Perubahan?

156 32 6
                                    

Irsyad membuka matanya pelan, ia menatap sekelilingnya dan yang pertama ia lihat adalah laki-laki dengan ponsel ditangannya. Ia menatap setiap sudut ruangan itu, mencari sosok gadis yang ia tolong tadi.

Ia menatap pria disebelah dirinya yang tengah bermain game di ponsel genggamnya. "Udah bangun bang? gimana pusing?"

"Udah mendingan kok," ucap Irsyad berdiri dari duduknya lalu menatap pria yang tadi bertanya padanya, pasalnya dia tak pernah melihat pria yang dekat dengan Risa. Dipikirannya sekarang adalah 'laki-laki ini kakak atau adiknya?'  tubuhnya yang tinggi bisa jadi itu adalah kakaknya tapi setahu Irsyad Risa tak memiliki kakak.

"Tak perlu menatapku seperti itu bang, aku Arya adiknya kak Sin." Tubuh Irsyad menegang, dirinya tidak salah dengar bukan? 'Sin?' rasanya ia pernah mendengar panggilan itu. Irsyad tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

Suara derap langkah terdengar pelan, entah kenapa detak jantungnya pun kini ikut berirama seiring setiap langkahnya. Namun ini berbeda, detak jantungnya lebih keras bahkan nyaris membuat dadanya sesak. 

Afsin menutup matanya sejenak, mengontrol detak jantungnya. Kenapa jantungnya berdetak secepat ini? Arisa melangkah menuju ruang tamu, ia melihat Irsyad yang tengah menatap adiknya sambil sesekali menjawab apa yang diucapkan adiknya itu.

"Udah sadar?" Irsyad menganggukkan kepalanya lalu tersenyum, ada perasaan bersalah sebenarnya saat ia bersikap ketus pada laki-laki itu mengingat Irsyad telah menolongnya. "Yaudah Arya, Irsyad makan siang dulu aja."

"Ngga usah aku pulang aja ya, udah mendingan kok. Makasih sebelumnya." Irsyad berdiri dari duduknya. 

"Jadi orang nggak bisa menghargai orang lain ya kamu, udah dimasakin banyak juga mau pulang gitu aja? Lha terus itu makanan siapa yang mau makan? dikira aku sama Arya makan segitu banyak apa?" Bukan hanya Irsyad yang diam melongo, Arya pun sama halnya dengan Irsyad yang diam menatap kakaknya kagum.

"Wah ini sejarah kakak ngomong panjang." 

Bugh!

Gadis itu memukul kepala Arya keras tapi tak ada efek apapun untuk pria itu, Arya hanya cengengesan mendapat pukulan yang menurutnya pelan itu. "Yok lah bang, kita makan aja dulu. Jangan sampai ini perempuan satu gebukin kita gara-gara masakannya nggak dimakan." Irsyad menganggukkan kepalanya mengerti, lalu mengikuti langkah Arya meninggalkan Afsin yang tengah menatap kedua pria itu sangar.

Mereka mendekati meja makan, Arya berhenti sesaat lalu berbalik menatap kakaknya yang tengah berjalan dibelakang Irsyad. "Kakak nggak salah masak sebanyak ini?"

Afsin menggelengkan kepalanya, "kenapa?"

"Ini banyak banget kak, kakak kesambet apaan sih heran banget dah hari ini." Irsyad hanya mendengarkan percakapan kedua orang itu, tak ingin berkomentar apapun, melihat makanan didepannya ini berhasil membuat perutnya keroncongan tak tertahan.

"Udahlah jangan banyak omong, makan tinggal makan yang masak juga aku kenapa kamu yang sewot?" Afsin duduk mendahului adiknya lalu menatap Irsyad mengisyaratkan pria itu agar duduk. Irsyad hanya menganggukkan kepalanya dan menuruti kemauan gadis itu.

Mereka menyantap makanan dalam diam, tidak ada yang bersuara kecuali suara gesekan antara sendok dan piring. Jujur saja makanan ini berhasil membuat Irsyad mengingat masakan ibunya yang sudah lama tak ia rasakan lagi.

"Bang, nggak dimakan? Nggak enak ya?" Irsyad tersadar langsung menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak kok, ini enak banget makanannya."

Arya tersenyum tak biasa, lalu menatap kakaknya yang hanya diam seolah tak mendengar pria itu bicara. "Kalau kakak mau tau, kak Sin ini jago banget masak. Walaupun seringnya bunda yang masak tapi rasanya nggak kalah sama makasakan bunda."

uhuk uhuk

Afsin tersedak, nama itu baru saja disebut oleh adiknya. Seketika hatinya sedikit teriris mengingat panggilan itu. Irsyad tahu bahwa panggilan itu sangat sensitif untuk gadis itu, dengan cepat Arya dan Irsyad menyondorkan air minum ke dekat gadis itu. Dan tidak ada yang Afsin ambil, ia memilih mengambil minum sendiri lalu meneguknya.

