14

10 5 1
                                    

"Makasih buat malem ini, ya kak." ucap Davina saat turun dari motor.

"Santai, lagian selama hampir enam bulan lu gabung di resto, kita belum pernah keluar bareng kaya gini kan. Soalnya lu sibuk sama siapa tuh yang suka nganter lu..." Ervan mengingat-ingat.

"Siapa? Bagas? Oalah. Lu mau mampir dulu, kak?" Tawar Davina.

"Nggak usah, Vin. Udah malem, gak enak sama tetangga. Kalo gitu gw pulang ya."

Davina mengangguk sebagai jawaban.

"Sampe ketemu besok, Davina...." pamit Ervan disertai senyum manisnya.

***

Entah mengapa hari ini Davina merasa jika dirinya merasa lebih bersemangat untuk pergi bekerja. Selama berjalan menuju halte ia menyapa siapapun yang ia temui. Memang biasanya ia seperti itu hanya saja seminggu kemarin sesuatu hal yang membuatnya berhenti melakukan itu, namun sekarang tidak lagi. Dengan senyum serta langkah yang semangat Davina terus berjalan.

Saat Davina hendak men-tap kartu busway, seseorang menarik lengannya.

"Aww...." Davina meringkis, ia melihat orang yang tadi menarik lengannya saat dirinya hendak bertanya mengapa orang itu menariknya Davina tak jadi bertanya kala melihat jika itu Bagas.

"Maaf...." hanya satu kata yang terucap dari mulut Bagas.

Davina menatap Bagas, hatinya bergetar, rasa sesaknya seakan kembali menyerbu. Namun, rasa rindunya pun lebih besar.

"K-kamu ngapain?" tanya Davina dengan suara terbata karena masih terkejut.

Bagas tak menjawab ia menuntun Davina menuju motornya, menyuruh Davina agar ikut bersamanya. Davina sendiri seakan tak bisa berbuat apa-apa, ia tak menolak semua ajakan Bagas, ia mengikuti apa yang dimaksud Bagas. Kini keduanya berada diatas motor, pikiran Davina masih berkecamuk.

Mengapa Bagas datang lagi? Bukankah ia sudah tak dibutuhkan lagi? Mengapa ia sekarang membawa dirinya, hendak kemana? Ya, itu semua adalah pertanyaan yang sekarang terlintas dibenak Davina.

Bagas menambah kecepatan laju motornya itu membuat Davina harus memeluk dirinya. Padahal Davina tak ingin memeluk Bagas. Davina menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Bagas, ia tak bisa berbohong ia sangat merindukan Bagas hingga air matanya luruh saat dirinya memeluk Bagas.

Bagas berhenti pada sebuah taman yang tampak sepi. Tentu saja taman itu sepi, mereka datang di pagi hari dan hari itu adalah hari Rabu dimana semua orang justru pergi bekerja.

"Vin, kita duduk disana ya." Bagas menunjuk pada sebuah kursi dibawah pepohonan.

Bagas menggenggam tangan Davina dan tentu itu semakin membuat Davina bertanda tanya. Mengapa perlakuan ini kembali ia berikan setelah dirinya hendak melepas Bagas?

Ketika Bagas duduk dan tetap berdiri. Davina tak tahan lagi, ia segera bertanya apa alasan Bagas melakukan ini.

"Apa maksud kamu ngajak aku kesini?" tanya nya dengan ekspresi datar.

Bagas menghela nafas kemudian menjawab, "Maaf, vin. Aku mau minta maaf sama kamu. Maaf karena aku ngebuat kamu jadi pendiem. Maaf karena aku ngebuat kamu agak murung." ucap Bagas seolah tahu dengan perubahan sikap Davina satu Minggu terakhir.

"Kamu gak salah. Ini salah aku, karena aku menaruh harap yang begitu besar hingga aku kecewa oleh  harapan yang aku buat sendiri."

"Vin, aku gak mau ngeliat kamu murung. Oke, selama seminggu ini aku liatin kamu dari jauh. Aku terkadang sengaja nunggu kamu buat pastiin kalo kamu pulang dengan selamat. Semalem aku khawatir banget kamu belum datang-datang padahal udah jam setengah dua belas malem, aku kira kamu kenapa-kenapa. Tapi aku berusaha buat berpikir positif, teryata kamu pulang bareng pacar kamu. Aku ikut seneng, Vin. Semoga langgeng ya." Bagas menjelaskan.

Entah mengapa mendengar Bagas beranggapan jika Davina sudah memiliki kekasih rasanya sakit. Padahal yang Davina inginkan itu dirinya, bukan orang lain.

"Dia bukan pacar aku. Dia Ervan, temen kerja aku." jawab Davina tak ingin Bagas salah faham.

"Kalau pun dia pacar kamu, gakpapa, Vin. Aku seneng."

"Bukan. Aku bilang dia cuma temen aku." balas Davina dengan nada bicara Yan naik satu oktaf dari sebelumnya.

Bagas berdiri, lalu memeluk Davina. Ia mencium kening Davina beberapa kali. Secara tidak langsung keduanya kini berbaikan lagi.

"Mmm, udah meluk nya, ini tempat umum. Aku juga mau berangkat kerja." kata Davina masih dalam dekapan Bagas.

Bagas melepaskan dekapannya, menatap Davina, dan Bagas mengecup bibir Davina singkat.

"Ayo, aku anterin kamu." Bagas.

Davina tersenyum.

***

Mila memecingkan matanya saat melihat Davina dari jendela. Mila tak mungkin salah lihat apa benar Davina datang bersama dengan Bagas, lagi?

Ah, rasanya ingin Mila memarahi Davina. Mengapa Davina begitu bodoh. Padahal ia sudah melihat secara jelas bukti yang diberikan oleh Ervan mengenai Bagas yang sebenarnya memperlakukan dirinya sebagai opsi kedua.

Davina melambaikan tangan pada Bagas lantas masuk kedalam restoran. Saat ia hendak menuju loker untuk menyimpan tas nya disana sudah berdiri seorang wanita yang sengaja menunggu dirinya.

"Pagi, Mila...." sapa Davina.

Mila tak menjawab, ia justru menatap Davina tajam.

"Lu kenapa, Mil? Gw sapa malah diem Bae. Sakit lu?"

"Lu yang sakit, Vin."

Davina menyatukan kedua alisnya mendengar jawaban Mila.

"Mau berapa kali lu disakitin sama Bagas? Mau sampe kapan lu maafin dia terus disakitin lagi, hah?! Gw gak tau lagi mau ngebilangin lu kaya gimana lagi, Vin." Sulut Mila lalu meninggalkan Davina sendirian.

Davina membeku mendengar ucapan Mila. Yang dikatakan oleh temannya itu tidak salah. Bagaimana jika Bagas kembali menyakitinya, tapi mau bagaimana ia juga tak bisa menahan dirinya untuk tidak kembali saat Bagas secara tidak langsung memintanya untuk kembali.

Davina bimbang, ia memutuskan untuk menghubungi sahabatnya Lily.

Davina: Lily... Menurut kamu, kalo aku balik lagi maafin dia gimana?

Davina mengirim pesan itu. Ia ingin tahu bagaimana tanggapan sahabatnya itu.

Btw guys, tanggepan kalian tentang Davina gimana?

Umm satu lagi, padahal aku nulisnya itu kalo bagian di flashback atau bagian percakapan telepon maupun teks, itu tulisannya aku bikin miring loh. Kenapa pas datang sini jadi rata semua ya:)

Satu Cup Ice Cream Ditempat Yang Berbeda (End)Where stories live. Discover now