24. Close Up

374 31 0
                                    

Ara memandangi rotinya yang sudah habis setengah, dengan tatapan sendu.

Kalian tau kan, bagaimana rasanya rindu dengan seseorang yang kalian sangat sayangi?

Andai dulu gadis itu sempat mengungkapkan betapa besar rasa sayangnya pada Bunda.

Bunda pergi sekitar 3 tahun lalu, ketika gadis itu masih duduk di bangku kelas 8 SMP. Dia pergi tanpa memberi tau apapun.

Iya, Bunda pergi ketika ia tidur.

05.04
Ara bangun dari tidurnya. Ia berniat mengambil air wudhu. Tumben sekali Bunda tidak membangunkan gadis itu, biasanya ia akan membangunkan Ara mati - matian. Entah dicolek kakinya, dicubit pipinya, digelitiki, atau bahkan pernah Bunda dengan teganya meminta Ayah menggendong gadis itu untuk dibawa ke luar rumah.

Bunda kejam juga ya.

Tapi entah kenapa, hari ini Ara bisa bangun sendiri. Hmm.. mungkin karena lapar kali, ya?

Sebelum mengambil wudhu, Ara berniat menengok kedua orang tuanya, apakah mereka sudah bangun atau belum.

Gadis itu berjalan menuju kamar orang tuanya, dan benar saja, mereka masih tidur.

"Bun.. Yah.. Bangunn.." panggil Ara dengan suara paraunya, sambil menyenggol kedua orang tuanya itu.

"Hmm.. eh udah subuh?" Tanya Ayah yang baru bangun.

Ara mengangguk, "udah jam 5 nih, Yah." Jawabnya, "Bunn.. bangunn.. salat dulu." Ara masih menyenggol sang Bunda.

"Bunn.." panggil Ayah lembut.

"Bundaa.. bangun atuh." Sahut Ara yang sekarang jiwanya sudah terkumpul.

Ayah mengusap matanya yang masih berat itu sambil menyenggol sang istri, "Bunda, udah subuh."

"Bunda, jangan bercanda deh." Keluh Ara yang mulai panik ketika Bunda tak bergerak sama sekali.

"Bun?" Ayah membalikkan tubuh Bunda yang sebenarnya sudah memunggungi mereka dari tadi.

Wajah Bunda sedikit pucat, badannya juga lemas, "B-bun?" Sekarang gadis itu benar - banar panik. Ia mendorong - dorong Bundanya yang telah tidur itu.

Ya, tidur untuk selamanya.

"Bunda kenapa, Yah?" Tanya Ara yang langsung berdiri dari duduknya, ketika sang Ayah keluar dari sebuah ruangan di rumah sakit.

Kaki gadis itu semakin bergetar ketika melihat wajah Ayah yang tak berekspresi, diikuti dengan detak jantung yang tak henti - hentinya bergerak dengan cepat.

Ayah meraih pucuk surai gadis itu, lalu mengelusnya lembut. Ia tersenyum. Tapi bukan senyum bahagia yang nampak, melainkan senyum yang di baliknya tersimpan begitu banyak rasa sedih dan sakit.

"Gak mungkin kan, Yah?" Ujar gadis itu, memastikan bahwa yang ia pikirkan sejak tadi itu hanyalah omong kosong belaka.

Ayah hanya diam, lalu tersenyum dengan tatapan sendunya.

Tangisan Ara pecah saat itu, ia mendorong - dorong tubuh sang Ayah, "Ayahh.. jangan bercanda.." tangannya jatuh setelah mendorong sang Ayah, "Bunda gak mungkin.."

StepbrotherWhere stories live. Discover now