Part 24 - The Training

1.8K 128 6
                                    

Alby’s POV

‘Wendy, aku rasa Kak Rheva menyembunyikan sesuatu’ mindlinkku pada Wendy.

‘Bagaimana kau bisa berpikir begitu?’ aku mengeluh kecewa. Bagaimana mungkin Wendy tak sepeka itu?

’Maafkan aku’ ucap Wendy sedih. Huft, sekarang aku terlihat yang jahat di sini.

Tidakkah kau tadi samar-samar mendengarnya? Kak Rheva meminta Kak Jon untuk menemani Rommy. Katanya prosesnya belum selesai’

‘Aku tidak mendengar apapun. Mungkin mereka berbicara melalui mindlink seperti kita.’

Mindlinkku dengan Wendy berhenti saat tiba-tiba Kak Rheva berhenti. Kami berhenti di camp pelatihan. Tunggu, camp pelatihan? Untuk apa kita datang kemari. Aku tak punya waktu untuk ini, aku harus menemani Rommy.

“Kau pasti bertanya-tanya kenapa kita kemari. Bukan begitu, Alby?” ucap Kak Rheva tiba-tiba.

“Hmph, tentu saja. Apa yang ingin Kak Rheva katakan? Aku tidak ingin melihat latihan para warrior.”

“Ruby. Namaku Ruby. Kau terlihat lebih bisa berpikir cepat daripada Wendy ya. Tapi, pikiranmu salah. Kita datang ke sini tidak untuk melihat-lihat. Tapi kita ke sini untuk latihan.”

Aku terdiam. Latihan? Aku tak pernah berlatih sekalipun. Sejak di Crisant Moon Pack, aku tak pernah latihan. Hanya sesekali melewati camp pelatihan untuk mengantarkan sesuatu. Hal yang seperti ini..

“A-aku—”

“Aku tau, kau punya kekuatan pelindung yang hebat. Tapi bukan berarti kau tidak membutuhkan latihan. Kau masih ingat, saat kita diserang sekumpulan rouge dulu? Kau masih dengan mudah di serang. Atau kejadian yang menimpa Rommy, ia bisa seperti ini karena kepekaanmu yang kurang.”

Aku terdiam. Aku memang tak bisa apa-apa. Setelah bertemu Rommy, aku merasa puas. Setelah ingatan Wendy kembali, aku merasa cukup. Tak perlu ada yang ditakutkan lagi. Aku sebagai sang pelindung, dan Kak Rheva sebagai sang penyihir, dan akan ada satu lagi sang perkasa. Aku terlalu percaya diri bahwa aku cukup di belakang.

“Kau tidak bisa seperti ini terus, Alby. Kau butuh kekuatan. Ada saatnya dimana kita semua tidak bisa melindungimu, dan hanya kamu sendiri yang bisa.”

Aku mengepalkan tanganku. Benar. Aku tak bisa terus seperti ini. Aku tak ingin hal seperti ini terulang lagi. Aku harus bertambah kuat.

‘Wendy, bagaimana menurutmu?’

‘A-aku—, aku tidak tau’

‘Aku tak tau denganmu, tapi aku akan melakukannya. Kita tidak bisa terus seperti ini.’

“Baiklah, Kak Rheva. Latih aku.” Kak Rheva terlihat tersenyum mantap. Latihan pertamaku, akan segera dimulai.

***

“Akh.” Teriakku saat menerima serangan dari Kak Ruby.

“Bertahan itu baik, tapi jangan lupa untuk melawan. Musuh tidak akan peduli kau mau bertahan atau menyerang. Yang mereka pedulikan adalah mengalahkanmu. Sekarang, serang aku!”

Aku menyerang Kak Ruby dengan cakarku sekuat tenaga. Kak Ruby dengan mudah menghindar. Meski ini latihan pertamaku, Kak Ruby tidak main-main dalam menyerangku. Aku mengalami beberapa luka akibat serangan dari Kak Ruby.

“Gunakan kemampuan bertahanmu dan menyerangmu secara berdampingan. Kau harus bisa memilih waktu kapan kau harus menyerang dan kapan kau harus bertahan.”

Kak Ruby kembali menyerangku dengan cakarnya. Dengan cepat aku mengeluarkan perisai transparan berwarna merah dan langsung menjauh. Tiba-tiba, dalam sekejab mata, Kak Ruby sudah berada dibelakangku dan menendang punggungku dengan keras.

“Akh.” Aku tersungkur akibat tendangan Kak Ruby. Apa-apaan serangan itu? Ini sakit sekali.

“Pertahananmu terbuka lebar. Perisaimu tak bisa melindungi bagian belakang tubuhmu. Kau harus bisa mengatasinya. Jika kau dikepung, kau akan kalah. Tingkatkan kepekaanmu agar kau bisa lebih waspada dengan musuh maupun serangan.”

Aku mengeluh kesal. Aku ternyata selemah ini. Apa yang bisa kulakukan jika aku seperti ini? Aku terlalu percaya diri dengan kekuatan pelindungku. Kak Ruby melatihku dengan serius. Aku juga harus bersungguh-sungguh dalam latihan ini.

Latihan yang ku lakukan memakan waktu lama hingga sore hari. Kak Ruby memberi banyak saran. Aku juga sudah sepakat dengan Wendy untuk bergantian dalam berlatih.  Kak Ruby berpesan untuk latihan selanjutnya meminta bantuan dari Kak Jon.

Tidak apa. Kali ini aku sudah memiliki tekad untuk menjadi lebih kuat. Aku tak ingin menyusahkan banyak orang lagi. Aku harus lebih kuat lagi agar aku juga bisa memjalankan takdirku yang berat ini.

***

Wendy’s POV

Aku sekarang berada di kamar. Menemani Rommy yang masih setia menutup matanya. Kata dokter berkat bantuan dari Kak Rheva, Rommy bisa pulih dengan lebih cepat. Tapi kapan? Aku terus menunggu dan ia masih belum bangun juga.

“Rommy. Bangunlah. Maafkan aku. Ini semua salahku.” Aku menangis di samping Rommy.

“Ini semua salahku. Andai saja waktu itu aku bisa lebih sadar lagi. Andai saja waktu itu aku lebih waspada. Hal ini tidak akan pernah terjadi. Aku bisa membuat pelindung agar panah itu tak mengenaimu. Aku bisa—”

Perkataanku terhenti tiba-tiba saat aku merasakan ada sebuah tangan yang mengelus kepalaku lembut. Tangan ini. Mungkinkah? Dengan cepat aku melihat wajah Rommy. Ia terbangun. Menatapku lembut seperti biasanya.

“Sudahlah, sayang. Ini semua bukan salahmu.” Ucap Rommy dengan berat.

Air mataku semakin deras keluar. Aku sudah tak sanggup lagi menahannya. Aku segera memeluk Rommy, memeluknya dengan erat.

Tbc.

***

Hola, I'm back again
How have you been??
I hope you all safe and sound..
Hehe..

Wendy : Aku, aku senang kau sudah bangun. Rommy.
Rommy : Ugh, kau tak perlu khawatir, sayang. Ouf, ini bukan masalah, kecil.
Wendy : Bagaimana dengan Jack?
Rommy : Agh, ia masih tertidur. Kau tau usah, khawatir.
Wendy : Syukurlah kalau begitu.
Author : Um, perlukan ku beritau kalau kondisi Rommy semakin buruk dengan dipeluknya Wendy?

Ok, mari tinggalkan sepasang kekasih itu.
Silahkan simak spoilernya..

Part 25
Seketika Wendy merasakan aura yang tidak mengenakkan namun familiar. Ia mencium bau bahaya. Bau orang asing yang belum pernah ia cium sebelumnya. Baunya berasal dari arah balkon. Seketika setelah Wendy tau, ia mematung.

Wadaw, Ada apa ini??
Hrmmm, mencurigakan.
Oh iya sekedar info, penciuma Wendy sudah kembali.
Ya kecuali Ia tak bisa mencium aroma matenya, sedih.

No olvides votar y comentar
Don't forget to vote and comment

Rommy : Ugh, Wendy. Kau terlalu, kencang.
Wendy : Ah, maaf.

Protective Wolf [Complete]Where stories live. Discover now