"Aku duluan," ucap afsin cepat meninggalkan kedua pria itu, berlalu kedalam kamarnya.

Lain hal nya dengan kedua pria tadi, mereka sibuk dengan makanannya. Arya menatap Irsyad penuh tanya. Semenjak tadi bibirnya ingin bertanya tentang Irsyad dengan kakaknya, namun ia urungkan sebab ia tahu kakaknya sedang bersamanya tadi. 

"Bang." Irsyad menoleh kearah Arya dengan menaikkan sebelah alisnya. "Abang naksir sama kak Sin ya?"

Jleb

 Irsyad terdiam, berperang pada dirinya sendiri antara membenarkan atau menutupinya. "Abang nggak perlu jawab aku udah tau kok."

Irsyad menatap lawan bicaranya intens, "Kalau abang mau tau, kak Sin dulu dekat sama laki-laki. Sejak dia kecil dan seperti yang abang lihat sekarang. Dia membentuk diri bagai es, dia nggak pernah tuh dekat sama laki-laki selain kak Afnan. Makanya sekarang kak Sin jadi kaya gitu, susah dideketin apalagi sama laki-laki. Sebenernya aku udah tau kalau kak Sin ngga suka dipanggil Sin, tapi aku sengaja mau liat gimana reaksinya. Dan baru sekarang kak Sin bolehin laki-laki masuk rumah, apalagi sampe dimasakin..."

Tak dapat dibendung bahwa hati Irsyad tengah bahagia akan yang dia dengar saat ini, namun ada rasa sesak pula saat tahu bahwa gadis itu teramat mencintai sosok Afnan.

"Kalau abang serius sama kak Sin, bentar lagi abang pasti dapetin kak Sin. Dan ingat ya bang, dia sangat benci kata pacaran, jadi jangan sesekali abang ngajak dia pacaran, okay?" Irsyad mengangguk lalu tersenyum senang. Ntah kenapa sepertinya arya mendukung dirinya. 

"Aku nggak sepenuhnya percaya sama abang, sekali aja buat kak Sin nangis aku yang akan bunuh kamu, bang." Arya memeluk pria didepannya, menepuk punggungnya.

"Abang nggak mau pulang?" Sinis Arya.

"Aku nggak akan nginep disini tenang aja, aku balik ya. Salam buat Risa, Thanks Ar." Irsyad manatap Arya dalam, seolah mengatakan bahwa dia sangat berterima kasih unruk hari ini. Tak masalah dengan luka memar, yang terpenting dia sedikit tahu tentang kehidupan gadis itu sebenarnya.

Irsyad mengkah meninggalkan rumah gadis itu, berharap hari esok akan membuatnya lebih bahagia dari hari ini. Garis lengkung dibibirnya tak pernah hilang semenjak keluar dari rumah itu, hatinya berdetak lebih cepat dari biasanya. 

Irsyad mengeluarkan ponsel dari sakunya, lalu mengetik sesuatu diatas benda pintar itu. Mamberi tanda pengingat untuk hari ini sebab cintanya tengah bersemi kembali semenjak masa lalunya pergi.

Seorang gadis tengah menatap pria yang sedang menundukkan kepalanya melalui jendela, menatap ponsel dengan sesekali tersenyum. Tanpa dia sadari Afsin pun ikut tersenyum menatap punggung pria itu menjauh. Afsin membalikkan badannya, namun hal tak terduga terjadi.

Ehh!

Afsin berusaha melepaskan jilbabnya yang tersangkut sebab terjebit jendela, "Astaghfirullah hal'azim Jilbabku bagaimana bisa kau terjebit? Untung saja kau bukan jantung, kalau jantung yang terjebit bisa saja detak raga ini tak akan kembali." Suara tawa terdengar kencang, Afsin tahu bahwa adiknya mendengar apa yang dia katakan, biarlah bodoamat dengan dia.

'Hati yang pernah patah tak selamanya bercerita tentang duka, cahaya yang pernah padam akan ada masanya akan kembali menyala. Hanya saja setiap orang memiliki cara sendiri untuk merubahnya'

-muttaqinnaim

Huuaaa alhamdulillah akhirnya bisa update juga, Jazakumullah Khairan yang sudah nyempetin mampir dan membaca ceritaku.

Saya harap kalian menyukai karya saya:* jangan lupa tekan bintang dibawah sebagai tanda penyemangat saya:*


Itsnani A [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now