Part 16

4K 232 8
                                    

"Ayna?"

Brak!

Ayna masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras. Arkan pun sampai terhuyung saking kagetnya, ia mengerjap beberapa kali sambil mengusap dada. Gadis itu lebih menyeramkan daripada singa yang kelaparan.

Arkan menghirup oksigen banyak-banyak, mengembuskannya perlahan. Kemudian kembali mendekat, tangannya terulur memegang gagang pintu lantas memutarnya.

Dikunci dari dalam.

"Ayna? Kamu kenapa, hem?"

Tidak ada sahutan.

Lelaki yang masih mengenakan tuksedo itu mulai khawatir, ia berkali-kali mengetuk, tetapi tidak ada respons apa-apa. Kini Arkan memasang kuda-kuda untuk mendobrak pintu.

Satu ... dua ... tiga!

Ceklek!

"Eh? Astagfirullah, hampir aja pintunya melayang," gumam Arkan saat melihat pintu terbuka dan menampilkan Ayna dengan wajah garangnya.

"Om, mau ngapain?" tanya Ayna.

"Gak ada, kok. Hehe ... kamu marah, ya?"

Ayna berdeham.

"Karena apa? Kok, sampai banting pintu gitu? Kalau pintunya copot gimana? Kan sayang," jelaskan Arkan dengan suara pelan.

"Ho'oh. Jadi, Om lebih sayang ama pintunya daripada aku? Iya?" Ayna mendekat dengan melototkan netranya.

Tentu saja Arkan akan salah tingkah, apalagi dengan jarak wajah yang hanya berkisar sepuluh senti. Selain itu, di dalam sana jantungnya sedang berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya.

"Tentu saja ... aku lebih s–sayang padamu, Na."

"Serius?"

"I–iya."

Penuh selidik, begitulah tatapan Ayna sekarang. Sementara itu, Arkan dengan susah payah menelan salivanya.

"Kok, gugup gitu? Ayna gak makan Om Arkan, lho."

Arkan mengutuk dirinya, benar-benar ....

'Ada apa denganku? Kenapa gugup begini. Ya Allah,' batinnya.

• • •

Diam, begitulah kata yang menggambarkan situasi di antara kedua sejoli itu. Duduk saling berhadapan dengan posisi bersila, sedangkan malam telah beranjak semakin larut.

Arkan memejamkan netranya, kembali ia mengambil napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Kedua kelopak tersebut kembali dibuka.

"Oke, mari kita rapat, eh, diskusi. Alasan kemarahan kamu tadi apa? Apa semua ada hubungannya denganku atau tidak?" Arkan berbicara sedikit formal, bukannya terkesan serius malah terlihat lucu di mata Ayna.

Gadis itu membekap mulutnya sendiri agar tawanya tak pecah.

"Ayolah, Na. Jangan bacanda kayak gini."

"Iya-iya, semua ini salag Om Arkan. Puas?"

"Lha, kok? Kenapa bisa aku coba?"

"Idih, dasar lansia. Udah pikun, sekarang malah amnesia. Enggak nyadar lagi," cibir gadis itu.

"Perasaan aku gak ngapa-ngapain, deh."

"Terus, yang tadi pergi berdua sama perempuan asing itu siapa, hem? Arwahnya Om Arkan, gitu?"

Arkan terdiam sejenak, mencoba mencerna semua kalimat yang diucapkan sang gadis. Seperkian detik, ia mengerti. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah lengkungan.

"Ciee, ada yang cemburu," goda Arkan sambil menaik-naikkan alisnya.

"Gak, tuh. Jangan kegeeran," kilah Ayna.

"Gak papa kali cemburu, aku malah seneng. Lagian, emang seharusnya istri itu cemburu kalau suaminya deket ama perempuan lain ... tapi, liat-liat tempat juga kali, Na. Tadi itu temen bisnis aku dan dia udah punya suami juga anak. Mana mungkin aku selingkuh, tadi juga aku ketemu, kok, sama suaminya."

Panjang lebar kali tinggi, begitu Arkan menjelaskan seraya menggenggam tangan istrinya.

"Lha, emang yang nuduh Om selingkuh siapa? Yang cemburu juga siapa? Percaya diri amat jadi orang," cetus Ayna.

"Kok, gitu? Terus tadi kenapa marah-marah coba?"

"Ayna gak marah, cuma ngambek aja. Lepasin, ih. Ngantuk, mau tidur. Om Arkan jauh-jauh sana."

Astaga, perempuan. Kenapa begitu sulit memahami kalian? Arkan kali ini benar-benar dibuat pusing tujuh keliling.

• • •

Arkan duduk terdiam dalam kegelapan di ruang tamu. Kepalanya terasa berat setelah kejadian beberapa menit lalu.

Tuk!

Sesuatu jatuh dan sumber suaranya berasal dari arah tangga. Lelaki itu menoleh, karena pencahayaan yang tidak terlalu terang menyebabkan penglihatannya tak bisa melihat dengan jelas.

"Om?"

Arkan berdiri lantas menghidupkan lampu.

"Belum tidur?"

Ayna menggeleng, ia jongkok dan mengambil gelas plastik yang sempat terjatuh. Kemudian melangkah menghampiri suaminya.

"Kenapa? Ini udah jam satu, lho. Emang gak ngantuk?"

Lagi-lagi Ayna menggeleng.

"Ya udah, sini duduk."

_Tbc_

Arkan, Arkan. Bukan hanya kamu yang pusing tujuh keliling, aku pun ikot picing 🤦‍♀🤣🤣

Menikahi Gadis Polos [Completed]Where stories live. Discover now