[ G ] - Ga Mau Baper Lagi. Kapok!

31.9K 3.9K 1.1K
                                    

"Kak Arkhan, eh uum, lo tunggu bentar yah."

Salsa kembali mengunci pintu. Hal pertama yang dia lakukan sebelum mempersilahkan Arkhan masuk adalah mencopot sebuah pigura besar yang dilapisi kaca berisikan foto-foto alaynya, juga... foto Arkhan.

Iyah kalau sampai Arkhan tau, habislah Salsa. Ini tentang konsistensi move-on Salsa. Dia sudah terlanjur jumawa soal usaha move-on. Tapi, kalau ketahuan masih menyimpan foto pria itu, Salsa pasti jadi bahan olok-olokan Arkhan.

Mata Salsa menggeledah seisi kamar. Mencari tempat yang pas untuk menyimpan, karena satu-satunya tempat yang aman adalah kamar mandi, maka Salsa mengamankannya di sana. Baru setelah itu ia mengundang Arkhan masuk, membuka jendela-jendela berbentuk pipih itu lebar-lebar untuk sirkulasi udara.

Kamar Salsa pengap, bau asap rokok bercampur minyak kayu putih juga kuah mie instant. Yang paling kental, aroma duka masa lalu yang Arkhan beri, menguar memenuhi kamar. Ahaaay kenajisan! Nggak kok, Salsa hanya butuh udara segar untuk membantunya bernapas jernih dan berpikiran normal.

Salsa takut nekat berbuat sesuatu yang nggak wajar. Tau sendiri kan tampilan Arkhanino ini. Lagi ingusan saja ganteng parah apalagi dalam keadaan fresh, baru selesai olahraga, bugar gini beeuuh mengancam keruntuhan istiqomah yang sudah dibangun belasan tahun.

Sementara Salsa sibuk berbenah, Arkhan nampak serius menekuri seisi ruangan. Kamar Salsa meneriaki aura laki-laki. Bercat biru tua, poster penjaga gawang legendaris Edwin van der Sar berbagai ukuran tertempel random di dinding sisi kiri. Bersaing dengan poster film logan March di dinding sisi kanannya. Bingkai-bingkai yang kebanyakan terisi foto Salsa dan Gigi semasa kuliah tersusun di meja kerja.

Alat elektronik di kamar itu hanya sebuah kipas angin besar di langit-langit kamar. Tv led sedang. Speaker mini, juga kulkas kecil di sudut ruang.

Salsa tidak punya ranjang, hanya kasur beralaskan langsung dengan lantai. Seprainya timnas sepak bola Belanda, tapi bantalnya bersarung Chelsea. Pemandangan itu langsung merangsang senyum kecil Arkhan.

"Ga usah repot-repot, Sa." Arkhan menegur. Dilihatnya Salsa masih rusuh berbenah. Dengan mata yang masih jalan-jalan di ornamen kamar Salsa, Arkhan berseru pelan, "terlihat bersih dan rapi juga nggak ngaruh sama perasaan aku kok."

Salsa berbalik cepat. Mengantongi dua tangannya di saku celana. Bahu gadis itu terkedik, melempar bahasa tubuh tak acuh. "Santai ajah, ini bukan untuk membuat kesan baik di mata lo kok. Baper jangan dipiara, yah? Miara tuyul lah biar cepet kaya dan bisa naik haji tiap taun."

Arkhan tertawa. Pucuk jari telunjuknya menyentuh sebuah miniatur tokoh superhero di atas TV. Deadpool. Tawanya menyurut menyisakan cengiran. "Deadpool," ia menggumam lalu membalikan badan. "Gigi bilang, kamu suka Deadpool karena alter ego-nya aku kan, Sa?"

Menerima luapan kepercayaan diri Arkhan, punggung Salsa terserong beberapa senti ke belakang. Air wajahnya memancar sinyal murka. "Iyah," jawab Salsa skeptis, "terutama setelah eksperimen perubahan genetik itu. Wajah Kak Ar--maksud gue, wajah lo adalah refleksi si buruk rupa Wade Wilson setelah percobaan itu. Muka kalian sama-sama ancur tapi mulut tetap sialan." Salsa tertawa mengejek di akhir kalimatnya.

Menanggapi Salsa, pupil mata Arkhan berotasi. "Ya, ya, daripada kamu sibuk mengingkari kata hati dengan mengelak, mending kamu pakai beha dulu. Biar nggak mantul-mantul kalau kamu emosi."

Salsa sontak menjatuhkan pandangannya ke bawah. Matanya terbelalak. Segera, gadis itu membungkukan badan agar bagian depan baju yang tipisnya ngalah-ngalahin selaput darah itu tidak mencetak dada. Tak menunggu lama, gadis itu ngibrit ke kamar mandi. Tidak lupa menyambar acak salah satu baju di tumpukan pakaian kotor tepat di depan pintu kamar mandi. Di belakangnya Arkhan tertawa menanggapi.

Dictionary Of Broken HeartWhere stories live. Discover now