Lily bingung saat mengangkat telepon Davina. Padahal baru saja sambungan telepon keduanya terputus, bahkan Lily belum benar-benar tertidur tapi sekarang Davina justru kembali menelepon dirinya sembari menangis.

Davina tidak menjelaskan, ia hanya menangis tanpa menjelaskan apapun. Tangisnya terdengar begitu sakit. Lily hanya diam, mendengarkan isakan sahabatnya.

"Lily... K-kapan aku bisa kaya orang-orang, hiks...." ucap Davina dengan terbata-bata.

"Davina... Kamu gak perlu jadi kaya orang-orang, kamu bisa ciptain diri kamu sendiri, dengan versi kamu." Lily tahu, bukan kata-kata itu yang ingin Davina dengar saat ini. Tapi Lily tak bisa berkata apa-apa.

"Argh... Lily, dada aku sesek, aaarrggg...."

Davina memutuskan sambungan teleponnya begitu saja. Davina menangis, dada nya begitu sakit.

Flashback on

"Eh, Bagas bikin status kok kaya foto cewek, ya..."

Davina membuka pembaruan status Bagas.

Deb!

Prasaan Davina tersengat saat melihat foto yang Bagas unggah. Seorang wanita menggunakan jilbab berwarna kuning sedang memegang ponsel. Diserta keterangan, "Hey, dia bidadariku. Dia satu-satunya, i love you honey..."

Dan ketika Davina selesai mengamati foto tersebut, Bagas kembali membuat sebuah pembaruan status berisikan sebuah kata-kata.

"Tidak semua hal harus gw publish. Dan hubungan adalah hal yang menurut gw gak terlalu penting untuk gw publish, faham."

Entah, rasanya seperti kata-kata itu ditunjukan memang untuk Davina. Davina kembali melihat foto wanita itu, "Oh... Haha... Jadi ini pacarnya? Wow, hebat banget, haha... Jadi kedekatan gw sama dia itu apa? Haha...." Davina tertawa tak karuan, ya itu adalah respon dirinya melawan perasaan  yang sebenarnya tersayat.

Flashback off

Perempuan mana yang tidak sakit hati saat dirinya tahu, jika ia hanya menjadi pemeran pengganti disaat pemeran utama sedang tidak ada. Secara tidak langsung Bagas mempermainkan.

Kedekatan yang terjalin itu, apa itu hanya sebuah lelucon bagi Bagas? Bukankah dirinya yang datang pertama kali? Bukankah dirinya yang menggoda Davina? Ya, memang Davina juga salah karena telah menaruh hati pada seseorang yang ingin bercanda dengannya. Tapi, itu tak akan terjadi, jika kedatangan Bagas hanya ingin sekedar kenal, maka tak seharusnya ia memberi sebuah harapan yang begitu jauh, seakan dirinya juga menginginkan Davina.

Davina seorang gadis yang tidak mengerti sosok ayah, dan berharap  perhatian dan kasih sayang dari Bagas bisa menggantikan sesuatu yang tak bisa ia dapatkan sejak kecil. Bagas berlaga seolah kembali menghidupkan kata cinta yang tidak pernah Davina percaya. Tapi sekarang, Bagas kembali menghancurkan itu.

"Kenapa? Apa salah gw?! Lu padahal tau, bagaimana gw, lu bahkan lebih tau semua hal tentang gw dari pada Lily. Lu tau luka gw, tapi kenapa lu justru ngasih luka baru?!" Davina meracau sembari melihat foto Bagas dan dirinya.

Postingan Bagas adalah peringatan agar Davina tak lagi menggangu dirinya. Agar Davina tak lagi bertanya mengenai dirinya. Tapi kenapa, Bagas kembali menarik dirinya disaat ia sudah memutuskan semua itu, Bagas menyuruhnya kembali tapi kenapa Bagas mematahkannya lagi?

Kemarin, ia mengatakan jika dirinya sudah tidak percaya perempuan, ia tak percaya kata setia, bahkan ia mengatakan jika ia sudah malas menjalin sebuah hubungan, tapi sekarang, ia justru menunjukkan semuanya secara terbalik.

***

Tiga hari setelah itu, Davina benar-benar merasa kosong. Walau begitu, Davina tetap bekerja, ia mencoba untuk menyembunyikan semuanya. Mencoba untuk terlihat tidak ada yang salah pada dirinya. Dirinya mencoba menutupi itu, setelah kembali pulang, ia hanya akan menangis dan bertanya-tanya tentang tujuan Bagas melakukan semua itu.

Davina membuka ponselnya, memperhatikan semua notifikasi pesan yang masuk namun tak ia balas juga.

Panggilan suara masuk "Lily"

Sahabatnya memang telah beberapa kali menghubungi Davina, tapi Davina tidak mengatakannya, Davina hanya memandangi layar ponselnya sembari menunggu panggilan itu mati dengan sendirinya. Tapi kali ini ia berniat untuk menerima panggilan telepon itu.

"Davina.... Akhirnya, aku khawatir tau. Mmm kenapa kamu matiin telepon aku gitu aja malem itu?" Lily.

Mata Davina mulai berkaca-kaca, ia kembali menangis. Akhirnya Davina bercerita mengenai Bagas.

"Vin, k-kamu serius? Bagas udah punya pacar?"

Davina tak menjawab, ia yakin setelah ini Lily akan memarahinya karena waktu itu ia memilih kembali dengan Bagas.

"Emang ya, semua laki-laki itu brengsek. Bajingan! Sumpah, Vin. Dia jahat banget."

Davina yang mendengar Bagas dicap "Jahat" merasa tak terima. Karena menurutnya Bagas tidak sepenuhnya salah, sejak awal Bagas sudah memberinya peringatan walau kata-katanya tidak sesuai.

"Ly, stop! Hiks, kamu jangan cap dia jahat... Ini juga salah aku, Ly, hiks... Aku yang terlalu berharap."

"Gak, Vin. Cukup kamu bela dia selama ini, dia emang se-brengsek itu, dia se-bajinga itu. Bukannya dia tau luka kamu? Lantas, kenapa dia justru menambahkan luka baru lagi buat kamu?" Lily tak habis pikir bagaimana sahabatnya itu masih bisa membela orang yang sudah menyakitinya.

"Tapi, aku gak boleh egois, Ly. Dia berhak memilih. Sebenarnya aku udah tau perempuan itu, dia mantannya. Aku kira dia udah jadi masa lalunya, tapi teryata..."

"Iya, makannya udah, Vin. Gak usah kamu hubungin dia lagi, kamu jauhin dia."

Davina memang akan menjauhi Bagas, ia akan pergi tanpa pamit. Ia akan menghilang, ia akan berusaha melakukan semua itu.

Satu Cup Ice Cream Ditempat Yang Berbeda (End)Where stories live. Discover now