Menjemput Seno

27.6K 419 13
                                    

PESONA PAMAN SENO | Menjemput Seno

Seperti biasa, sore ini Rindu tengah sibuk mempersiapkan makan malam di dapur. Tidak seperti kemarin, Hanum kali ini juga ikut membantunya.

"Sebenarnya Bibi ingin bersantai saja di kamar." celetuk Hanum memecah keheningan. Wanita itu tengah memotong bawang bombai dan cabai hijau.

Rindu yang tengah meniriskan daging sapi yang telah dia rebus lantas menoleh ke arah wanita itu sejenak.

"Lalu kenapa Bibi memaksa membantu Rindu memasak? Padahal Rindu hanya ingin membuat tumis daging cabai hijau saja." timpal Rindu sembari meletakkan daging sapi ke atas talenan kayu.

Gadis itu beralih memindahkan kaldu bekas rebusan daging ke dalam panci kecil untuk dia simpan. Kaldu tersebut bisa dia gunakan lagi untuk memasak sayur besok. Sayang jika dibuang karena rasanya akan nikmat jika dicampur dengan bumbu-bumbu yang lain.

"Bibi tidak ingin dimarahi Pamanmu seperti kemarin. Padahal Bibi juga hanya beberapa hari saja tidak memasak. Tapi sudah dimarahi seperti itu." jelas Hanum mengeluarkan unek-uneknya.

Rindu menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali mendengar jawaban Hanum. Ternyata wanita itu membantunya karena ada alasan lain. Dia pikir Hanum membantunya karena dia sadar akan kewajibannya.

Inginnya Rindu hanya diam saja tidak ingin menimpali ucapan Hanum. Tapi justru pikiran jahatnya mengatakan untuk meladeni wanita itu dengan berbagai kalimat yang membuat Hanum merasa kesal.

"Benar juga ya, Bik. Rindu juga pasti merasa kesal dan sedih jika ada di posisi Bibi. Paman benar-benar tidak punya perasaan." akhirnya kalimat hasutan itu keluar dari bibir Rindu.

Diliriknya Hanum yang tampak memberengut. Wajahnya terlihat semakin masam dan tertekuk. Dan itu sungguh membuat Rindu dirundung rasa senang. Maka dari itu dia kembali melayangkan kalimat penuh hasutan untuk membuat wanita itu semakin dilanda rasa kesal.

"Baru kali ini Pamanmu mengatakan hal seperti itu pada Bibi. Bibi benar-benar sedih sekali, Rin." keluh Hanum sembari berkaca-kaca. Jelas saja dia sedang bicara sembari mengiris bawang merah. Asyuu..

Rindu seketika menampilkan raut prihatin. Dan tak segan menepuk-nepuk pundak Hanum dengan tangannya bekas memotong daging tadi. Tapi untung saja Hanum tidak menyadarinya. Bisa-bisa Rindu terkena amukan karena membuat bajunya bau apek.

"Tidak usah terlalu dipikirkan, Bik. Lakukan saja apa yang menurut Bibi benar."- dan aku akan membuat Paman semakin jauh darimu). Tentu saja kalimat terakhir itu hanya Rindu ucapkan di dalam hatinya. Dengan diiringi senyum jahat yang tidak Hanum sadari.

Hanum yang memang memiliki ego tinggi tentu merasa setuju dengan apa yang Rindu katakan. Dia selalu merasa dirinya paling baik dan benar. Tentu ketika Seno memarahinya kemarin dia menjadi merasa terhina.

"Kamu memang paling mengerti Bibi, Rin." timpal Hanum yang membuat senyum Rindu semakin melebar. Gadis itu sedikit menghindar ketika wanita itu hendak menepuk pundaknya. Takut bajunya bau bawang.

"Tentu saja, Bik. Bagaimanapun sekarang cuma Bibi yang Rindu punya. Melihat Bibi yang sedih seperti kemarin malam membuat Rindu ikut sedih." kata Rindu menampilkan raut sedih. Tentu saja kesedihan yang dia perlihatkan pada Hanum hanyalah akting belaka.

Pesona Paman SenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang