Afnan bukan Irsyad

96 13 2
                                    

Ini merupakan hari kedua gadis itu berangkat sekolah tanpa pria yang melamarnya kemarin, ini bukan omong kosong bahwasanya ia memang merindukan sosok Irsyad yang kini berubah menjadi Afnan. Ia takkan menemukan pria itu setiap pagi, tidak ada sapaan yang membuatnya kesal.

Beberapa kali gadis itu menggerakkan pena diatas kertas putih yang semula kosong menjadi beberapa barisan berisi huruf, tak jarang Afsin menghembuskan nafasnya lemas. Ia melirik kursi kosong di sebelahnya, bayangan pria itu masih membekas di sana.

Setelah selesai dengan tugasnya, ia merapikan buku-buku nya lalu memasukkan ke dalam tas. Tak lama seorang laki-laki memasuki ruangan itu dengan senyuman menjijikkan, "selamat pagi Risa." Afsin memutar bola matanya jengah, ia mulai mengalami rasa mual didalam perutnya.

"Dimana cowok sombong itu?? Apa dia absen? Ah aku sangat bersyukur tidak ada yang menggangguku." Ucapnya lalu duduk disebelah gadis itu.

"Seharusnya aku yang bersyukur jika kau tidak datang mengganggu ku," Afsin berdiri dari duduknya lalu melangkah keluar kelas, Devan mengikutinya.

Dalam satu alasan Afsin berusaha menjauhi Devan disetiap waktunya, ia menganggap hal itu sebagai gangguan yang mengancam dirinya.

"Tunggu," Devan berlari mengejar Afsin yang masih saja melangkah lebih jauh. Beberapa kali ia mencoba untuk menghentikan langkah gadis itu, "stop!" Ucap Afsin membalikkan tubuhnya menghadap pria itu.

"Berhenti menganggu ku atau kau akan mati di tangan ku," sorot mata penuh ancaman Afsin tunjukan di depan pria itu secara langsung. Tampaknya ancaman itu tidak sama sekali berpengaruh, "oh ya? Cobalah kalau lo memang bisa."

Afsin maju satu langkah mendekati Devan yang tengah menatap remeh kearahnya, pria itu tidak tahu bagaimana kondisi Afsin yang tengah tersulut emosi dan sekarang Devan malah memancingnya. Afsin dengan cepat memutar kepala pria itu beberapa kali lalu memukul perut dan menjatuhkan tubuhnya menggunakan dengkul.

Devan tak menyangka hal itu akan terjadi, mereka mendapat banyak sorotan mata menatap aneh kearahnya. Devan mencoba berdiri, lalu menatap gadis di depannya. "Lo pikir dengan lo yang memperlakukan gue kaya gitu, gue bakal berhenti ngejar lo? Jangan harap lo bisa lepas dari gue."

Ara yang menjadi salah satu penonton di sana segera menghampiri Afsin yang sedang ditatap Devan yang penuh emosi, "astaga Risa." Pekik Ara setelah menghampiri kedua orang itu.

"Setelah lo udah mempermalukan gue," lanjut Devan mendekati Afsin. Mungkin kalian bertanya, apa ruginya si kalau akrab dengan semua orang? Menurut afsin, itu adalah sesuatu yang tidak mungkin. Ia tidak akan membiarkan siapapun mengusik ketenangan nya.

Seorang pria mendekati kerumunan itu, "ada apa ini?"

Devan menatap Afnan heran, bagaimana bisa saat berada di sekolah pria itu memakai pakaian layaknya pekerja kantoran? Apa dia sedang ada praktik teater? Pikir Devan. Demikian pula dengan siswa-siswi di sana, mereka mengenal pria itu sebagai Irsyad. Tapi tidak dengan Afsin.

"Maaf buat yang lain mohon untuk masuk ke kelas," ucap Afnan pada beberapa siswa yang berdiri tak jauh dari mereka. Tak jarang beberapa dari siswi yang menonton berdecak kesal karena pusat tontonan gratis yang langka itu berakhir.

Setelah semuanya pergi, Afnan kembali menatap satu pria dan dua gadis yang menjadi tontonan itu. "Jelaskan apa yang terjadi," Afsin menundukkan kepalanya. Jika Afnan tahu apa yang baru saja ia lakukan pada pria itu, bisa jadi calon suami nya itu akan mengeluarkannya dari sekolah.

"Tunggu, kenapa lo ga pake seragam? Kena skors?" Devan menatap pria itu heran, Afsin yang mendengar itu segera memukul punggung pria itu keras.

"Aw! Sakit!" Pekik Devan yang merasakan seperti ada sesuatu yang membuat punggungnya linu, "kamu tidak perlu tahu siapa saya. Dan sekarang silakan masuk kelas, " ucap Afnan pada pria itu. Devan yang saat itu sadar sebentar lagi akan bel akan berbunyi segera meninggalkan tempat itu.

Afnan beralih menatap gadis yang sedang berdiri di sebelah Afsin lalu memberinya kode untuk meninggalkan tempat itu, Ara yang paham akan hal itu langsung meninggalkan Afsin.

"Kalau begini caranya, bagaimana bisa aku tenang saat bekerja?" Ucap Afnan duduk di bangku dekat mereka berdiri, "tak perlu memikirkan aku." Kata Afsin enteng.

"Aku calon suami mu Afsin, mana bisa aku tidak memikirkan mu. Secara Devan terus saja mendekati mu," Afnan memegang kepalanya lalu menatap gadis itu lagi.

"Apa kau tidak melihat apa yang aku lakukan pada dia? Dia terus saja menggangguku dan dia membuat ku kesal," Afnan terkekeh melihat gadis itu yang tengah memajukan bibirnya.

"Baiklah aku akan mempercepat acara pernikahannya, agar aku bisa lebih leluasa menjagamu." Afnan berdiri dari duduknya lalu melangkah mendekati Afsin yang saat itu terkejut.

Tiba-tiba saja hatinya berdebar, ia merasakan panas menjalar ke pipi nya. Karena malu akan hal itu, ia berlari meninggalkan Afnan begitu saja. Perutnya serasa ada yang membuatnya geli, Afsin bergidik mendengar kalimat yang Afnan lontarkan.
Afsin kembali ke kelasnya, melanjutkan pelajaran.

-o0o-

Afnan belum beranjak dari tempat itu, beberapa kali ia mencoba untuk tidak memikirkan Afsin. Jiwa nya tidak tenang apabila ia tidak berada di samping gadis itu, berbeda saat ia masih menjadi Irsyad. Ia akan lebih mudah menjaga Afsin. Ia sadar akan sesuatu hal yang menurutnya berbeda.

Bukankah Afsin sosok yang dingin?

Mengapa sekarang lebih banyak bicara?

Lari kemana jiwa jutek dia?

Memikirkan itu membuat Afnan tersenyum, setidaknya jiwa hangat yang dimiliki gadis itu tidak musnah. Kalau ditanya, apa dia merindukan masa kecilnya dengan Afsin. Ia jawab tidak, ia membenci masa itu. Masa di mana ia harus pergi meninggalkan Afsin tanpa alasan.

Menurut Afnan, Afsin adalah ice cream. Sikap dinginnya membuat siapa saja nyaman setelah mengenalnya lebih jauh, sebab di dalam hatinya tersimpan jiwa yang lembut dan penuh kasih sayang. Tak heran jiwa Clarissa dan Ara begitu menyayangi Afsin begitu dalam, seperti dirinya.

Gadis itu selalu menjauh jika seorang pria mendekatinya, Afsin seperti api jika disentuh. Sedikit saja pria menggangunya, maka akan cepat pria itu pergi darinya. Dia sangat terjaga, dan ia ingin menjaganya.

"Permisi pak," lamunan Afnan terpecah saat seorang pria paruh baya datang menemuinya. Afnan berdiri lalu mendekatinya.

"Ayah anda menunggu di ruang kepala sekolah, saya permisi." Afnan menganggukkan kepalanya lalu melangkah pergi meninggalkan tempat itu.

"Assalamu'alaikum ayah," Afnan membungkukkan badannya lalu mencium punggung tangan sang ayah. "Apa yang membuat ayah kemari?" Tanyanya setelah berjumpa dengan pria paruh baya itu lalu mengajaknya ber singgah sekedar menikmati teh panas.

"Apa kau tidak begitu sabar menunggu sampai-sampai kamu menyusul Afsin ke sekolah?" Afnan terkekeh mendengar pernyataan itu, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ayah, aku takut Devan akan mengganggunya. Apa yang aku lihat tadi membuktikan bahwa perkataan ku benar ayah, laki-laki itu mengganggunya." Tidak habis pikir dengan anak keduanya itu sampai-sampai meninggalkan pekerjaannya.

"Cepatlah kamu meminangnya, agar bisa menjaganya." Afnan tersenyum lalu menganggukan kepalanya.

Bila seseorang memiliki sesuatu yang berharga, apa yang dia lakukan? Ia akan menjaganya dan tidak akan membiarkan siapapun dapat memilikinya.

TBC

Itsnani A [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now