Bab 1: Tempat Tinggal Baru

5.8K 366 22
                                    

"Rumahku istanaku, apa rumah baru ini akan menyenangkan? Bertemu dan membangun keluarga dengan orang-orang baru? Apa mereka mau menerima diriku?"
~Tania Abidin

🌼🌼🌼

Seorang gadis dengan rambut panjang yang diikat itu turun dari dalam taksi, di punggung dan tangannya terdapat tas dan koper yang ia bawa. Ia menatap hampa rumah yang berada tepat di hadapannya rumah yang akan menjadi tempat tinggal barunya selama kuliah.

"Mari, Neng masuk," sapa seorang nenek tua menghampiri gadis itu.

"Iya, Nek." Gadis itu mengikuti nenek berjalan masuk ke dalam. Di setiap perjalanan hanya terlihat tekstur bangunan tua yang terawat dari mulai peralatan dan juga hiasan, rumahnya memang besar terdapat dua lantai, lantai bawah untuk kamar laki-laki sedangkan lantai atas untuk kamar perempuan. Keadaan di sini cukup sepi karna masih jam sembilan siang, mungkin penghuni kost yang lain sedang sekolah, kuliah ataupun bekerja.

Sampailah mereka di depan pintu kayu bercat coklat, lalu nenek itu berucap, "Ini kamarnya, Neng, kuncinya ada di dalam. Nanti Ibu yang akan datang dan ngasih tahu beberapa hal yang enggak boleh dan boleh dilakukan."

"Iya, makasih, Nek." Nenek itu hanya mengangguk lalu pergi dari hadapan gadis tersebut.

Gadis itu membuka kamarnya dengan perlahan, terdengar suara deritan pintu yang menyakitkan telinga, mungkin karna bangunan yang sudah tua akan tetapi gadis itu tidak mempermasalah kannya yang terpenting nyaman untuk ditempati.

Kamarnya terbilang cukup besar dan bagus dengan satu ranjang dan lemari besar dilengkapi dengan sofa dan TV membuat gadis itu sempat merasa heran, kenapa kamar sebesar ini disewakan dengan harga murah.

Tok ... tok ....

Suara ketukan di pintu lalu diiringi deritan yang terdengar kembali membuat gadis itu menoleh ke arah sumber suara.

"Kamu yang bernama Tania?" tanya seorang wanita yang terlihat sudah berumur.

"Iya, Ibu yang punya kost ini, ya?" jawab gadis yang dipanggil Tania dengan ramah.

"Iya, saya yang punya kost. Panggil saja Ibu Miranda, semua orang memanggilnya begitu. Oh iya, ada peraturan yang harus kamu taati di sini dan jangan coba-coba untuk melanggarnya."

"Ah, iya, Bu."

"Oh iya, kalau kamu mau mandi di ujung lorong sebelah kanan ada tiga kamar mandi dan di ujung lorong sebelah kiri juga ada tiga kamar mandi kamu bisa memakai yang mana saja. Peraturannya, kamu tidak boleh membawa laki-laki ke sini, kalo ada teman atau kerabat cukup sampai di bawah, jug-"

"Kalo Papah saya datang gimana, Bu?"

"Tetap tidak boleh, itu bisa mengganggu kenyamanan orang lain yang berada di sini. Lalu kamu tidak boleh tidur lebih dari jam dua belas malam, tidak boleh keluar malam-malam dan satu lagi, tidak boleh menyisir rambut di atas jam sembilan malam."

"Kalo boleh tahu kenapa, ya?" tanya Tania penasaran.

"Itu sudah pelaturan dari pemilik terdahulu, saya juga tidak tahu, tetapi saya harap kamu tidak melanggarnya."

"Ah, baik, Bu."

"Saya permisi jika ada apa-apa kamu boleh bertanya pada seseorang di sekitar sini."

"Baik, Bu. Makasih."

Wanita itu hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu pergi meninggalkan Tania sendirian di dalam kamar. Tania pun mengeluarkan semua barang-barang yang ia bawa lalu memasuk kannya ke dalam lemari dan menata kembali kamar ini sesuai dengan keinginannya, sayang kamar sebesar ini tidak ada kamar mandinya, Tania harus repot jika memang ingin pergi mandi.

Setelah selesai menata kamar Tania merasa lapar dan ia lupa untuk menanyakan keberadaan dapur pada ibu kost tadi. Seingatnya tadi Tania mendengar suara deritan pintu dari kamar sebelah, mungkin pemilik kamar sudah pulang. Tania pun berinisiatif untuk berkenalan sekalian menanyakan letak dapur.

Tok ... tok ....

"Permisi," ucap Tania sambil mengetuk pintu.

Tidak lama pintu di buka memperlihatkan seorang perempuan cantik dengan rambut terurai sebahu yang memiliki kulit putih serta mata yang bulat.

"Ada apa? Tunggu dulu, kok gue baru lihat lo di sini?"

"Ah, iya. Hai, nama gue Tania," jawab Tania mencoba bersikap seramah mungkin, lalu mengulurkan tangannya.

Perempuan itu pun membalas uluran tangan Tania lalu berucap, "Gue Mila Orari, panggil aja Mila."

"Eh, iya. Mil, boleh nanya letak dapur gak? Gue tadi lupa nanya, hehe."

"Oh, kebetulan gue juga mau ke dapur, yuk sekalian."

Tania hanya mengangguk lalu mengikuti Mila berjalan. Mereka pun berjalan beriringan menuju dapur dengan percakapan-percakapan ringan yang membuat mereka berdua lebih dekat. Sampailah mereka di dapur yang cukup besar dengan semua peralatan dapur yang lengkap meja makan pun terlihat besar cukup untuk banyak orang.

"Lo tahu sejarah gedung ini gak?" tanya Mila sambil memotong cabai merah.

"Enggak, memangnya kenapa?"

"Katanya dulu ada yang bunuh diri di sini dan dia selalu gangguin orang yang nge kos di sini. Makannya Ibu kos ngelarang kita untuk tidur di atas jam dua belas malam."

"Kok gitu, kan kita gak ganggu?" ucap Tania pelan.

"Ya, mungkin karna pengen ada temennya kali," kata Mila, "Dan lo tahu gak?" lanjutnya Mila bertanya.

"Apa lagi?" jawab Tania dengan acuh, dia tinggal di sini mau hidup dengan tenang bukan dengan cerita-cerita mistis yang belum tentu kebenarannya. Tania mempercayai dunia mereka itu memang ada tetapi Tania tak mau mempermasalahkannya, toh Tania juga tidak mengganggu mereka.

"Tiga bulan saat pertama kali gue nge kos di sini, katanya ada seorang cewek yang mati bunuh diri karna depresi diputusin pacarnya, ada yang bilang juga dia mati karna enggak tidur semalaman. Di sini kan kalo udah di atas jam dua belas malam harus udah tidur kalo enggak nanti didatangin sama tuh hantu dan jadi korban."

"Masa iya, sih, Mil? Emang lo pernah liat?"

"Enggak sih. Eh, jangan-jangan, deh kalo ketemu beneran bisa berabe, heheh."

"Lo tahu gak? Kalo kita bicarain hantu mereka bakalan datang karna merasa terpanggil," ucap Tania dengan pelan, matanya melihat sekeliling terlihat mencari sesuatu.

"Lo, jangan nakutin gue napah."

"Lah, kok jadi gue, sih?"

"Yaudah, nih, buat lo," ucap Mila sambil menyodorkan semangkok mie instan buatannya. Tania menerimanya dengan senang hati dan mulai memakannya akan tetapi sudut matanya melihat seorang perempuan di sudut tembok, saat menengok untuk memastikan Tania tidak melihat apa-apa selain tembok bercat putih pucat.

#####

Haiii, terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejak, vote dan komentar.

Misteri Kost Tua [END]Where stories live. Discover now