Part 3

10K 649 3
                                    

Usai sarapan, pasangan muda itu meminta izin untuk pergi. Ya, sesuai janji Arkan akan mengajak istrinya belanja. Lelaki itu membuka pintu mobil, lalu Ayna naik. Lantas, Arkan mengitari kendaraannya dan masuk di pintu sebelahnya.

Kuda besi beroda empat itu dinyalakan, tak lama mereka pun berangkat. Sepanjang jalan, Ayna tak henti-hentinya bersalawat. Membuat suasana di antara mereka adem.

Arkan tersenyum, tenyata di balik semua kepolosan yang ada pada istrinya, gadis kecil itu juga memiliki keahlian lain.

"Waktu sekolah, kamu sekolah di mana, Na?"

Ayna berhenti dari aktivitasnya, lalu melirik lelaki itu. Ia terkekeh, dalam hati ingin sekali mencubit kedua pipi suaminya.

"Ya, di sekolah dong, Om. Masa di hutan," jawab Ayna seraya menyengir.

"Iya, kalau itu aku juga tau. Maksudnya, kamu masuk sekolah umum, kejuruan, atau pesantren?"

"Pesantren, tapi gak lama. Cuma dua tahun doang."

"Kok, bisa?"

"Lha, mana Ayna tau. Tanya aja ama yang punya pesantren, gitu aja kok repot."

Sudah, Arkan terdiam. Dalam hati ia merutuki kebodohannya yang mengajak Ayna mengobrol. Andai dirinya membiarkan gadis itu bersalawat saja, mungkin sekarang hatinya tidak dirinya dibuat pusing.

• • •

"Ini butik siapa, Om?"

Arkan memutar mata malas, lalu menjawab asal pertanyaan Ayna, "Butik manusialah, masa alien."

Kemudian mereka turun dari mobil, keduanya lantas berjalan beriringan dan memasuki tempat tersebut.

"Mbak!"

Arkan memanggil penjaga tempat itu. Orang itu mendekat dengan senyuman khas, ia menyambut kedatangan Arkan dan Ayna dengan ramah. Kemudian bertanya apa yang dibutuhkan kedua sejoli itu.

"Tolong bantu istri saya memilih gamis," ungkap Arkan.

"Baik, mari, Bu."

Ayna melotot dan tetap berdiri di samping suaminya, membuat penjaga butik itu kebingungan.

"Maaf, Mbak. Saya ini masih muda, jangan panggil dengan embel-embel 'Ibu'. Kalau bisa, panggil Ayna aja."

Orang itu terkekeh, detik berikutnya mengangguk setuju. Keduanya lalu melangkah ke tempat khusus baju muslimah.

Sementara itu, Arkan masih tak percaya dengan apa yang didengar tadi. Ayna kesal karena dipanggil 'Ibu'? Ada-ada saja.

'Setelah ini, aku akan protes agar bocah itu berhenti memanggiku om,' batin Arkan.

• • •

"Belanja dikit amat, Na?" tanya Arkan setelah membayar belanjaan istrinya.

"Udah banyak, Om. Ayna ambil seperlunya aja. Kasian entar, kalau uang Om habis. O ya, nanti kalau Ayna udah punya uang, Ayna ganti semuanya."

"Hm, ganti pake cara lain juga boleh," gumam Arkan.

"Beneran? Pake apa coba?"

"Eh, gak ada. Ayo, pulang. Soalnya kita mesti beres-beres," ujar lelaki itu kemudian melangkah mendahului Ayna.

"Beres-beres? Om Arkan mau usir Ayna? Tega banget, sih."

Seketika Ayna berucap dramatis membuat orang-orang di butik menatap padanya. Arkan pun menghentikan langkah, lalu berbalik. Ia mendengkus, lantas menghampiri Ayna.

Tanpa dikomando, lelaki itu mengangkat tubuh istrinya ala bridal style dan meninggalkan butik tersebut. Ah, seumur-umur baru kali ini Arkan kelihatan sangat payah.

Ya, payah menangani hal kecil seperti Ayna.

"Tolong, Ayna dicul–"

"Diem, atau bibir saya yang bertindak."

Arkan memperlihatkan sisi lain dirinya, datar dan menakutkan. Ayna menelan salivanya susah payah, lalu melengos agar matanya tak menatap manik elang milik lelaki itu.

Arkan memasukkan gadis itu ke mobil, memasangkan sabuk pengaman kemudian mengambil alih beberapa paper bag yang dipegang istrinya. Lantas, memasukkannya ke jok belakang. Selang dua menit, ia pun masuk dan duduk di kursi kemudi.

"Ih, Om Arkan galak, otaknya juga gak beres," sindir Ayna tanpa menatap orang yang dimaksud.

"Otak kamu, tuh, yang gak beres," tukas Arkan.

_ TBC _

Jangan lupa tinggalkan jejak, kasian tadi Ayna kesusahan nyari jejak. Iya, jejak cintanya Arkan. Aye-aye 😆😆

Menikahi Gadis Polos [Completed]Where stories live. Discover now