🥀 Persaingan

46.8K 1.7K 86
                                    

Jangan lupa follow akun Instagram aku @Kissa_al07 untuk mendapatkan informasi terupdate cerita ini

Terima kasih masih setia menunggu:)

~Happy Reading~










Walau keberadaannya tidak dianggap oleh putranya Argio masih bertahan di tempat itu. Melihat keakraban Rio dengan Levin membuat hatinya sakit dan cemburu. Ayah mana yang tak sakit hati dan cemburu melihat putranya lebih akrab dengan orang asing dibanding dengan dirinya yang merupakan ayah kandung dari bocah itu.

"Om, nanti belikan lagi Levin balon yang banyak. Nanti balonnya digantung di atas sana." Levin menunjuk ke atas langit-langit rumah.

"Ayah bisa belikan kamu balon lebih bagus dari dia. Balonnya pun bisa dinaiki dan bawa kita terbang," sahut Argio berusaha menarik perhatian putranya.

Levin menoleh ke arah Argio yang langsung memasang senyuman lebarnya."Masa ada balon kayak gitu sih. Memangnya balon apa?"

Levin mendekati Argio dengan raut wajah keheranan. Melihat Levin merespon ucapannya membuat kebahagiaan meletup-letup dalam benaknya. Ia mengambil ponselnya di saku celana lalu memperlihatkan foto balon udara.

"Lihat, ini balon udara. Bukan hanya bisa terbang dia juga bisa kita naiki. Levin mau naik ini sama Ayah?" tawar Argio.

Bocah itu tampak takjub melihat foto balon udara yang Argio perlihatkan.

"Levin mau naik ini," ucap Levin menunjuk-nunjuk layar ponsel Argio."Tapi Levin nggak mau naiknya bareng Om, maunya sama Mama dan Om Rio," balas Levin dengan wajah sumringah.

Wajah Argio langsung berubah masam sementara Rio berusaha menahan tawanya. Argio menatap ke arah Rio dari tatapannya pria itu seolah berkata,"Apa yang kamu lakukan sampai anakku akrab denganmu."

"Om, marah?" tanya Levin melihat wajah merenggut Argio.

"Tidak!" jawab Argio cepat. Levin hanya ber'oh saja dan kembali bermain dengan Rio yang begitu pandai menarik perhatian Levin. Bagaimana tidak akrab, dari Levin kecil, Rio yang menjaga bocah itu sampai usianya sebesar ini.

Argio melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sepertinya ia harus pulang, ia tidak mungkin berada di tempat ini terlalu lama mengingat ada pekerjaan yang harus ia selesaikan. Andai tidak ada pekerjaan sudah pasti seharian ia berada di sini apalagi melihat putranya tidak membuat ia bosan meski hatinya agak tersakiti dengan ucapan Levin yang terdengar halus namun menusuk.

Argio bangkit dari tempat duduknya, tangannya terulur mengusap puncak kepala Levin. Bocah itu hanya menatap sekilas pada Argio, seolah Argio bukan orang yang terlalu penting bagi Levin. Sepertinya Argio harus banyak-banyak sabar untuk mendapatkan hati anaknya sendiri.

"Jaga anakku dengan baik. Awas bila dia kenapa-kenapa!" Argio menyorot tajam ke arah Rio.

"Tanpa ada suruh pun saya akan menjaga Levin. Dia sudah saya anggap seperti anak sendiri," balas Rio yang seolah tak mau kalah.

Rio memeluk Levin lalu mengecup pipi bocah itu, hal yang tidak bisa Argio lakukan. Melihat itu membuat Argio mengepalkan kedua tangannya. Tak ingin berlama-lama dan menguras emosinya Argio beranjak dari tempat itu sebelum pergi meninggalkan rumah ini ia mencari-cari keberadaan Naya.

Senyuman Argio mengembang melihat Naya tampak sibuk menyiram bunga hias di halaman rumah. Meski belum mendapatkan hati anaknya ia masih memiliki kesempatan mendapatkan Naya.

Apa ia nikahi Naya saja dulu setelah itu baru mendapatkan perhatian Levin. Ia takut Rio juga menaruh perasaan berlebih pada Naya. Kini, Argio melangkah mendekati Naya lalu dengan gerakkan terduga memeluk Naya dari belakang membuat wanita memekik terkejut.

"Argio!" Naya berusaha melepaskan diri dari pelukan Argio.

"Biarkan seperti ini, Naya," ucap Argio seperti terdengar memohon. Ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Naya, membuat wanita itu semakin tak nyaman.

"Kenapa Levin sangat sulit didekati?"

Naya yang awalnya memberontak langsung terdiam. Ia menoleh menatap Argio yang menampilkan raut wajah memelas.

"Wajar Levin tidak mau didekati olehmu. Dari sejak dia lahir kamu tidak pernah ada bahkan saat ia tumbuh sebesar ini."

"Itu karna kamu kabur dariku. Andai kamu tidak kabur sampai sekarang kita masih bersama membentuk keluarga kecil yang bahagia."

Naya terkekeh sinis mendengar ucapan Argio."Aku kabur darimu karna kamu meragukan anak yang aku kandung. Tunduhan kamu itu sangat merendahkan harga diriku seolah aku perempuan gampangan yang mudah tidur dengan laki-laki manapun! Sekarang untuk apa mendekati Levin bukankah dia anak dari laki-laki lain?

Argio langsung terdiam kehabisan kata-kata. Perlahan pelukannya terlepas.

"Ma-maafkan aku, Naya. Aku hanya_" Belum sempat Argio menyelesaikan ucapannya Naya dengan cepat menyela.

"Hanya apa? Jika dulu kamu tidak berniat bertanggung jawab jangan pernah menjanjikan apapun padaku. Aku tidak butuh tanggung jawabmu. Masih banyak laki-laki di luaran sana yang siap menjadi ayah sambung untuk Levin," sarkas Naya dengan menggebu-gebu.

Argio dengan cepat menggeleng ia kembali memeluk Naya."Tidak. Jangan seperti itu Naya. Aku ayah kandungnya tidak ada yang boleh menggantikan posisiku," rengek Argio tampak ketakutan.

Sama saja Naya akan menikah dengan pria lain. Membayangkannya saja sudah membuat Argio ketakutan. Bibir Naya berkedut hendak tertawa dengan sikap Argio yang tak terduga.

"Kenapa kamu datang lagi ke sini!" Suara lantang seorang wanita membuat keduanya tampak terkejut. Mata Argio membulat sempurna melihat ibu Ani yang baru pulang dari minimarket melangkah lebar ke arah Argio.

"Sudah saya katakan berkali-kali jangan pernah datang dan menemui anak saya!" sambung ibu Ani marah.

"Maafkan saya, Bu. Tapi untuk menjauhi Naya dan Levin saya tidak bisa. Akan saja perjuangkan mereka berdua."

Ibu Ani berdecak mendengar jawaban Argio. Sepertinya pria itu tak mudah mundur untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.


Argio melangkah gontai memasuki apartemennya sambil memijit tengkuknya. Hari ini benar-benar melelahkan bagi Argio bukan hanya fisik tapi juga hatinya. Sangat melelahkan bolak-balik dari Jakarta ke Surabaya. Jika tidak seperti itu ia tidak bisa menemui Naya dan Levin. Ia tidak ingin Rio semakin memiliki kesempatannya mendekati Naya.

"Paman?" Argio tampak terkejut mendapati Hendrik sudah duduk di sofa dalam apartemennya.

"Ke mana saja kamu? Dari kemarin aku mencari-carimu. Orang tuamu juga menanyakan kabarmu, Argio," ucap Hendrik menghujami pertanyaan.

Argio melangkah mendekati Hendrik lalu menjatuhkan dirinya di sofa. Ia melirik Hendrik yang menatap heran ke arahnya.

"Kamu kenapa? Wajahmu terlihat suram."

Argio tersenyum tipis.

"Paman tahu, aku sudah menemukan Naya. Ternyata selama 5 tahun ini dia bersembunyi di kota Surabaya."

Mata Hendrik melebar sempurna mendengar itu."Ka-kamu menemukan keberadaan Naya?"

Argio mengangguk mengiakan.

"Bahkan Naya sudah melahirkan anakku."

Hendrik terdiam sejenak tidak langsung menjawab. Ia tidak menyangka Argio akan menemukan Naya setelah 5 tahun mencari. Tapi bukankah itu bagus, Argio memang harus mengetahui tentang anaknya. Lalu bagaimana reaksi Naya setelah Argio menemukannya?

"Kenapa kamu begitu yakin itu anakmu. Bukankah kamu meragukannya?" Tiba-tiba saja Hendrik melontarkan pertanyaan tersebut.

Argio melirik tajam pada Hendrik."Apa paman sedang menyindirku?"

Pelayan Perawan Milik Tuan MudaWhere stories live. Discover now