12

11 5 1
                                    

Davina tengah berpikir betapa bodohnya dirinya menerima sosok yang hanya ingin bermain bersamanya namun ia justru menggap sosok itu sebagai malaikat yang dikirim Tuhan untuk dirinya.

Bukan hanya karena mempertanyakan sebuah hubungan saja Davina menangis. Karena kali ini Davina benar-benar melihat bukti jika Bagas hanya menjadikannya sebagai opsi kedua.

Flashback on

Ervan yang baru saja datang menghampiri Davina. Ada sesuatu yang ingin ia katakan pada Davina.

"Davina..." saat Ervan memanggil Davina ia melihat pipi Davina tengah dikompres oleh Mila.

"Loh, Vin. Lu kenapa?"

"Davina ditampar customer gara-gara gw, Van."

Ervan terkejut. Selama ia bekerja selama hampir dua tahun tidak ada kasus seperti ini. Terlebih ini terjadi pada karyawan perempuan.
Ervan juga kembali berpikir apakah harus ia beritahu Davina disaat kondisinya yang seperti ini. Jika Ervan beritahu pasti Davina akan sulit fokus saat berkerja. Namun, jika Ervan tidak memberitahu Davina maka Ervan sama saja membiarkan temannya terluka dengan jangka panjang.

"Gakpapa kak, lu sendiri kenapa? Tumbenan manggil-manggil gw pas baru datang?" Davina bertanya, pasalnya ia penasaran tidak biasanya Ervan seperti ini.

"Semua orang direstoran tau kalo lu lagi Deket sama dia, Vin." ucap Ervan sembari memperlihatkan foto yang ada di ponselnya.

Dalam foto itu ada Bagas yang tengah berhenti dilampu merah. Daerah itu pun tak asing bagi Davina. Ia sering melewati daerah itu.

"Bagas?" kata Davina lalu menyerahkan ponsel Ervan kembali pada sang pemiliknya "Emang kenapa kak?" sambungnya.

"Yeh nih anak, kayanya otak lu rada geser keginjal deh makannya jadi rabun begitu. Coba lu liat lagi sedetail mungkin difoto ini."

Davina heran, lalu mengambil lagi ponsel yang Ervan berikan, saat ia kembali melihat foto tadi secara lebih menyeluruh teryata disamping Bagas ada seorang wanita menggunakan motor Scoopy berwarna kuning. Wanita itu berpegangan tangan. Keduanya memang tidak pada satu motor. Disana mereka menggunakan motor masing-masing namun beriringan.

Ervan menggeser foto yang sebelumnya. Dan sekarang tampak jelas saat wanita yang tadi mengendarai motor secara beriringan dengan Bagas telah berada berboncengan dengan Bagas. Jelas disana wanita itu memeluk Bagas dan meletakan dagunya dibahu Bagas. Itu adalah posisi ternyaman yang biasanya Davina lakukan saat ia dibonceng oleh Bagas.

"Dari banyak orang disini, gw salah satu orang yang respect sama lu Vin. Gw gak sengaja liat dia pas lagi diperempat lampu merah. Awalnya gw kira bukan dia. Tapi pas dia kebetulan nengok teryata bener Vin. Gw foto ini makannya takut lu gak percaya sama gw."  jelas Ervan lirih sembari menepuk pundak Davina.

Setelah menunjukkan foto tadi Ervan segera menuju loker untuk menyimpan tas nya dan mulai berkerja.

Mila hanya menatap Davina dengan tatapan kasihan. Sorot mata Davina tak bisa berbohong, tampak jelas disana ia menahan sakit.

Mila yang memang menjadi satu-satunya teman yang sangat dekat direstoran dan menjadi pendengar setiap Davina bercerita mengenai Bagas mengerti jika temannya itu pasti terluka namun tak tampak dari luar, karena kali ini hatinya yang terluka bukan fisiknya.

Flashback off

Jika yang sedang Davina pikirkan itu benar, mengapa Bagas datang padanya. Menawarkan warna padanya dan membuat Davina terjebak dalam rasa nyaman. Memang seharusnya Davina tertawa bukan malah merasa nyaman kala Bagas membuat sebuah lelucon yang amat lucu itu.

Davina membaca ulang setiap pesan yang ada pada kolom chatnya bersama Bagas. Awal chat masih tampak biasa saja. Davina seolah tak menggubris Bagas, saat ditanya Davina menjawab, saat Bagas tidak bertanya maka tidak ada interaksi chat pada keduanya. Hingga hari berganti, Bagas masih gencar mendekati Davina. Ia bahkan menjemput Davina tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Hingga satu ketika, Bagas mulai bercerita mengenai pribadinya, Davina yang saat itu belum memiliki perasaan yang jelas terhadap Bagas hanya merespon dan kembali bercerita tapi hanya mengenai hal-hal kecil saja.

Hampir setiap hari Bagas menjemput Davina, entah sepulang bekerja maupun berangkat. Disela perjalanan Bagas banyak bercerita, semisalnya tentang apa yang terjadi kemarin, atau bercerita prihal yang terjadi dikomunitas driver nya. Terkadang disaat Bagas melihat kucing jalanan ia akan menepi sebentar memberi makanan kucing itu lalu kembali melanjutkan perjalanan, Davina mengaguminya dan perasaan itu berubah menjadi cinta entah sejak kapan.

Lalu, apakah ini adalah saatnya ia mengakhiri rasa cinta itu? Seperti iya. Davina akan memberi jarak diantara dirinya dan Bagas.

Lily sahabatnya Davina yang telah mengetahui itu sangat marah. Hingga  ia mencap jika Bagas itu laki-laki bajingan. Terlebih saat sahabatnya mengaku jika first kiss nya sudah diambil oleh Bagas.

Davina: Ini karena aku gampang  baper sama dia. Aku yg banyak salah because, i'm expect to much.

Lily: Setampan apa doi , sampai begitu. Jadi orang kok ga konsisten, jadi orang kok nyebelin sok rumit, sok misterius, sok bikin sahabat aku bingung, sok nyakitin cewe, nggak kmu gak salah titik. berkali aku bilang ga salah. Aku cuma bingung spesies laki laki itu apa yaa, aneh bangett...

Sahabatnya Lily, menjadi saksi bertapa banyak luka yang harus dihadapi oleh Davina. Dan sekarang, orang asing itu seenak hatinya memberi luka baru.


Satu Cup Ice Cream Ditempat Yang Berbeda (End)Where stories live. Discover now