Pria Aneh

92 15 8
                                    

Aku menatap kepergian Irsyad dan Aisyah yang menghilang dibalik pintu, aku menyenggol lengan Arya pelan. "Apa kau menyukainya?" Tanyaku mengedipkan sebelah mataku.

"Aku ga mau pacaran. Ingatkan apa yang tadi ayah bilang?" Aku memutar bola mataku jengah, kenapa pria ini membuatku penasaran. Bagaimana perasaannya pada Aisyah? Dia gadis yang baik, cantik pula.

"Aku ga memintamu untuk memacarinya Arya, aku hanya ingin menanyakan bagaimana perasaan mu terhadap Aisyah, itu saja." Aku melangkah pergi menjauhi nya lalu duduk di sofa sambil menyenderkan kepalaku.

"Jangan bertanya perasaan kak, aku anggap biasa saja. Lagipula aku masih sekolah, tidak ingin memikirkan perempuan." Arya merebahkan dirinya disebelah ku dengan pundakku yang menjadi bantal kepalanya. "Baiklah terserah mu saja."

Tak berselang lama, aku mendengar nafasnya teratur. Aku menghela nafas panjang, Arya tertidur. Aku menggeser dudukku berniat mengubah posisi tidurnya, tapi sulit kepalanya sangat berat. Aku putuskan untuk tidak mengubah posisi ku dan akhirnya aku pun ikut tertidur.

Aku terbangun setelah mendengar suara seseorang yang membuka pintu yang terkunci, aku menoleh kearah Arya yang masih terlelap. "Assalamu'alaikum kak! Adek!" Itu suara ayah, aku dengan cepat mendorong kepala Arya.

"Aduh!" Aku tak memperdulikan pekikan Arya yang tengah kesakitan. Setelah membukakan pintu, aku kembali duduk di sebelah Arya. "Dek bangun sana mandi."

Arya mendengarnya lalu melangkah menuju kamarnya, sama halnya dengan ku. Aku menaiki tangga menuju kamar lalu membersihkan diri.

-o0o-

"Wa'alaikumussalam Clar, iya kenapa?" Ucapku setelah menggeser tombol hijau dilayar ponselku.

"Innalilahi, iya aku langsung kesana. Tunggu ya," sesegera mungkin aku memakai kerudung dan sepatu ku lalu menemui bunda yang berasa di ruang tamu.

"Bunda, aku pamit ya. Mau ke rumah sakit, adik Clarissa sakit." Aku berlari kearah bunda, menyambar punggung tangan ayah dan bunda secara bergantian. Setelah mendapat izin aku mengambil motor lalu menyalakan mesin menuju rumah sakit.

Tak membutuhkan waktu yang lama, aku melajukan motor ku dengan kecepatan tinggi. Aku tak menginginkan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada Dika.

Aku mencari nomor Clarissa lalu menghubunginya, "Assalamu'alaikum, dimana?"

Setelah menemukan kamar rawat Dika aku berlari dan menemukan Clarissa yang tengah berdiri, berjalan ke kanan ke kiri tanpa arah. "Assalamu'alaikum Clar, gimana keadaan Dika?"

"Gak tau Ris, dokter belum keluar dari ruangan Dika." Aku menganggukkan kepala lalu menarik tangan Clarissa dan memeluknya. Aku tahu ia sangat menyayangi adik laki-lakinya itu.

Dika adalah adik tirinya Clarissa. Ayah Clarissa telah meninggal dunia, kini ia hidup bersama ibu tirinya. "Ibu udah tahu?" Clarissa menggeleng.

"Aku akan menghubunginya," pergerakan ku terhenti saat lenganku ditarik gadis itu. "Tidak usah, aku takut ibu akan khawatir."

"Dika membutuhkannya Clar," Clarissa tetap menggelengkan kepalanya. Aku mengangguk paham dan  kembali memeluk gadis itu.

Tak lama seorang laki-laki berjas putih keluar dari ruangan itu, "bagaimana keadaan adik saya dok?" Tanya Clarissa berlari mendekati dokter itu. Aku mengikuti langkah Clarissa mendekati laki-laki itu.

"Adik anda baik-baik saja, asam lambungnya naik. Saya akan berikan resep obat untuknya, nanti anda bisa mengambilnya." Clarissa menganggukkan kepalanya. Aku terkejut, bagaimana tidak? Kemarin hari libur, tidak mungkin Clarissa melupakan jadwal makan Dika.

"Clar?" Aku memanggilnya setelah dokter itu pergi, otakku kini sudah terpenuhi akan tanda tanya seputar Dika. Gadis itu menoleh kearah ku dan dengan tiba-tiba ia memelukku. "Ada apa?"

Clarissa diam tak menjawab pertanyaan ku, aku merasakan kini kerudung yang kupakai basah. Apa dia menangis? Aku mencintaimu untuk melepaskan pelukannya, namun Clarissa semakin kencang memelukku.

"Baiklah, menangis lah jika memang itu membuatmu lega." Kataku mengusap punggungnya, "tapi akankah kamu akan seperti ini terus? Kau tak ingin melihat Dika?" Lanjut ku.

Clarissa melepaskan pelukannya lalu mengusap kedua matanya untuk menghilangkan sisa air matanya, aku mengikuti langkah Clarissa saat memasuki ruang serba putih itu.

Aku menatap Clarissa yang tengah duduk disebelah pria kecil itu, mengusap kepalan, dan mencium keningnya. Beberapa butir air mengalir diujung mata Clarissa, begitu juga dengan helaan nafas panjangnya.

Seorang perempuan berpakaian putih memasuki ruang rawat Dika sembari membawa beberapa kertas ditangannya, sudah ku pastikan bahwa ia akan menagih biaya administrasi. Aku mendekatinya, tanpa bicara panjang aku menarik tangan perawat tadi untuk keluar.

"Biar saya yang urus," perempuan itu menganggukkan kepalanya lalu berjalan melewati ku. Setelah selesai, aku kembali ke ruang rawat Dika. Aku tersenyum saat mendapati Clarissa tengah tertidur dengan memeluk pria kecil itu, aku tak ingin menganggu moment itu.

Aku mengeluarkan benda persegi panjang dari tas ku, lalu mengarahkan kamera kearah dua orang yang tengah tertidur. Setelah selesai mengambil foto itu, aku segera keluar dan memilih untuk pulang.

-o0o-

AUTHOR POV

Seorang pria terlihat sedang memasuki ruangan serba putih, ia tersenyum menatap wajah gadis yang tengah menyuapi makanan kedalam mulut anak kecil. Gadis itu tak menyadari kedatangan pria itu, "kak." Pekikan anak kecil tadi membuatnya menoleh kearah pintu.

"Sejak kapan kamu datang?" Gadis itu meletakkan nampan berisi bubur diatas nakas, lalu menghampiri pria itu.

"Baru saja," jawab pria itu mendekati Dika yang tengah mengunyah makanannya. "Bagaimana? Masih sakit?" Anak kecil itu menggelengkan kepalanya lalu dengan cepat memeluk perut pria itu yang berdiri disebelahnya.

"Alhamdulillah," gadis itu berjalan kearah pria itu. "Aku sebenarnya bingung bagaimana bisa kamu mengubah identitas mu menjadi sisa SMA? Padahal umur  kamu terlalu tua untuk dipanggil nama," gadis itu terkekeh menatap pria didepannya itu.

"Hei seharusnya kau memanggilku abang, berlaku di semua tempat kecuali sekolah. Apa kau lupa? Itu sekolah milih ayahku." Ucap pria itu.

"Ini rahasia, jadi sementara hanya kau dan aku yang mengetahui semua ini." Pria itu duduk di sofa yang tersedia disana.

"Kapan kau akan mengatakan semua ini pada Afsin dan Arya? Kamu sudah membohonginya, aku tidak bisa membayangkan apabila Arya tau kalau yang dia temui saat itu bukan Afnan yang asli. Begitu juga dengan Tissa," pria itu menganggukkan kepalanya lalu mengarahkan tatapannya kearah dinding.

"Itu strategi ku Clar, kau tahu aku sangat mencintainya. Dan aku juga harus tau bagaimana perasaan dia sekarang, apakah perasaannya berubah atau tidak. Untuk Arya, aku tengah mengamatinya dan tampaknya dia tidak suka jika sosok Afnan kembali. Intinya aku harus membongkar ini semua, bantu aku ya." Kalimat itu membuat Clarissa tak habis pikir, andai saja dari awal pria didepannya ini tidak berbohong, pasti Afsin akan sangat bahagia.

"Aku tidak janji, aku takut kalau mereka akan kecewa padaku." Ucap gadis itu menghela nafas panjang.

"Sepertinya memang Tissa menyimpan perasaan padaku , Clar. Sungguh aku membencinya, dan bang Rey menjadi korban atas cinta buta Tissa," ucap pria itu menundukkan kepalanya.

Clarissa menggelengkan kepalanya cepat, situasi saat ini benar-benar membuatnya pusing. Pria aneh!

Maafkan aku Afsin, sungguh aku terlalu berdosa sekarang. Aku ingin kamu mengingat ku kembali sebagai Afnan, dan semoga kau menerimaku seperti dulu, batin pria itu menutup wajahnya dengan tangan.

Memang benar, bahwasanya kata cinta membuat seseorang menjadi bodoh seketika.

TBC

Itsnani A [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now