Bab 16
Komunikasi Suami-Istri
Berbicara tentang komunikasi, ada cerita menarik yang sebaiknya kita
simak baik-baik. Seorang psikiater mewawancarai pasiennya dalam satu
session terapi. Pasien itu berkata, "Suami saya baik sekali. Bila kami
bertengkar dan ia salah, ia cepat-cepat mengakui kesalahannya dan meminta maaf."
"Bagaimana kalau Nyonya yang salah?" tanya psikiater.
Pasien itu menjawab, "Saya salah? O, itu tidak mungkin terjadi, Dokter."
Pasien ini memang sakit jiwa. Tetapi, kata Jalaluddin Rakhmat, MSc., betapa
sering kita pun menirunya. Kita jarang meneliti kembali persepsi kita. Padahal
persepsi yang tidak cermat dapat mengakibatkan berbagai bentuk distorsi kognitif --
satu istilah yang muluk-muluk untuk maksud sederhana, bahwa anggapan kita,
perasaan kita, dan tindakan kita menjadi kacau dan tidak akurat karena kita telah
memiliki praduga yang keliru sebelumnya. Karena kita mengalami distorsi kognitif,
ucapan orang lain kita tangkap secara salah. Ia memaksudkan A, kita menangkapnya
B, atau bahkan kita tidak mau menerima bahwa apa yang dikatakannya adalah A
hanya karena kita telah terlanjur menganggap tidak mungkin itu terjadi.
Dari bangun tidur di pagi hari hingga berbaring kembali menjelang tengah
malam, 70% waktu bangun kita gunakan untuk berkomunikasi. Begitu sebuah
penelitian mengungkapkan. Ini berarti, kualitas hidup kita banyak ditentukan oleh
bagaimana kita berkomunikasi dengan sesama; antara suami dan istri, orangtua dan
anak, tetangga dengan tetangga lainnya, dan begitu seterusnya kalau dipanjangkan
Kado Pernikahan 259
terus. Singkatnya, hidup kita ini ternyata banyak sekali ditentukan oleh bagaimana
kita menggunakan mulut kita.
Alhasil, urusan mulut banyak memberi andil dalam perjalanan kita menempuh
kehidupan. Pertama, bagaimana kita menangkap komunikasi orang lain. Kedua,
bagaimana kita mengkomunikasikan apa yang ingin kita nyatakan, apa yang kita
rasakan, ataupun apa yang tidak kita inginkan.
James O. Prochaska dan Carlo. C. DiClemente, peneliti di Texas Research
Institute of Mental Sciences (TRIMS) pernah menulis sebuah buku berjudul The
Transtheoretical Approach, Crossing Traditional Boundaries of Therapy (1984).
Salah satu bab dalam buku tersebut membahas problem-problem perkawinan dan
perceraian. Kata Prochaska dan Di-Clemente, sebagian terbesar ketidakpuasan
perkawinan ternyata bersumber dari masalah komunikasi. Masalah komunikasilah
yang paling banyak menyebabkan suami-istri bertengkar. Juga masalah komunikasi
sering menjadi sebab paling pokok, dan repotnya justru sering tidak tampak, pada
banyak kasus perceraian. Demikian juga, kejadian-kejadian mental yang buruk dan
menyedihkan setelah perceraian, banyak diakibatkan oleh komunikasi, terutama jika
YOU ARE READING
Kado Pernikahan
RandomYang Mau Cerita menarik dan bermanfaat dan Kunjungi blog saya juga di http://indosandster.blogspot.com/