Chapter 8: Glass (Kaca)

6K 803 185
                                    


Jiang Cheng berlari. Dia tidak tahu kenapa dan ke mana, tapi terasa desakan ini, keputusasaan ini dalam dirinya yang membuat kakinya bergerak lebih cepat. Jantung bertalu-talu memukul rusuk dan sekujur tubuh terasa seperti kaca. Setiap langkahnya membuat seluruh hutan di sekelilingnya retak. Ada teriakan-teriakan di sekitarnya dan Jiang Cheng tidak yakin apakah itu berasal dari dirinya sendiri atau dari orang lain, dan dia terus berlari karena itulah yang bisa dia lakukan.

Saat Jiang Cheng berhenti, pedang di tangannya meneteskan darah. Mata memincing, mencoba melihat menembus kegelapan dan mencari bahaya yang dia hindari. Segalanya terus saja berputar. Satu-satunya hal yang dia lihat adalah warna merah terang yang terus menodai pedangnya.

"Paman..."

Jiang Cheng berputar. Pepohonan hutan yang menjulang tinggi mengurungnya, tertawa.

"Paman, berhenti!"

Seluruh dunia bergetar dan suara tawa itu makin keras, makin keras. Jiang Cheng berteriak. Apa dia takut? Marah? Gila? Dia tidak tahu tapi suara tawa itu tidak mau berhenti, bahkan saat dia menyerang pepohonan dengan membabibuta.

"Paman!"

Dia terdorong. Kepala menghantam tanah. Segalanya hancur.

Saat matanya terbuka, Fairy sedang menjilati wajahnya dan secara harfiah sedang menghantamnya.

"Apa-apaan—?" Jiang Cheng tergagap. Pipi kirinya kini terkena liur anjing. "Jin Ling, singkirkan dia dariku!"

Fairy mendengking saat Jin Ling menarik ban lehernya, menjauhkannya dari pria dewasa yang masih mengantuk itu. Jiang Cheng harus mengerjap beberapa kali utnuk menyesuaikan diri kembali ke kenyataan.

"Dia hanya membangunkanmu dari mimpi burukmu," Jin Ling menggerutu sambil mengelus telinga Fairy.

Saat mendengar kata mimpi buruk, Jiang Cheng pun menunduk ke ranjangnya. Seperti biasa, seprai berantakan dan bantal-bantalnya sudah jatuh ke lantai. Dia tahu dirinya sudah meronta-ronta dalam tidurnya, menyerang sesuatu yang tak diketahui dalam mimpinya. Selalu saja mimpi yang sama; dia berlari di hutan dan mencoba membunuh sesuatu. Dia akan terbangun sebelum bisa mengetahui apa yang sedang terjadi.

Biasanya Jiang Cheng bukanlah tipe orang yang peduli pada takhayul, tapi jika mimpi yang sama sudah menghantuinya selama bertahun-tahun, maka itu berarti sesuatu. Dia bahkan mencoba melihat sendiri apakah berjalan di hutan sungguhan akan menghasilkan sesuatu, tapi yang dia temukan malah si Lan XiChen itu yang mengayunkan pedang di siang bolong.

Dan Jiang Cheng tahu mimpinya tidak ada kaitannya sama sekali dengan orang aneh itu.

Jiang Cheng mencengkeram kepalanya dan mencoba menyingkirkan rasa kantuk yang masih melekat padanya. "Ah, sial. Jam berapa sekarang?"

Jin Ling mengangkat dagu. "Baru saja lewat sembilan."

Polisi itu hampir tidak mendengarnya. Keponakannya ini sengaja bicara dengan berkomat-kamit, bibirnya mengerucut. Butuh sedetik bagi Jiang Cheng untuk menyadari bahwa Jin Ling sedang membuat pertunjukan terlihat marah dan Jiang Cheng harus menahan diri supaya tidak memutar bola matanya.

Masih separuh mengantuk, Jiang Cheng melihat bayangan Lan XiChen. Jangan biarkan kemarahanmu menutupi perasaanmu sendiri, ujarnya di kepala Jiang Cheng. Senyum yang mengiringi kata-kata menggema itu membuat si polisi penasaran, kenapa rasanya seperti pengalaman religius? Jiang Cheng menggeleng dan menyingkirkan wajah bak malaikat Lan XiChen dari kepalanya.

Dia menggosok matanya, menahan kuap.

"Dengar, Jin Ling... Aku minta maaf soal kemarin, oke?" ujarnya. Kata-kata yang kemarin dia ucapkan ke remaja itu kembali berputar di benaknya. Jiang Cheng pun mengernyit.

monotone (terjemahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang