|4

988 131 1
                                    

Dalam mencintai harus diperlukannya sebuah usaha. Mengikuti apa kata hati, mencoba menghalau segala rintangan yang akan terjadi. Entah bagaimana nantinya, tidak ada salahnya untuk mencoba. Entah dia memiliki perasaan yang sama atau tidak, setidaknya sudah berusaha untuk menunjukkan apa yang ada di hati. Jika sudah hati yang berbicara, teryakini diri bahwa semua rasa ini tidaklah hanya sekadarnya.

"Makasih yaa kak."

"Iyaa sama-sama." Jawab Bara sembari mengambil helm yang diberikan oleh Kanara.
"Yaudah, gue balik yaa."

"Iyaa kak, hati-hati."

Hanya dijawab Bara oleh anggukkan dan sebuah klakson singkat tanda pamit.


Bara

Gue lupa kapan pertama kali gue mulai merhatiin dia, Kanara. Sejak gue tau kalo dia temen sekelas Wira gue ngerasa kalo gue punya kesempatan buat bisa deket sama Kanara. Parahnya lagi pas gue tau Dimas sama Kanara juga saling kenal ngebuat gue ngerasa kalo gue sama Kanara udah kayak takdir yang mempertemukan kita. Anjay gak tuh.

Waktu Kanara dateng pertama kali ke studio, gue sempet kaget "ngapain nih anak ke mari?", ternyata nyariin Dimas, mau nebeng katanya. Itu pertama kali juga gue ngobrol sama Kanara. Sebelomnya gak sempet ngobrol, soalnya bocahnya udah ngacir duluan waktu dia lewat depan gue pas lagi jalan sama Wira. Gue tau kesempatan gue buat bisa deket sama Kanara banyak, karena selama ini yang gue perhatiin cowok-cowok yang suka sama Kanara pada gak berani melangkah lebih maju buat deketin dia, mentok-mentok cuma berani nyapa doang atau engga senyum pas lagi papasan dan disenyumin balik sama Nara. Gimana gue gak suka coba sama ini cewek, ramah gitu, dan gue juga yakin semua orang yang senyum sama dia belom tentu dia kenal semua tapi tetep disenyumin balik.

Akhirnya Tuhan Maha Baik membukakan jalan untuk gue. Gue pertama kali nganterin Nara pulang. Tenang, soal Juno minta jemput itu benar adanya kok. Jadi gue juga bilang makasih ke Juno.

"Hah? Makasih? Kan gue yang minta jemput, kenapa lo yang makasih?".

Dan gue hanya tersenyum lebar penuh arti, kalo gue lagi bahagia hari itu.
Gue sempet iri sama Wira sama Dimas yang bisa deket sama Kanara. Apalagi Dimas yang ternyata udah lama kenal Kanara, udah main bareng dari kecil. Tanpa perlu nunggu kesempatan dateng mereka udah bisa deket sama Kanara.
Tapi sayangnya, agak susah buat lo Dim, bisa punya hubungan lebih dari sekadar temen atau kakak-adekan sama Kanara. Gue tau Dimas ada rasa sama Kanara dan gue juga tau kalo gue gak bakal nyerah gitu aja.


"Kanara!!!!!" Kanara yang lagi jalan sendiri menoleh ke arah sumber suara.

"Oh, kak Bara." Tersenyum Kanara ketika Bara mulai mendekat.

"Mau kemana?"

"Mau ke perpus, balikin buku." Jawab Kanara sembari mengangkat buku yang ada di tangannya.

"Itu mah novel."

"Heheheh."

"Yuk, sekalian."

"Kak Bara mau ke perpus juga?" Tanya Kanara heran, seorang Bara pergi mengunjungi perpustakaan.

"Engga. Gue mau ke kantin."

"Kirain mau ke perpus juga, ngajakin 'ayuk'."

"Hahhaha. Kenapa? Mau dianterin ke perpusnya?" Goda Bara.

"Dih, engga."

Selama berjalan bersisian Bara selalu mencoba menunjukan sisi terbaiknya di depan Kanara. Membuat Kanara tersenyum hingga tertawa. Sepertinya usahanya kali ini berhasil.
Di satu sisi ada yang mulai merasa nyaman bersama dengan Bara. Di sisi lainnya ada yang mulai merasa harus waspada terhadap apa yang sedang dilihatnya kini.

"Bang Saga! Dimas! Ngeliatin apaan sih?" Sahut Wira yang baru saja menghampiri Saga dan Dimas menyaksikan keasikan Bara mengobrol dengan Kanara.

"Wah, bang Bara mulai menajamkan taring sepertinya." Ucap Wira yang sedang menganalisis yang dilihatnya dengan dramatisir.

Tidak tahu ada hati yang sedang bergejolak merasakan kekhawatiran tak menentu.

S A G ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang