03

12 6 0
                                    

Entah apa yang merasuki Bagas, malam ini ia memilih untuk datang ketempat Davina bekerja. Kali ini baju yang ia kenakan bukan seperti biasa dirinya hendak menjadi driver ojek online. Malam ini ia berpakaian santai, dengan celana pendek abu-abu selutut dipadukan dengan baju lengan pendek berwarna biru tua serta sendal Eiger.

"Silahkan.. mas, mau pesan apa?" tanya seorang pelayan yang menghampirinya.

Spontan Bagas menjawab, "Davina." Sontak pelayan itu kebingungan, bukan menu makanan yang dipesan Bagas justru menyebut nama Davina.

"m-- maksud saya, saya mau pesan ayam goreng dua, minumnya, lemon tea dua juga." Bagas.

"Ada lagi?"

"Saya boleh request?" sambung Bagas.

Setelah menunggu beberapa saat, makanan yang Bagas pesan akhirnya sampai, namun ada sedikit yang berbeda, Davina. Davina yang mengantarkan makanan Bagas.

"Silahkan... Ma-- lah, heh tabung gas LPG ngapain lu ruquas request segala pengen gw yang anter makanan lu." ucap Davina dengan sedikit emosi namun nada bicaranya tetap pelan.

"Terserah gw dong, sekarang lu duduk dulu, temenin gw makan. Lu belum makan dari siang kan?"

Davina terdiam, bagaimana bisa Bagas mengetahui bahwa dirinya belum makan dari siang, bukan, bahkan ia belum makan sejak pagi, ia terlalu kalut dengan masalahnya hingga lupa untuk makan.

Namun Davina segera menepis, ia berpikir jika mungkin itu hanya sebuah kebetulan saja.

"Gw udah bilang sama temen lu kok, tenang aja. Lu makan dulu sama gw, baru setelah itu lu balik kerja." bukan hanya perkataan yang Bagas berikan, ia juga menggeser tempat duduk untuk Davina, serta mengambil nampan yang semula Davina pegang dan meletakkannya pada meja.

"Sekarang lu duduk." lagi, ia merangkul bahu Davina dan mengarahkannya untuk benar-benar duduk.

Davina hanya terdiam, ini adalah perlakuan yang sungguh manis baginya. Belum pernah ia diperlakukan seperti apa yang Bagas lakukan padanya saat ini.

Tanpa banyak berbicara Bagas dan Davina mulai makan bersama. Beberapa teman Davina berbisik saat melihat Davina bersama Bagas.

"Makasih, buat makanannya." Davina langsung mengucapkan terima kasih setelah ia menyelesaikan makannya.

"Cara makan lu sama kaya dia, haha." Bagas tertawa hambar pada akhir kalimatnya, "Sama-sama." timpalnya lagi.

Davina membereskan piring dan peralatan makannya, lalu membawanya kebelakang. Setelah mendapatkan bill dari pelayanan, Bagas segera pergi.

***

Jam kerja Davina telah usai, ia segera pulang. Davina masih teringat dengan perlakuan Bagas padanya. Mereka baru bertemu beberapa kali, namun sikap Bagas begitu hangat kali ini. Tanpa ia sadari teryata sebuah lengkungan tercipta begitu jelas dibibirnya.

"Woy!"

Davina tersentak, lamunan Davina buyar. Saat ia melihat sosok yang membuat dirinya terkejut, Davina lebih terkejut lagi.

"Loh, kok lu disini lagi?"

"Gw nunggu lu balik, hehe."

Teryata itu Bagas, tanda tanda mulai bermunculan dibenak Davina.

"Nunggu gw? Kenapa?"

"Mau anter lu pulang."

Mata Davin terbelalak, "Tapi gw mau naik angkot, gw juga takut kalo gw diapa-apain sama lu dijalan."

"Dih, pikiran lu jahat amat. Niat gw baik ya, mau nganter lu pulang tanpa argo loh, alias gratis."

Kesal dengan Davina, Bagas lagi-lagi menariknya, dan memaksa Davina untuk naik.

"Kasar lu! Gw bisa pulang sendiri, gw gak perlu tumpangan." Davina kembali menekankan.

Sebuah angkutan umum berhenti tak jauh dari mereka. Davina segera naik kedalam angkot dan meninggalkan Bagas tanpa basa basi.

Tanggapan Davina yang sebelumnya baik terhadap Bagas kini menjadi sebaliknya. Davina yang berpikir jika Bagas sosok yang keras namun lembut, kini justru ia berpikiran jika Bagas sosok yang keras juga kasar.

***

Sudah cukup untuk hari ini, saatnya bagi Davina memejamkan matanya. Davina menatap dinding-dinding langit, pikirannya kembali melayang pada Bagas. Kembali ia teringat bagaimana perlakuan Bagas yang menurut Davina cukup kasar. Bukan hanya itu, perkataan Bagas tadi seakan menyepelekan jika Davina sangat membutuhkan tumpangan. Tak terasa sebuah cairan bening mengalir dari sudut matanya.

"Apaan sih, kok gw nangis. Emang dia siapa, gw kenal aja cuma begitu doang." Davina menghapus air matanya dan memaksakan matanya untuk terpejam.



Satu Cup Ice Cream Ditempat Yang Berbeda (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang