30. Guilty

472 29 1
                                    

Tok.. tok..

"Permisi.." Ara masih mengetuk sambil sesekali mengucap salam.

Arin bilang ia hanya akan menunggu di motor, jadi Ara-lah yang turun sendirian.

Tiba - tiba pintu yang dicat dengan warna putih itu terbuka, mengejutkan Ara yang barusan menatap Arin.

Seorang gadis muncul dari balik pintu. Ia semakin terkejuta ketika melihat siapa gadis itu. Karin.

"Lo ngapain ke sini?" Tanya Karin jutek.

Ara jadi sedikit gugup, "l-lo yang ngapain di sini? Ini rumahnya Larin, kan?" Tanya balik Ara dengan nada sedikit ragu.

Karin diam sejenak, lalu menatap Arin yang sibuk menatap ponselnya di halan rumah tersebut, lebih tepatnya di atas motor.

"Ayo masuk. Temen lo juga ajak masuk." Perintah Karin sebelum menghilang di balik pintu.

"Rin.." panggil Ara pelan. Untuk Arin punya pendengaran yang bagus, biarpun telinganya tertutup helm.

"Ha?" Tanya Arin.

"Masuk."

"Kagak usah. Lo aja, gue nunggu di sini." Setelah mendengar jawaban itu, Ara tanpa ragu masuk ke dalam rumah itu.

.  .  .

"Sorry." Kata itu keluar dari mulut seorang Karin, membuat Ara yang sibuk melihat figura - figura foto masa kecil Karin menoleh ke arahnya. "Gue sama Larin itu saudara kembar."

Baik, sekarang ada banyak hal yang dapat membuat Ara terkejut.

"Tapi gak identik. Dia pengidap gangguan mental, gangguan kecemasan dan serangan panik dari SD. Dia baru bisa keluar dari panti sosial setahun lalu." Pernyataan itu sungguh membuat Ara kaget sekaligus kasihan.

Bayangkan, ia sudah mengidap gangguan mental sejak SD, itu pasti sangat berat. Dan lagi, gangguan mental bukan suatu penyakit yang dapat disembuhkan, itu adalah penyakit seumur hidup. Bagaimana bisa ia harus menghadapi penyakit itu bahkan sejak umurnya belum mencapai angka 10 apalagi belasan.

"Karena itu gue ngelakuin semua itu ke lo. Gue sebenarnya gak berniat, gue gak dendam sama lo cuma gara - gara kejadian pas SMP. Gue cuma pengen ngeliat Larin bahagia." Lanjut Karin yang berhasil membungkamkan Ara secara keseluruhan.

Karin yang tadinya menunduk, kini sedikit mendongakkan kepala agar bisa menatap Ara. "Gue tau lo pasti punya banyak pertanyaan, tanyain aja."

Sejujurnya Ara tak enak untuk mewawancarai Karin, tapi itu adalah tujuannya dia datang. "Larin mana?" Tanyanya ketika menyadari ketidakhadiran Larin.

"Dia kembali ke panti sosial di Bandung."

Tunggu, bukankah dulu Karin itu pindahan dari Bandung?

"Dulu gue masih tinggal di satu kawasan yang sama, sama dia di Bandung, tapi sekarang kan udah gak bisa."

"Terus apa hubungannya Larin sama Adnan?" Tanya Ara penasaran.

Karin berdiri lalu meraih sebuah album foto dan memberikannya pada Ara, "mereka dulu temenan baik. Ortu kami temenan, dan Adnan adalah satu - satunya teman yang Larin punya, cuma dia yang perhatian sama Larin. Bahkan pas Larin mau gak mau harus pindah ke Bandung untuk dirawat, dia juga ikut pindah buat nemenin Larin.

StepbrotherWhere stories live. Discover now