12. Five Magic Club (Part 1)

63 4 0
                                    

"Ada tambo yang biasa dinyanyikan ayahku kepada kami di malam hari, tapi aku tak dapat mengingatnya. Setiap malam aku emncoba, tapi aku tidak bisa mengingatnya. "

-Citraloka, Penyihir Kota Kembang

"Aku tidak percaya kamu belum pernah pergi ke klub sebelumnya," kata Ametia pada Ataya Khirani sambil memasang simpai.

Khiran menatap dirinya di cermin. Dia memakai gaun yang paling ketat, yang paling pendek, dan paling memalukan yang pernah dia pakai. Dia merasa ... telanjang.

"Menurutmu bibi apakah ini tidak terlalu berlebihan?" tanya Khiran. "Aku merasa ini terlalu berlebihan."

"Gaun hitam yang indah," kata Ametia, menghampirinya dan melihat mereka berdua ada di cermin. "Dan kamu wanita cantik."

"Umurku baru delapan belas," kata Khiran. "Gaun ini kekurangan kain."

Mata Ametia berputar. "Oke, itu gaun pendek yang cantik, dan kamu wanita muda yang cantik." Dia menyentuh anak rambut yang tersesat di kepala Khiran dan meletakkan jepit emas di atasnya. "Senang?"

Khiran mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Maksudku, aku masih terlalu muda untuk—"

"Tidak lagi," potong Ametia, kepalanya bersandar di bahu Khiran.

Khiran berbalik dan menatap Ametia, lalu dia kembali menatap cermin.

Wajahnya sendiri yang sudah lama dikenalnya, kini semakin dewasa. Tulang pipinya menjadi lebih tegas, dan tonjolan dadanya mengisi gaunnya. Gaun itu membentuk lekuk huruf S yang membungkus pinggulnya. Dia tidak bisa mengenali dirinya sendiri di cerimin itu. Tidak juga. Tidak lagi.

Dia melihat bayangan Ametia, Ametia yang begitu percaya diri dan cantik dan sangat ... keren.

Dia menarik napas dalam-dalam.

" Aku kadang suka gugup kalau berada dekat orang lain. Aku menjadi gelisah tak menentu, dan sejak pengangkatan, "dia menatap jari-jari tangannya," kekuatanku lebih selaras dengan suasana hatiku, lebih daripada sebelumnya. "

"Tapi, bukankah itu bagus?" Ametia berkata, mengarahkan Khiran untuk menghadapinya. "Sekarang, kamu bisa lebih mengendalikan kekuatan sihirmu."

Khiran menatap Ametia. "Tapi itu tetap saja berarti aku bisa kehilangan kendali saat emosi. Kadang-kadang aku bisa merasakannya, bi Ame."

Ametia memegang wajah Khiran dengan kedua tangannya. "Merasakan apa, sayang?"

Citraloka masuk ke kamar yang penuh dengan hamparan pakaian dalam, gaun, dan alat rias, dan tertegun.

"Oh," katanya.

Ametia melambai dan tersenyum. "Selamat malam, Citraloka."

Khiran juga tersenyum malu-malu saat menyapanya. "Selamat malam."

Mata Citraloka tertuju ke Khiran dan sedikit melebar.

"Oh," katanya sekali lagi.

Ametia menunjuk ke arah Khiran. "Kita sudah siap untuk pergi ke Five Magic Club. Ini malam pertama Khiran. "

Citraloka mengangguk. "Ya."

"Apakah ..." Khiran tergagap, "apakah tidak apa-apa aku ikut?"

Citraloka mengangguk lagi, menatapnya dari atas ke bawah, dan mengangguk lagi. "Baik. Iya. Baik. Pastinya."

"Bagus." Ametia berkata dengan acungan jempol.

"Bagus." Citraloka berkata perlahan sambil keluar ruangan.

Khiran menoleh ke Ametia. "Apa menurutmu dia tidak suka aku ikut?" Dia bertanya, matanya melebar. "Aku rasa dia tidak suka kalau aku—"

Ametia meraih bahu Khiran dan menampar pipinya.

"Aduh!" jerit Khiran. "Kenapa bibi menamparku?"

Ametia memikirkannya sejenak. "Sejujurnya, aku tidak tahu kenapa," katanya. "Tapi otakmu sering kacau, dan Citraloka tidak membencimu. Ambumu hanya... Dia aneh. "

Khiran kembali ke cermin dan melihat dirinya dengan gaun hitam pendek yang cantik. "Dia bukan ambuku," katanya. "Dia ... Citraloka."

Ametia menatapnya sejenak. "Aku mengerti." Hanya itu yang dia katakan.

Khiran berbalik, dan sekilas cahaya terpancar di matanya. Dia menyeringai. Bahkan seringainya membuat Ametia bergidik.

"Aku siap," katanya."Ayo kita pergi ke klub!"


BERSAMBUNG

Penyihir Kota KembangМесто, где живут истории. Откройте их для себя