Bab 1
Kupinang Engkau
dengan Hamdalah
Suatu saat, seorang akhwat bertanya kepada saya. Pertanyaannya sederhana,
akan tetapi tidak mudah bagi saya untuk dengan tepat menjawabnya. Saat
itu akhwat kita ini mengajukan pertanyaan retoris, pertanyaan yang
seolah-olah tidak membutuhkan jawaban, akan tetapi sekarang saya bisa merasakan
bahwa ada hal yang diam-diam menjadi masalah. Saya bisa merasakan, ada sesuatu
yang sedang berlangsung namun tidak banyak terungkap karena berbagai sebab.
Ketika itu, akhwat tersebut mengajukan pertanyaan yang pada intinya adalah:
"Apa yang menghalangi ikhwan-ikhwan itu meminang seorang akhwat? Mengapa
ikhwan banyak yang egois, hanya memikirkan dirinya sendiri?"
"Sesungguhnya," kata akhwat tersebut, "banyak akhwat yang siap."
Akhwat itu bertanya bukan untuk dirinya. Telah beberapa bulan ia menikah.
Ketika mempertanyakan masalah itu kepada saya, ia didampingi suaminya. Ia
bertanya untuk mewakili "suara hati" (barangkali demikian) akhwat-akhwat lain yang
belum menikah. Sementara usia semakin bertambah, ada kegelisahan dan kadang-
kadang kekhawatiran kalau mereka justru dinikahkan oleh orangtuanya dengan laki-
laki yang tidak baik agamanya.
Pertanyaan akhwat itu serupa dengan pertanyaan Rasulullah al-ma'shum. Beliau
yang mulia pernah bertanya, "Apa yang menghalangi seorang mukmin untuk
mempersunting istri? Mudah-mudahan Allah mengaruniainya keturunan yang
memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah."
Apa yang menghalangi kita untuk menikah? Kenapa kita merasa berat untuk
meminang seorang akhwat secara baik-baik dengan mendatangi keluarganya? Apa
Kado Pernikahan 1
yang menyebabkan sebagian dari kita merasa terhalang langkahnya untuk
mempersunting seorang gadis muslimah yang baik-baik sebagai istri, sementara
keinginan ke arah sana seringkali sudah terlontarkan. Sementara kekhawatiran jatuh
kepada maksiat sudah mulai menguat. Sementara ketika "maksiat-maksiat kecil" (atau
yang kita anggap kecil) sempat berlangsung, ada kecemasan kalau-kalau
keterlambatan menikah membuat kita jatuh kepada maksiat yang lebih besar.
Saya teringat kepada burdah, syair karya Al-Bushiri. Di dalamnya ada beberapa
bait sindiran mengenai saya dan Anda:
Siapakah itu
yang sanggup kendalikan hawa nafsu
seperti kuda liar
yang dikekang temali kuat?
Jangan kau berangan
dengan maksiat nafsu dikalahkan
maksiat itu makanan
yang bikin nafsu buas dan kejam
Sungguh, hampir saja kaki kita tergelincir kepada maksiat-maksiat besar kalau
KAMU SEDANG MEMBACA
Kado Pernikahan
RandomYang Mau Cerita menarik dan bermanfaat dan Kunjungi blog saya juga di http://indosandster.blogspot.com/