Prolog

921 89 0
                                    

Dia tahu ada banyak tatapan kasihan tertuju kepadanya.

Seakan keadaannya belum cukup menyedihkan, lagu yang memenuhi aula hotel berbintang lima itu merupakan lagu kesukaannya. Sungguh ironis. Lagu yang seharusnya terputar di hari pernikahannya dengan pria itu, seperti yang pernah dia ucapkan dalam satu dari sekian banyak obrolan mereka, justru mengiringi langkahnya untuk mengucapkan selamat tinggal.

Kedua kakinya masih tertahan, hanya beberapa langkah setelah pintu masuk. Selama beberapa detik, dia membayangkan betapa mudah memutar tubuh dan pergi dari tempat itu. Namun, dia sadar, sudah terlambat belasan tahun untuk melarikan diri. Segalanya sudah menjadi begitu rumit hingga dia yakin, berlari sejauh apa pun tidak akan meringankan sesak dalam dadanya.

Menghela napas panjang, akhirnya dia memutuskan untuk tetap maju. Sudah cukup waktu yang dia habiskan untuk menangis dan meratap. Dia tidak akan memperlihatkan sisi lemahnya. Maka dengan langkah mantap, dia memasuki aula yang hari ini disulap menjadi tempat resepsi pernikahan pria itu.

Mantan kekasihnya.[ ]

Painting Flowers (Pain Series #1)Where stories live. Discover now