Menarik Perhatian Seno

42.2K 663 1
                                    

PESONA PAMAN SENO | Mencari Perhatian

Demi melancarkan aksi balas dendamnya, Rindu rela mengubur kekesalannya pada Seno. Setelah merenung di dalam kamarnya selama hampir satu jam, gadis itu akhirnya keluar dari kamarnya. Tujuannya saat ini adalah dapur. Dia ingin menarik perhatian Seno dengan membuatkannya secangkir kopi.

Dengan raut wajah yang dibuat seceria mungkin, Rindu membawa secangkir kopi buatannya yang masih mengepul ke teras rumah. Tempat dimana Seno tengah bersantai.

Tak

Dengan hati-hati Rindu meletakkan segelas kopi buatannya di atas meja. Membuat Seno yang tadinya tengah menyandarkan kepalanya di sandaran kursi bereaksi.

"Paman pasti lelah setelah seharian bekerja di bengkel. Ini Rindu buatkan kopi hitam kesukaan Paman." kata Rindu seakan menjawab pertanyaan yang ada di benak Seno.

Seno yang tadinya menatap penuh kebingungan pada Rindu lantas mengalihkan tatapannya pada secangkir kopi hitam panas yang ada di depannya. Dia merasa aneh karena baru kali ini Rindu berperilaku seperti ini padanya.

"Tidak biasanya kamu perhatian seperti ini pada Paman. Pakai acara membuatkan Paman kopi segala." kata Seno sembari menarik alas cangkir ke arahnya. Kemudian menuangkan setengah cairan hitam itu ke dalamnya.

Seno memang memiliki kebiasaan meminum kopi menggunakan alas cangkirnya. Katanya menunggu kopinya sedikit hangat baru bisa dia nikmati. Dan racikan kopi hitam kesukaannya adalah dengan takaran 3 sendok makan bubuk kopi dicampur dengan satu sendok teh gula pasir.

"Anggap saja sebagai bentuk terimakasih Rindu karena sudah Paman pijat tadi." jawab Rindu santai tanpa menyadari efek dari ucapannya yang membuat Seno tersedak.

Rindu yang terkejut secara tidak sadar mengusap kaos Seno yang basah di bagian dada. Membuat pria itu tertegun dengan apa yang keponakan istrinya itu lakukan.

"E-Eh, maaf Paman." Rindu terlihat kikuk menyadari ulahnya sendiri. Pipinya tiba-tiba saja memanas karena mengingat apa yang baru saja dia lakukan.

Di sisi lain, Seno justru membeku setelah mendapatkan sentuhan tangan Rindu. Tubuhnya tiba-tiba terasa kaku dengan debaran jantung yang mulai bertalu.

Untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka, Seno memilih untuk pura-pura menikmati kopi yang Rindu buatkan. Tak ingin gadis itu menyadari jika dia sedang gugup.

Rindu merutuki dirinya sendiri karena bisa-bisanya bersikap demikian. Dia benar-benar harus menjaga sikap jika tidak ingin Seno curiga dan berakhir menjaga jarak darinya. Bisa saja Seno merasa tidak nyaman dengan sikapnya yang menurutnya terlalu agresif.

Rindu ingin menarik perhatian Seno dengan perlahan. Dia akan membuat pria itu nyaman dengan segala perhatian yang dia berikan. Baru setelah itu, dia akan benar-benar memulai aksinya menjerat Seno dengan pesonanya.

"Sudah petang, tapi kenapa Hanum belum juga pulang?" gumam Seno menatap jalanan desa yang ada di depannya. Dia baru mengingat jika istrinya itu masih belum kembali ke rumah.

Rindu yang menyadari jika Seno tengah mengkhawatirkan Hanum diam-diam mendengus. Pria itu tampak begitu perhatian pada bibinya. Membuat Rindu merasa iri sekaligus kesal.

"Kali ini Rindu biarkan Paman mengkhawatirkan Bibi. Tapi nanti, Rindu akan benar-benar membuat Paman lupa dengan Bibi." smirk Rindu melirik Seno secara diam-diam.

"Sepertinya Bibi terlalu asyik berkumpul bersama teman-temannya. Sampai lupa jika sudah waktunya Paman pulang dari bengkel." celetuk Rindu berusaha mengompori.

Kali ini Seno diam dan tidak berusaha membela Hanum. Apa yang gadis itu katakan ada benarnya juga. Istrinya sudah pergi sejak siang tadi. Dan seharusnya sekarang dia sudah kembali ke rumah. Menyambut kedatangannya yang seharian ini lelah bekerja.

"Kalau begitu biar Rindu siapkan makanan untuk Paman. Paman tunggu saja di sini." Rindu kembali melancarkan aksinya untuk menarik perhatian Seno.

Tanpa menunggu jawaban dari sang paman, Rindu langsung beranjak meninggalkan pria itu. Dia kembali masuk ke dapur untuk mengambil makanan. Di atas meja dapur, sudah ada sebakul nasi, lauk pauk dan sayur sop.

