[ N ] - Nggak perlu terpengaruh. Tetap fokus!

25.8K 3.7K 906
                                    

Salsa udah mau tamat. Mungkin sekitar 2-3 part lagi. Ekstra partnya ada dlm versi cetak. Iya, mau gue SPin. Kalian nabung, ya!
Btw, Gue akan apdet setelah vote di atas 1500. Udah ga sabar gue mau sampai ke part favorit gue.

.
.
.

Semua orang, pernah bangun pagi dengan senyum yang mengembang dan wajah berseri-seri.

Salsa ingat kapan terakhir kali ia mengalami moment ini—beberapa tahun lalu. Tepat sehari setelah kelulusan. Alsannya karena Arkhanino mau menjabati tangan, tersenyum, lalu mengucap selamat tepat di saat ia dikukuhkan sebagai seorang Sarjana.

Seolah tak sampai di situ, Arkhan menyempurnakan hari spesial Salsa dengan memberikan satu kenangan manis. Laki-laki itu sudi berada satu frame dengan Salsa dalam sebuah potret—potret yang saat ini tengah Salsa pandangi.

Hari ini, Salsa kembali mengulang moment yang sama, dengan level euforia yang meningkat berjutakali. Ia menyambut pagi dengan rona-rona merah sepanjang pipi dan cetakan lesung yang memanivesikan senyum. Alasannya pun tetap tak berubah. Masih karena Arkhanino, lelaki yang semalam melayangkan gencatan modus receh padanya. Meski begitu Salsa senang setengah mati.

Betul memang saat ini yang Salsa miliki hanya insting samar bahwa Arkhanino juga tengah berusaha memperjuangkan dirinya. Mengingat modus receh Arkhan, lalu kalimat terakhir lelaki itu, Salsa tahu bahwa perasaan sepihaknya mulai berjalan dua arah. Kali ini Salsa tak akan mengelak. Sebab ia bosan membohongi diri. Barangkali ini waktunya dia menerima hadiah indah semua sakit dan luka selama mencintai Arkhanino.

Luka karena Arkhan. Lalu sembuh karena Arkhan.

***

"Sa, Minggu besok ada acara? Kalau nggak, aku mau ajak kamu ke Stand Up Sans Siro yg dibikin Milanisti JABODETABEK. Aku juga akan open mic  di sana. Kamu nonton, ya?”

Nyatanya. Minggu siang ini Arkhan datang sejam lebih cepat dari janjinya. Lelaki itu membawa sebuah goodie bag berlogo sebuah tokoh olahraga terkenal. Ia melambai ringan pada Salsa yang menyambutnya malas-malasan.

Sehabis mencuci pakaian—hasil dari tampungan sebulan—Salsa memang berencana akan tidur. Minimal setengah jam sebelum ia siap-siap. Tapi, baru tiga menit rebahan, telepon Arkanino menggiringnya ke beranda luas kost-kostan ini.

“Aduh, ini bukannya terlalu awal ya?” protes Salsa, mengusap wajah mengantuknya.

Bukannya menjawab,Arkhanino terkekeh. “Kamu kayak emak-emak betulan, Sa.” Dicabutnya jepit besar di kepala Salsa, sontak, rambut Salsa terbuka, mengembang super besar.

“Ya, ampun! Kalau lepas anak cicak, kira-kira tersesat berapa hari yah di dalam sini?” celutuk Arkhan sembari menguyel-uyel rambut bola api itu. Arkhan berpikir, kalau Salsa ini seperti brokoli hijau, sudah ia telan hidup-hidup tanpa kunyah.

Decakan serta kerlingan risih Salsa mengubah kekehan ringan Arkhan menjadi gelak. Seperti biasa, lelaki itu mencucuk telunjuk ke Pipi Salsa, tepat di mana lesung gadis itu tercetak.

“Nih.” Arkhan menyodorkan goodie bag setelah puas mengusili Si Kribo.

“Apa ini?” Salsa melongok ke dalam tas. Kernyitan di dahinya mendalam.

“Seperangkat alat mancing,” jawab Arkhan kesal.

Mata Salsa berotasi satu putaran. Arkhan menjelaskan, “Tadi temenin Bos Janu-mu itu ke Sports Station, cari sepatu futsal. Sampai di sana, baru ingat kalau kamu belum punya T-shirt member Milanisti. Jadi, aku beliin kostum generalnya saja.”

Dictionary Of Broken HeartWhere stories live. Discover now