Part 17

3.8K 245 1
                                    

"Kenapa belum tidur, Na?"

"Belum ngantuk, Om."

Arkan memutar mata, ia lalu mengempaskan tubuh di sofa. Sesekali tangannya memijat pelipis yang terasa nyeri. Ayna pun ikut duduk, tetapi menjaga jarak dari suaminya itu.

Ia menunduk, memilin-milin ujung kerudung instannya. Sudut mata gadis itu berembun, dalam hitungan detik bulir bening pun meluncur bebas dari sana.

Arkan yang tak sengaja melirik istrinya itu membulatkan mata. Ia mendekat dan menangkup pipi sang gadis.

"Ya Allah, Na. Kamu kenapa? Sakit?"

Ayna menggeleng, retina indah itu masih saja betah menatap karpet bulu yang terbentang di lantai. Ia sama sekali tak berani menatap netra elang lelakinya.

"Terus, kenapa nangis, hem? Kamu masih marah?"

Hanya gelengan yang Arkan dapatkan sebagai jawaban.

Tanpa aba-aba, ia menarik Ayna dan merengkuh tubuh mungil sang istri. Tak lupa mengusap kepala serta pundaknya, mencoba menenangkan gadis itu.

"Sudah, ya. Kamu jangan nangis, entar cantiknya ilang. Kan gak lucu," kekeh Arkan.

"M–maaf ... Ayna udah marah-marah sama, Om. Ayna udah jadi istri durhaka ...."

Arkan terdiam beberapa detik sampai sebuah lengkungan menghiasi wajahnya.

"Gak, tuh. Ayna gak durhaka, kok. Ayna kan istri yang baik, cantik, sholehah, kesayangan Umi lagi."

"Om Arkan jangan gitu, jangan terlalu baik sama Ayna. Ayna udah salah," ungkap gadis itu seraya terisak hingga membasahi kaus yang dikenakan Arkan.

"Ya udah, karena kamu yang minta aku bakalan turutin."

Ayna mendongak, tampak mata sembapnya membuat Arkan semakin dirundung rasa bersalah.

"Kamu gak boleh nangis lagi setelah ini, setuju?"

"Hm."

"Anak baik. Sekarang tidur, ya, udah larut banget soalnya."

Ayna bergumam dan kembali menenggelamkan kepalanya di dada bidang milik Arkan.

• • •

Selesai salat subuh, Ayna bergegas turun ke dapur menyiapkan sarapan sekaligus bekal Arkan. Sementara itu, sang lelaki kembali tidur karena masih mengantuk. Bagaimana tidak, semalam mereka tidur pukul 02.10. Arkan yang kurang terbiasa tentu saja merasakan tubuhnya lemas semua.

Tiga puluh menit berlalu, semua telah siap dan tertata rapi di meja. Ayna mengulas senyuman kecil, lalu melangkah menuju tangga. Berniat kembali ke kamar dan membangunkan Arkan.

Namun, belum jauh berjalan, sebuah ketukan di pintu membuatnya kembali berbalik. Alisnya menyatu, heran siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini.

"Assalamualaikum?"

'Umi?' batin Ayna.

Lekas-lekas ia melangkah ke arah pintu dan membukanya.

"Waalaikumsalam, Umi."

Ayna meraih punggung tangan wanita yang sudah berusia sekitar lima puluh tahun itu.

"Masuk, Mi."

"Tak usahlah, Na. Umi ke sini cuma mau nganterin Zulaikha, katanya dia kangen sama kamu. Sebenernya umi gak enak sama suami kamu, tapi Zulaikha ngotot banget minta ketemu."

Mendengar penjelasan ibunya, Ayna terkekeh. Ia lalu menarik tangan gadis kecil yang bersembunyi di belakang sang ibu.

"Zul ... sini, Sayang."

"Ya udah, Na. Umi pamit, kasihan Abi kamu sendirian di rumah. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

• • •

"Zul, kamu apa kabar? Selama di rumah Nenek, Zul gak nakal 'kan?"

"Gak, Umma. Zul, kan anak yang baik."

"Bagus anak umma. Emm, mau sarapan bareng gak?"

Zulaikha mengangguk antusias.

Ayna lalu menggendong sang anak dan mendudukkannya, ia lalu mengambil piring kemudian menyendokkan nasi goreng. Acara suap-suapan pun terjadi hingga Ayna lupa membangunkan Arkan. Padahal matahari mulai tinggi.

"Umma?"

"Iya, Sayang?"

"Kok, gak pernah ke rumah Nenek?"

"Sekarang rumahnya umma ada di sini, Sayang. Emang kenapa? Kamu gak suka di rumah Nenek, ya?"

"Gak gitu, Umma. Zul suka, tapi ... gak seru karena Umma gak ada."

"Oh, gitu. Hem ... gimana kalau malam nanti Zul nginep di sini, biar bisa tidur bareng umma. Mau gak?"

"Mau!"

• • •

Pukul 08.45. Arkan turun setelah menyegarkan diri, ia bingung kenapa Ayna tidak membangunkannya.

"Na? Ayna?"

Ia memanggil, tetapi tidak mendapat sahutan. Lelaki itu kembali dibuat terheran-heran dengan bantal sofa yang berserakan memenuhi ruang tamu.

"Lho, ini kok?"

"Umma!"

Bruk!

Zulaikha menabrak Arkan. Gadis berusia tujuh tahun itu mendongak, seperkian detik kemudian ia pun tertunduk sambil memainkan jari-jari mungilnya.

"Zul?"

Ayna yang baru saja masuk ke rumah usai bermain kejar-kejaran langsung menegang. Ia bergeming mendapat tatapan aneh dari Arkan.

"Dia siapa, Na?" tanya Arkan.

Zulaikha berbalik dan berlari, Ayna berjongkok lantas mendekap sang anak.

"Umma."

Zulaikha yang belum pernah bertemu Arkan merasa ketakutan, hingga tubuhnya gemetar diiringi isak tangis. Ayna menggendong dan membawanya duduk di sofa.

Tak ingin ketinggalan, Arkan pun melakukan hal yang sama.

"Na, dia siapa? Kok, ada di rumah kita?" Lagi, Arkan bertanya.

"Dia anakku, Om."

"Hah?!" Mata Arkan hampir saja keluar dari tempatnya.

T b c

Come back 🤣

Menikahi Gadis Polos [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang