Lamaran

100 14 6
                                    

Afsin memasuki ruang kelasnya, beberapa Meraka memberikan ucapan selamat atas kemenangan yang ia peroleh dari pertandingan kemarin. Gadis itu hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih, kembali melangkah menuju tempat duduknya.

Afsin menutupi wajahnya dengan kerudung yang ia pakai lalu menutup matanya, seperti biasa. Namun ia teringat sesuatu hal, Afsin mengambil kumpulan kertas yang berisi ratusan kertas didalamnya. Afsin mulai membukanya dan membaca isi novel itu dalam diam.

Irsyad mendekati gadis yang tengah sibuk dengan novelnya, ia duduk lalu mengintip sedikit tulisan disana. Rasanya bosan apabila menunggu gadis itu selesai, "Risa." Afsin menoleh tak berniat menjawab panggilan pria itu.

Afsin kembali pada bacaannya, namun lagi-lagi kegiatannya terhenti. Seseorang kini tengah melangkah mendekatinya, "Ngapain kesini?" Ketus Afsin,  pria itu menatap kagum kearahnya. Tentu saja Afsin risih akan hal itu.

Devan menahan kepalanya dengan kedua tangan dan tak lupa mata yang terus saja melihat kearah Afsin, gadis itu dengan cepat menutup wajahnya dengan novel yang ia pegang. Irsyad geram akan hal itu, meletakkan kedua telapak tangannya di depan wajah Devan.

"Berhenti menatapnya," desis Irsyad menatap tajam kearah Devan. Pria itu tak tinggal diam, ia menyingkirkan tangan Irsyad keras hingga terbentur meja.

"Ku bilang berhenti menatapnya," ucap Irsyad penuh penekanan. Ia menarik rambut Devan keras, menjambak rambut pria itu. "Awww sakit bodoh!"

"Sudah ku bilang, berhenti menatapnya!" Devan berdiri dari posisi jongkoknya, menatap Irsyad dengan sorot mata kebencian.

Afsin tak memperdulikan kedua pria itu, ia masih setia dengan bacaannya. Irsyad mengepalkan tangannya, menahan amarahnya yang akan meluap. "Risa ini buat kamu, aku pamit ya." Devan meletakkan sebuah boneka berbentuk beruang memegang raket lalu melangkah pergi setelah mendengar bel.

Irsyad mengambil boneka itu lalu menatap nya tak suka, "itu boneka ga akan kedip kalo diliatin." Ucap Afsin yang membuat pria itu tersadar, Irsyad meletakkan boneka itu diatas meja lalu menatap Afsin heran.

"Kamu suka boneka?" Tanya Irsyad membuka tasnya untuk mengambil buku. Afsin melanjutkan membaca novelnya, "tidak. Ambil saja jika kau mau."

Afsin menoleh lalu menatap Irsyad saat boneka itu benar-benar ia masukkan ke dalam tasnya, "kamu suka boneka?"

"Gak, mau aku kasi ke Aisyah." Irsyad terkekeh sambil menggaruk tengkuknya.

Setelah seorang wanita bertubuh gemuk memasuki ruang kelas, seketika itu kelas menjadi diam.

-o0o-

Afsin melepaskan balutan mukena yang ia pakai, lalu melipatnya dan meletakkannya di dalam lemari. Ia menatap tubuhnya di depan cermin, ayahnya berpesan untuk menyiapkan pakaian yang berbeda sebab akan ada tamu berkunjung.

Sebenarnya ia heran, mengapa dirinya ikut serta saat penyambutan tamu malam ini? Tak seperti biasanya, beberapa kali ia untuk berfikir positif. Setelah selesai memakai kerudung, Afsin melangkah keluar kamar lalu menemui bunda dan ayahnya diruang tamu.

Arya yang baru saja keluar dari kamarnya, mengikuti langkah ku di belakang. Setelan baju lengan panjang dan celana kain panjang tampaknya membuat Arya seperti pria dewasa, dan tidak bisa dipungkiri adiknya terlihat sangat tampan.

Beberapa sajian makanan dan minuman panas sudah tersedia diatas meja, aku mengikuti perintah ayah untuk duduk di sebelah bunda dan Arya di sebelah ayah.

Tak lama kemudian suara deru mesin mobil terdengar berhenti di depan rumah, bunda berdiri dari duduknya lalu membukakan pintu. Afsin menundukkan kepalanya, entah dari mana feeling nya mengatakan sesuatu akan terjadi pada dirinya malam ini.

Beberapa orang keluar dari mobil lalu melangkah memasuki rumah, "assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh, selamat datang di rumah kami. " Ayah menjabat tangan pria paruh baya yang pertama memasuki rumah.

Gadis itu meneliti sekilas perawakan pria berkemeja putih yang berdiri di belakang wanita paruh baya itu, wajahnya terlihat familiar. Takut mengetahui siapa pria itu, Afsin menundukkan kepalanya lagi.

Setelah semua orang yang disana duduk, gadis itu belum juga berani menatap orang yang berada di sana. "Afsin apa kamu mengingat Afnan?"

Deg! Nama itu.

Afsin mengangkat kepalanya, menatap siapa yang tamu yang berkunjung. Tanpa melepaskan pandangannya dari pria itu, Afsin masih membeku sempurna.

"Kedatangan kami untuk mengutarakan niat Afnan untuk melamar nak Afsin,"

Sebentar-sebentar, apa mata gadis itu tidak salah lihat? Dan juga otak gadis itu masih dalam proses loading atau memang telinganya bermasalah?

"Dia menawarkan diri untuk menjadi suami kakak," Arya memperjelas ucapan pria paruh baya yang tengah duduk di depan ayahnya. Pikirannya kini bercamuk, lihatlah kini ia tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata. Ia hanya diam, keadaan mengejutkan ini memilukan. Apakah mereka lupa akan masa lalunya? Dan kini pria itu berniat menjadikan dirinya sebagai istrinya?

Arya tahu bagaimana kondisi hati kakaknya itu, ia pun merasakan keterkejutan yang sama. Semenjak ia mengetahui bahwa yang ia temui beberapa hari yang lalu bukanlah Afnan, ia menganggap telah membuat kesalahan besar.

Setiap wanita yang berakal sehat, memiliki rasa benci dan kecewa secara bersamaan pasti menolak mentah-mentah cara melamar yang aneh seperti itu. Tapi tidak dengan Afsin, ia masih mencintai pria itu. Namun keadaannya berbeda, kenyataannya tak sesuai dengan apa yang ia ketahui.

Apakah maksud ini semua?

Kenapa aku sulit untuk mencerna semua nya?

Afsin tidak habis pikir bagaimana bisa pria yang sudah ia percaya kini berubah menjadi sosok yang begitu asing? Kesadarannya kini merosot sedikit demi sedikit, jelas gadis itu keliru dari beberapa segi yang ia tidak tahu sama sekali.

Ayahnya yang sedari tadi memperhatikan putrinya yang tak juga mengeluarkan suara, beralih menatap Arya. Keadaan yang berat, pasti mendapati bahwa masalah ini bukan hal sepele untuk perasaan anaknya itu.

"Maafkan saya karena telah menutupi identitasnya, Afnan sendiri yang meminta saya untuk melakukan hal ini sebagai bentuk keingintahuannya mengingat nak Afsin yang sudah lama tidak bertemu dengan sosok Afnan yang dulu. Saya tahu ini memang berat, tapi keinginan Afnan sendiri yang ingin mengungkapkan kebenaran yang sudah lama ia pendam." Jelas pria paruh baya, yang Afsin tahu itu adalah ayah dari Afnan.

"Bukankah anda tahu kalau sesuatu yang dilakukan dengan kebohongan akan menghancurkan semuanya?" Ucap gadis itu bersamaan dengan gencarnya ingin membuka kesalahan yang seharusnya mereka tidak lakukan.

"Akan saya jelaskan apa yang terjadi sebenarnya," ucap Afnan yang kini mulai angkat bicara. "Tidak perlu menjelaskan apabila anda menumpuknya dengan kebohongan yang lain, saya permisi." Afsin bergegas menaiki tangga menuju kamarnya, dirinya merutuki sepi yang kini tak juga pergi. Ia sadar bahwa ia telah bodoh menerima seseorang tanpa tahu latar belakangnya.

Afsin telah tertipu dengan seruan-seruan busuk, yang tak lain mempermainkan akal dan perasaannya. Sangat sulit ia menerima kenyataannya bahwa dua orang pria yang ia pikirkan adalah orang yang sama, bahkan pria itu mengajak orang lain ke arah yang salah? Lalu bagaimana agar hatinya kembali tenang tanpa ada rasa kebencian??

Pandangan Afsin mengabur, berganti banyangan hitam yang tak ia kenali lalu terjatuh dalam keadaan terduduk di sebelah ranjang.

Satu kesalahan akan menutupi segalanya kebaikan seseorang, kenapa begitu? Beberapa orang mengatakan karena kekecewaan, dan ketahuilah bahwasanya orang yang beriman akan menjauhi sesuatu yang Allah larang.

TBC

Itsnani A [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now