Meet Thumb A Ride's Team

500 40 4
                                    

Laisa duduk pada salah satu kursi pantri. Bukan untuk makan, bukan pula untuk mencari konsep iklan. Di hadapannya tergeletak paper bag berwarna cokelat berisikan kemeja Gavin.

Dengan noda darah yang tidak bisa hilang.

Sudah hampir dua minggu kemeja itu berusaha dia selamatkan, entah berapa cara yang telah dia lakukan untuk menghapus noda, tetapi semuanya sia-sia.

"La, kok malah nongkrong di sini?" tanya Jana yang masuk ke pantri dengan botol minum di tangan. "Tadi katanya mau balikin kemeja anak Thumb A Ride?"

"Lagi ngumpulin keberanian, Jan." Laisa mengembuskan napas keras. "Merek kemeja ini bikin kepala gue nyut-nyutan, kebayang mahalnya kalau gue harus ganti pakai yang baru."

Jana selesai mengisi botol airnya, kemudian menjatuhkan diri pada kursi di hadapan Laisa.

"Lo cucinya gimana?" tanya Jana. "Sudah coba pakai odol? Nyokap gue bilang itu manjur, lho."

Laisa mengangguk. "Pakai odol, sabun batang, pemutih baju macam-macam merek. Semua gue coba. Hasilnya nihil."

"Hm, mungkin nggak langsung lo cuci setelah kena darah, ya? Kalau kelamaan memang gitu, La."

Hanya embusan napas keras yang menjadi respons Laisa.

"Yang gue nggak paham, kenapa lo harus ganti rugi, sih?" Jana bertanya dengan kening berkerut. "Kan, kalian tabrakan. Berarti bukan cuma lo doang. Tuh cowok juga andil. Dia bisa menghindar harusnya."

Laisa menggeleng. "Gue yang nabrak dia. Kayak banteng nyeruduk karena sibuk sama hidung. Sumpah, nggak kepikiran bakal ada manusia di kantor lewat tengah malam gitu, Jan."

"Lah, lo bukan manusia?" balas Jana, tawanya berderai. "Sudah, daripada lo pelototin, mending balikin sekarang. Jangan santai-santai lo, kita kick off campaign besar besok."

"Gue kelihatan kayak orang lagi bersantai?" sungut Laisa. "Dengan tampang begini?"

Jana kembali tertawa, melambaikan tangan, dan pergi dari pantri. Laisa pun bangkit dari duduknya, meski nelangsa memikirkan nasib, dia tahu hal ini harus segera dituntaskan. Biarlah sisa bulan ini dia hanya makan siang dengan mi instan.

Kantor Thumb A Ride tidak sulit untuk ditemukan. Laisa hanya perlu keluar dari pantri, lalu melewati lorong dengan lift di sisi kanan dan kiri. Luas ruangannya tidak sampai setengah dari ruangan Jalan-jalan.com, tetapi melalui dinding kaca Laisa melihat orang-orang yang bekerja di dalamnya sangat ceria. Bahkan salah satunya sedang melakukan goyang ngebor yang sempat heboh beberapa tahun silam. Di ujung kanan ruangan terdapat televisi layar datar berukuran besar, dilengkapi sofa dan konsol gim. Dua orang sedang duduk di sana.

Laisa mengetuk pintu, membuat orang yang sedang goyang ngebor menghentikan aksinya. Dia membukakan pintu dilengkapi senyum lebar.

"Mau nawarin promo makan siang, ya?" tanya pria itu.

Mengerjap, Laisa segera menjawab, "Ada Gavin?"

Pria itu mengerang. "Korban baru Gavin? Sayang banget. Gue ucapkan turut berduka cita, deh, dari sekarang." Setelah mengatakan itu, dia memalingkan kepala ke dalam kantor dan berseru, "Gav! Ada yang nyari, nih!"

Satu dari dua orang yang duduk di depan TV menoleh. Laisa tidak menyangka orang yang dia lihat bagian belakangnya saja—mengenakan kaus dan celana pendek bahkan tidak mengenakan sepatu—adalah Gavin. Penampilannya berubah drastis dari pertemuan pertama mereka.

"Hai," sapa Laisa. Tangannya mengulurkan bungkusan yang dia bawa. "Gue mau balikin kemeja lo."

Gavin menerimanya seraya berkata, "Gue kira sudah jadi hak milik."

Painting Flowers (Pain Series #1)Where stories live. Discover now