Kejelasan

89 10 1
                                    

Setelah cukup lama kedua pria itu berdiri di depan pintu akhirnya mereka memutuskan menekan bel, salah satu pria itu menatap laki-laki di sebelahnya lalu menganggukan kepalanya. Menurutnya, gadis itu harus mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

Tak lama mereka kemudian sosok yang mereka cari muncul dibalik pintu, Tissa menatap kedua orang itu heran. Bagaimana bisa pria yang disukainya itu kini datang kerumahnya bersama Irsyad? Yang notabenenya pria yang dekat dengan Afsin? Gadis yang belakangan ini membuatnya iri.

Setelah hening beberapa saat Rey mulai angkat bicara, "assalamu'alaikum."

Tissa yang awalnya diam akhirnya tersadar lalu mempersilakan kedua pria itu untuk masuk ke dalam rumahnya, "Wa'alaikumussalam."

Tissa melangkah menuju dapur, meminta asisten rumah tangganya untuk membuat dua cangkir teh dan beberapa cemilan untuk kedua tamunya lalu kembali menemuinya.

"Afnan, ada apa? Dan... Kamu mengenal laki-laki ini?" Tanya Tissa heran, menunjuk ke arah Afnan.

"Kenalin ini Afnan," Tissa tak merespon apapun. Masih dengan pikirannya sendiri, Afnan? Irsyad? Maksudnya apa?

"Aku Reyhan, bukan Afnan." Reyhan mengatakan hal itu tanpa aba-aba apapun, spontan dari bibirnya.

"Aku Afnan, bukan Irsyad. Jadi jika kamu menyimpan perasaan itu bukan untukku, tapi bang Reyhan. Dia kakak ku." Pria itu tahu jika Tissa menyukai sosok Afnan? jadi selama ini dia salah orang? Pikirannya kini berlari dimana kejadian saat dia menarik kerudung Afsin di koridor sekolah. Perasaan bercampur aduk, apakah pria yang selama ini dia sukai akan menjauhinya.

"Kenapa kalian melakukan ini semua?" Tanya Tissa yang penasaran.

"Itu ide ku dan bang Rey hanya menjadi korban, apa yang aku lakukan semata-mata untuk Afsin." Tissa tercekat, lidahnya kelu.

"Jadi mulai sekarang jangan anggap aku sebagai Afnan," ucap Reyhan dengan sorot mata dingin.

Tissa tak habis pikir, bagaimana jika pria itu membencinya karena telah berbuat tidak baik pada Afsin. Ia pikir selama ini menganggap Reyhan adalah Afnan, sahabatnya. Tapi setelah Afnan tahu apa yang ia lakukan persis di depan matanya, pasti pria yang ia kagumi akan membencinya.

"Kami pamit," kedua pria itu melangkah pergi keluar dari rumah itu. Tissa yang tersadar langsung mengejarnya, "lalu bagaimana dengan ku?"

Reyhan memutar tubuhnya, namun tak menatap gadis itu. Ia menunduk seraya memasukkan kedua tangannya dalam saku celana, "untukmu. Pertama, terima kasih karena sudah memberitahukan apapun yang terjadi pada Afsin. Kedua, aku tidak bisa memaafkan mu karena kamu telah berbohong. Sebab apa? Karena kamu malah menyakiti Afsin tanpa sepengetahuan ku."

"Ketiga, tolong hilangkan perasaan mu pada ku." Lanjut Reyhan lalu melangkah pergi menyusul adiknya. "Tapi aku tidak bisa!"

Reyhan yang mendengar teriakan itu memutar tubuhnya lagi lalu menatap tajam kearah Tissa, "kalau kau tidak bisa. Itu bukan urusanku," Reyhan berangsur pergi.

Tissa tak bisa membayangkan jika perasaannya mati sebab sikap pria itu, hatinya mulai terkikis. "Apapun itu aku tetap menjaga perasaan ku untukmu, Rey." Gumam Tissa lalu menutup pintu.

-o0o-

Dua bulan kemudian...

Wisuda kelulusan telah terlaksana dengan sangat baik dan hikmat, beberapa siswa memilih meninggalkan gedung setelah acara selesai. Afsin menatap cermin setelah membersihkan diri dan melaksanakan sholat, hatinya berdebar mengingat beberapa hari lagi acara pernikahannya akan dilaksanakan.

Dua bulan juga ia tak melihat sosok Afnan, terakhir ia melihat wajah pria itu di rumah sakit ayahnya bekerja. Jujur saja ia merasa kehilangan sosok Irsyad yang menjadi teman semeja nya, ia masih tidak percaya bahwasanya pria itu telah berubah menjadi pria hidup di dalam masa lalunya. Afnan, mengingat pria itu berhasil membuatnya tersenyum lebar.

Perkiraannya Afnan akan datang di acara wisuda kelulusannya tahun ini, tapi tidak sama sekali. Ia paham jika pria itu sedang berusaha menjaga pandangannya sebelum ada ikatan yang sah, dan ia menerima itu dengan senang hati. Pria itu sangat baik akhlaknya, dan sungguh ia percaya bahwa Afnan akan menjadi imam yang baik untuknya.

Beberapa kali ada perasaan cemas dan takut yang mulai menggelayuti hatinya. Mengingat umurnya yang terlalu muda untuk menikah, Afsin beberapa kali mengembuskan napasnya gusar. Ia takut jika belum bisa menjalankan tugasnya sebagai istri, ia tahu apapun yang terjadi adalah takdir terbaik yang Allah siapkan untuk dirinya.

Afsin menoleh ke arah pintu saat terdengar seseorang yang mengetuk pintu kamarnya, ia tahu jika Arya lah yang mengetuknya. Akhirnya ia bangkit dari duduknya lalu membuka pintu, Afsin tersentak kaget siapa yang berdiri di depan kamarnya.

"Ngapain kamu di sini?" Afsin menatap aneh gadis cantik di depannya itu, ada perasaan tidak enak yang menjalar dalam hatinya. Gadis itu menatap Afsin dengan sorot mata sendu, "maafkan atas kesalahan ku Afsin."

Afsin? Mengapa dia tak memanggilnya Risa? Darimana gadis itu tahu nama aslinya? Beberapa pertanyaan itu terlintas dipikirannya.

Afsin bingung bagaimana bisa gadis itu masuk kerumahnya, tak beberapa lama Arya datang dengan membawa segelas coklat panas. "Tadi dia kesini sendiri kak, katanya mau ketemu sama kakak dan bunda mengizinkan dia buat ketemu sama kakak. Kata bunda suruh kakak ini temui kak Sin ke kamarnya," jelas Arya.

"Ini coklat panas buat kakak," tepat saat Arya menaruh gelas diatas meja, Tissa memeluk Afsin. "Aku menyukai pria yang salah," bukan hanya Afsin yang terkejut, Arya pun sama terkejutnya dengan Afsin. Berulang kali Afsin mengedipkan matanya tak percaya.

"Maksudnya apa?" Tissa melepaskan pelukannya, "aku menyukai Afnan yang ternyata bang Reyhan. Dan karena aku menyukai orang yang salah, aku juga menyakitimu. Maafkan aku," Afsin membalas pelukan itu seraya tersenyum. Akhirnya ia tahu kenapa gadis di depannya ini sempat melakukan hal-hal buruk terhadapnya.

Oh jadi Afnan telah menceritakan semua pada Tissa?

"Gak papa kok, udah ga usah dibahas lagi. Aku udah maafin kamu," Tissa melepaskan pelukannya lalu tersenyum mendengar pernyataan yang terlontar dari bibir Afsin. Terdengar begitu hangat dan tulus, ia tak enak hati dengan Afsin yang begitu baik dengan dirinya.

"Terima kasih," Afsin menganggukkan kepalanya.

Arya yang melihat hal itu sadar akan suatu hal, "kak, ngga cape berdiri terus?"

"Astaghfirullah hal'azim, ayo kita ke bawah. Maaf ya aku lupa," ucap Afsin menuntun gadis itu ke ruang tamu.

Setelah mereka duduk di sana, Arya memutuskan untuk kembali ke dapur menemui bunda nya yang tengah memasak.

"Oh iya, selamat atas keberhasilan kamu menjadi siswi berprestasi." Ucap Tissa mengulurkan tangannya.

"Terima kasih Tissa, dan selamat untukmu juga." Senyum mereka mengembang secara bersamaan, Tissa sadar dibalik sifat dingin Afsin ada hati yang begitu lembut didalamnya. Dan hal itu membuatnya nyaman berada didekat gadis itu.

"Hm ngomong-ngomong kamu kemari sendirian?" Tissa menganggukkan kepalanya seraya tersenyum.

"Benarkah? Ya Allah kenapa niat sekali datang ke rumahku," Tissa yang mendengar hal itu hanya tersenyum. Memang benar dirinya berniat mampir ke tempat gadis itu, hanya sekedar untuk minta maaf. Namun, dugaannya salah. Ia betah berlama-lama disana.

Mengapa kamu harus mengenalku? Sebab tanpa kamu mencoba untuk mengenal, kau takkan tahu sebenarnya aku seperti apa.

TBC

Itsnani A [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now