiba sampai Wei Ying bisa mengingat ketakutan saat ditarik keluar dari tidurnya yang nyenyak. Rasa takutnya semakin berlipat ganda begitu melihat wajah orangtuanya. Dia hanya pernah melihat mereka tersenyum. Wei Ying tidak tahu kenapa mereka begitu ketakutan. Mereka adalah pahlawan di cerita-cerita itu, kenapa mereka takut pada sesuatu?

Tapi ayahnya menggendongnya, terengah-engah. Dia membuka lemari pakaian mereka dan mendorong tubuh kecil Wei Ying ke kedalaman mantel-mantel dan pakaian mereka. Wei Ying merengek, mencoba meraih orangtuanya tapi ibunya memintanya diam, mengelus rambutnya.

"Tetap di sini, A-Ying," ujar ayahnya. "Apa pun yang terjadi, tetaplah di sini."

Kenapa mereka gemetar? Apa yang terjadi?

"Kami menyayangimu, A-Ying," ujar ibunya. Dia mencium Wei Ying untuk yang terakhir kalinya sebelum melepaskan tangan mungil itu darinya. "Kami sangat menyayangimu."

Wei Ying tidak tahu kenapa, tapi dia ingin menangis. Bibir bawahnya gemetar dan matanya memburamkan pandangan. Dia tidak ingin tetap berada di lemari ini, dia ingin mengikuti orangtuanya. Dia begitu takut mereka akan pergi berpetualang tanpa dirinya, takut mereka akan meninggalkannya sendirian di kegelapan ini.

Ayahnya menangkup wajah Wei Ying, menekan pipinya dengan ringan. "Hei, jangan menangis. Tersenyumlah pada kami, ayo."

Wei Ying segera mengusap matanya, menyeka jejak airmata. Rasanya tidak benar untuk tersenyum, tapi kalau orangtuanya ingin dia begitu, maka Wei Ying akan mendengarkan. Dia mendongak pada mereka dan memberikan senyum terlebar yang dia bisa, berharap itu akan menghilangkan segala kesedihan di mata mereka.

monotone (terjemahan)Where stories live. Discover now