Dengan cekatan Rindu menarik satu piring kosong, lalu mengambil satu centong nasi, beberapa lauk dan sayur. Tak lupa dia juga menyendok sambal terasi yang dia letakkan di atas lauk.

Setelah mengambil segelas air kosong untuk Seno, Rindu lantas segera keluar menuju teras rumah dengan sepiring nasi yang dia ambil tadi di tangan kanannya.

"Sebenarnya kamu tidak perlu repot-repot seperti ini, Rin. Paman nanti bisa mengambilnya sendiri." kata Seno yang merasa tidak enak.

Selama menikah, Hanum tidak pernah memperlakukannya seperti ini. Memang benar dia menyediakan makanan untuknya setiap hari. Tapi untuk mengambilkan makanan seperti yang Rindu lakukan, Hanum tidak pernah melakukannya. Dan Seno tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Namun ketika mendapatkan perlakuan seperti ini dari Rindu, dia jadi merasa sangat diperhatikan.

"Tidak papa, Paman. Rindu tahu Paman lelah. Jadi mulai sekarang biar Rindu yang menyiapkan makanan untuk Paman setiap pulang." kata Rindu dengan senyum cantik yang menghiasi wajahnya.

Seno merasa terpesona dengan senyuman yang Rindu berikan. Membuatnya tanpa sadar ikut tersenyum walau hanya sebentar. Rindu yang melihatnya dalam hati merasa begitu senang.

"Paman merasa tersanjung jika kamu perhatikan seperti ini." kekeh Seno sembari menarik sepiring nasi yang telah Rindu siapkan untuknya.

Pria itu memakan makanannya dengan suasana hati yang menghangat. Tidak ingin munafik, Seno merasa senang karena ada seseorang yang memperhatikannya seperti ini. Walau itu tidak datang dari istrinya sendiri.

Tak membutuhkan waktu yang lama bagi Seno untuk menghabiskan makanannya. Begitu juga dengan kopi hitam dan segelas air yang memang sengaja Rindu sediakan untuknya. Membuat senyum cerah menghiasi wajah Rindu saat ini.

"Kapan-kapan kamu harus belajar memasak. Paman ingin merasakan masakan buatan kamu." celetuk Seno sembari mengibaskan topi yang tadi dia pakai ketika bekerja ke arah wajahnya. Perutnya yang terasa kenyang membuatnya mulai mengantuk.

"Dari kelas 3 smp dulu Rindu sudah pandai memasak, Paman. Bunda yang mengajarkan." balas Rindu dengan pandangan meredup. Kembali mengingat kebersamaannya bersama mendiang bundanya dulu.

Seno tentu menyadari perubahan raut wajah Rindu saat ini. Dan dia bisa merasakan kesedihan yang gadis itu rasakan. Karena dulunya kedua orang tuanya juga meninggal dalam keadaan yang cukup tragis.

Bukan karena kecelakaan mobil seperti Heru dan Rinda, melainkan dibunuh oleh para perampok yang mendatangi rumah mereka. Seno yang waktu itu berusia 17 tahun berhasil selamat dari tragedi tersebut karena kebetulan mengikuti acara perkemahan di sekolahnya.

Selama bertahun-tahun Seno tidak pernah mengungkit kematian orang tuanya. Bahkan Hanum yang sudah menjadi istrinya selama hampir 10 tahun juga tidak mengetahuinya. Itu semua Seno lakukan karena dia ingin mengubur kenangan pahit itu.

"Bagaimana jika besok kamu memasakkan sesuatu untuk Paman?" celetuk Seno berusaha mengalihkan kesedihan yang Rindu rasakan.

Gadis itu terlihat tertarik, terbukti dengan kini Rindu sepenuhnya tengah menatapnya.

"Lalu Bibi?" tanya Rindu kurang yakin.

Dia hanya tidak ingin dicecar oleh Hanum dengan berbagai pertanyaan. Karena selama tinggal di sini, Rindu tak pernah menyentuh penggorengan. Itu semua dia lakukan karena ingin memantik kekesalan Hanum.

"Biar Paman yang bicara nanti." balas Seno santai.

Senyum tulus terbit di wajah Rindu saat ini. Dia tidak menyangka jika Seno begitu peka terhadap dirinya. Dan itu artinya akan sangat mudah memanipulasi pria itu nantinya.

Namun senyuman itu berubah menjadi sebuah seringaian ketika mengingat rencana balas dendamnya. Ingatkan jika Rindu menyimpan dendam yang begitu besar pada Hanum. Dan semua yang dia lakukan saat ini dan seterusnya pada Seno hanyalah sebagai batu loncatan untuk merealisasikan dendamnya. Benarkah itu?



Tbc.
________

Si cegil caper dulu sama Om Seno muehehe

Pesona Paman SenoWhere stories live. Discover now