09

8 4 0
                                    

Hari ini Davina tidak masuk kerja dengan alasan jika badannya masih belum vit. Sebenarnya badan Davina sudah membaik, hanya saja ia sedang malas untuk melakukan aktivitas.

Davina masih teringat Bagas dan apa hubungan Bagas dengan Aura. Jika Aura memang mantannya, mengapa sesering itu keduanya berinteraksi. Sikap Bagas juga mulai berubah, bahkan ketika Davina tidak menghubungi pertama, Bagas tidak ada inisiatif untuk mencoba menghubungi Davina.

Davina terjebak dalam rasa nyaman.

Sebuah harap tersirat saat Davina membaca chat nya yang lalu dengan Bagas. Bagas yang saat itu sering membuat sebuah lelucon untuk menghibur Davina, atau sekedar memberi pesan stiker lucu yang cukup membuat Davina tertawa. Tapi sekarang sikap itu mulai memudar. Apa ini yang disebut dengan hanya sekedar penasaran?

Walau Davina sedang malas untuk melakukan apa-apa tetapi tetap saja ia membutuhkan sesuatu untuk mengisi perutnya.

Inget, nangis juga butuh tenaga (author)

Davina keluar dari kamarnya hendak membeli makanan. Davina belum memikirkan hendak membeli apa yang terpenting ia sudah keluar dan mencari apa yang akan membuat mulutnya sedikit merasa dimanjakan.

Saat Davina membuka gerbang kos, yang pertama kali Davina lihat adalah Bagas. Bagas ada dihadapannya dengan sebuah tentengan ditangan kanannya.

Niat awal Davina keluar mencari sesuatu akhirnya tak jadi. Ia merasa kehilangan minat begitu melihat Bagas. Ia kecewa pada Bagas, tapi ia juga ingin memeluk Bagas karena rindu, tapi Davina harus menahan diri, jika begitu Bagas akan semena-mena terhadap nya.

"Vin, kamu sakit? Kenapa gak chat aku? Kenapa aku harus tau keadaan kamu dari orang lain?" Bagas bertanya seperti seorang reporter.

"Emang kamu peduli sama aku? Bukannya kamu lebih seneng kalo aku gak ganggu kamu sama Aura ya?" Davina tak bisa menahan lagi prihal rasa penasarannya pada Aura.

"Ah, Aura lagi. Sekarang gini deh, kamu ijinin aku ke kamar kamu, nanti kamu makan dulu, aku udah bawain kamu bubur. Setelah itu kamu bebas mau nanya apa aja." Bagas.

Davina tak menjawab lagi, ia membuka pintu gerbangnya sedikit lebih lebar dari sebelumnya, lalu kembali menuju kamar nya diikuti oleh Bagas.

Davina segera memutar kunci ia masuk, pintu kamar ia biarkan terbuka. Tirai yang tadinya masih tertutup ia buka hingga sinar mentari bisa mengintip dari celah ventilasi.

"Aku masuk ya, Vin."

Davina mengangguk, namun masih dengan ekspresi yang datar.

"Kamu inget perjanjian kita dibawah tadi? Kamu makan dulu bubur yang aku bawa, baru dari situ kamu tanya aku, yaa..." ucap Bagas sembari membuka bungkus yang ia bawa tadi.

Davina segera memakan bubur yang Bagas bawa, dengan cepat ia menghabiskan setengah dari porsi bubur itu.

"Udah, aku kenyang." kata Davina setelah meminum air putih sebagai tanda jika ia sudah selesai.

Bagas tersenyum, lalu mempuk-puk kepala Davina halus. Jujur, perasaan Davina tidak karuan, ia merasa berbunga-bunga tapi, ia harus menahan reaksi alami yang seharusnya ia keluarkan pada saat merasa berbunga-bunga, contohnya tersenyum.

"Gak sabar ya, mau interogasi aku?" Bagas.

Davina memutar bola matanya malas.

"Jadi, apa yang mau kamu tau, hah?"

Davina bingung harus dari mana ia memulainya. Hingga karena kebingungannya itu hening tercipta diantara mereka.

"Kok diem? Kamu mau tanya soal Aura?"

"Oke, aku ceritain sedikit soal Aura. Aura itu mantan aku, oke. Dia udah jadi masa lalu aku, kita udah gak punya hubungan, aku cuma ngejaga tali silaturahmi aja. Emang salah mempunyai hubungan yang baik sama mantan?" sambung Bagas menjelaskan.

Davina diam lagi, ia juga bingung bagaimana meresponnya. Tapi, hatinya sedikit tenang setelah mendapatkan penjelasan dari Bagas.

"Tapi, kenapa kamu gak bilang dari kemarin kalo dia itu mantan kamu?" Davina.

"Ya, emang aku salah. Makannya tujuan utama aku kesini, aku mau minta maaf." Bagas menjeda kalimatnya, "Maaf ya, gara-gara aku kamu jadi kepikiran, sampe sakit kaya gini." sambungnya.

Walaupun yang Bagas katakan adalah fakta, Davina tak ingin Bagas merasa kepedean.

"Dih, emang udah waktunya sakit. Toh emang aku kurang istirahat akhir-akhir ini."  Davina.

"Oh gitu, aku kira karena aku. Terus aku kira kamu sakit karena kangen juga sama aku, jadi kamu gak mood buat makan, saking nahan kangennya." ucap Bagas dengan pede-nya.

Davina menepuk paha Bagas.

"Dih, kepedean.''

"Tapi, bener kan? Ututu.. bocil aku, sini peyuk."

Bagas merangkul Davina. Dan dengan begitu Davina pun memaafkan Bagas, ia kembali untuk memperbaiki semuanya.

Sebenarnya masih ada yang ingin Davina tanyakan prihal hubungan mereka. Mau bagaimana kedepannya? Tapi Davina rasa ini bukan waktu yang tepat.

"Udah ya bocil jangan cemburu-cemburuan lagi, sok sok-an ngilang biar dicariin, aku bukannya gak peduli, emang aku lagi sibuk. Aku lagi kejar target. Nih kalo senggang kan aku cariin kamu." ucap Bagas lalu mengecup rambut Davina beberapa kali.

Satu Cup Ice Cream Ditempat Yang Berbeda (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang