3. Kisah Sang Ratu (Part 3)

330 5 0
                                    

"Aku ingin menjadi prajurit istana Galuh," kata Enah sambil bertepuk tangan.

"Aku juga," kata Nyonyon.

Enah merengut padanya. "Hanya perempuan yang bisa menjadi laskar istana Galuh."

"Aku bisa menjadi yang pertama," jawab Nyonyon sambil melipat tangannya.

"Mustahil kamu bisa," kata Enah dengan tinju terkepal.

"Mengapa mustahil aku bisa—"

"Apakah mereka menemukan penyihir itu?" Dikdik bertanya sambil mengangkat kepalanya memandang perempuan tua itu.

"Ya," katanya, "seperti yang dikatakan pandita Bujangga Manik, penyihir itu ada tinggal di sebuah gubuk. Para prajurit yang dikirim termasuk yang paling perkasa di negeri saat itu, dan mereka membawa seorang prajurit baru bersama mereka, untuk menunjukkan kepada gadis muda itu bagaimana punggawa istana bekerja."

"Mereka berbaris menuju ke gubuk dengan serentak dan semangat. Merupakan bagian dari kekuatan terbesar di kerajaan dan belum pernah terkalahkan, selalu menang dalam setiap pertempuran. Mereka menerobos ke dalam gubuknya dengan pedang tajam dan perisai baja, mengharapkan pertarungan yang akan mereka ceritakan selama bertahun-tahun kemudian."

"Mereka mengira akan diserang dengan mantra sihir yang dahsyat, tapi yang menghantam mereka hanyalah bau tuak basi."

"Mereka tidak menemukan apa yang mereka anggap penyihir, tetapi seorang perempuan berbaring telungkup di tanah, kendi kosong yang pernah berisi tuak berserakan di seluruh penjuru. Perempuan itu tampak muda, belum berusia 30 tahun, tetapi rambutnya panjang tak terawat dan pakaiannya pudar dan tua, seakan dari masa Taruma berjaya. Seekor kucing hitam dengan mata manusia sedang menjilati tubuhnya sendiri di pojok. Jaring laba-laba menguasai setiap sudut siku dalam gubuk, dan perempuan itu terbaring di tengah-tengah."

"Para prajurit bingung, apakah dia penyihirnya? Karena tidak ada pilihan lain, mereka menggotongnya sambil menutup hidung menahan baunya yang menusuk, dan mereka membawanya ke istana kerajaan."

"Orang-orang yang menonton para prajurit pulang berbaris yang masih hidup sejak hari itu akan bercerita bahwa meskipun dia terlihat dan berbau seperti perempuan sakit jiwa, tatapan matanya tidak menunjukkan kegilaan atau tanda-tanda mabuk tuak. Matanya tajam setajam elang."

"Mereka membawanya ke balairung istana dan melemparkannya ke lantai untuk berlutut di hadapan Ratu."

"'Siapa namamu?' tanya Sri Ratu Pwahaci dari singgasana sang raja yang sedang tidur panjang. Perempuan itu bahkan tidak berdiri saat dia menggumamkan sesuatu.

"'Apa?' tanya ratu sambil mencondongkan tubuh ke depan.

"Penyihir itu mengangkat kepalanya, dan orang-orang yang awas penglihatannya menangkap kecantikan yang unik di balik kerak lumpur dan kotoran yang seperti sudah menjadi bagian dari wajahnya. Tersenyum dengan senyum yang sinis, dia berkata, 'Aku membuangnya.'"

"Pandita yang duduk bersimpuh di lantai nyaris tertawa. 'Kamu membuang ... namamu?' tanyanya."

"Perempuan penyihir itu mengangkat bahu tak acuh. 'Aku tidak membutuhkannya lagi,' katanya, 'jadi aku membuangnya.'"

"Tinju ratu mengepal dan suaranya naik satu laras slendro. 'Lalu bagaimana,' kata Sang Ratu, kami harus memanggilmu?'"

'Apapun yang kau mau,' jawab wanita itu sambil tetap tersenyum.

"'Penyihir, kami memanggilmu karena kami punya masalah,' kata pandita, 'Raja kami—'

"'Sekarat,' kata perempuan itu."

"'Apa?' tanya sang pandita kaget."

"'Rajamu sedang sekarat,' jawab penyihir itu. 'Besok, saat matahari terbit, tubuhnya akan menyerah, dan kemudian dia akan mangkat dalam tidur yang tak berujung.'"

"'Bagaimana kamu bisa tahu ini?' Sri Ratu bertanya dengan mata menyipit."

"Penyihir itu menatapnya sejenak, dan kemudian mengedarkan pandangannya kepada yang lain, lalu berkata, 'Aku tahu banyak hal.'"

"'Bisakah kamu menyembuhkan baginda Raja?' tanya pandita memohon.

Penyihir itu berpikir cukup lama sebelum menjawab, 'Ya. Aku bisa.'"

"Sri Ratu Pwahaci sangat marah. 'Bagaimana kita bisa mempercayai perempuan berbau busuk dan buruk rupa ini? Bagaimana jika tenyata dari semula dialah yang mengirimkan guna-guna untuk menidurkan baginda?'"

"'Jika aku ingin membunuh raja kalian,' kata penyihir itu dengan suara lantag dan cukup jelas untuk didengar semua orang di ruangan itu, 'dia akan mati sekarang juga, berkali-kali sebanyak yang kumau.'"


BERSAMBUNG

Penyihir Kota KembangWhere stories live. Discover now