Part 14

4K 244 0
                                    

Saat pekerjaan dapur selesai, Ayna memutuskan bersantai di ruang tamu sambil memainkan gawai suaminya. Ia membuka aplikasi hijau berlogo telepon itu. Keningnya mengernyit mendapati tidak ada pesan masuk, kecuali dari nomor Askaf.

"Om Arkan kurang bergaul, kayaknya ...."

Ia kemudian beralih membuka album foto. Ayna terkekeh melihat banyaknya foto pernikahan dirinya dan Arkan. Meski tidak terlalu meriah, tetapi sangat berkesan.

"Lagi ngapain, tuh?"

Tiba-tiba barinton lelaki itu membuat Ayna terlonjak hingga hampir menjatuhkan benda yang dipegang. Arkan mengitari sofa dan duduk di sebelah istrinya, Ayna menyengir kuda saat kedua alis sang lelaki menyatu melihat ponsel di tangannya.

"Kok, ponsel aku bisa ada di kamu?" tanya Arkan penuh selidik.

"Tadi ... pas Om pergi ke supermarket, ponselnya ketinggalan. Jadi, Ayna mainin, deh. Terus Ayna gak sengaja masukin ke saku gamis ... ya udah, Ayna mainin lagi aja. Hehe ...."

"Oh."

"Om gak marah, nih?"

"Gak, mainin aja."

Arkan tersenyum sambil mengusap pelan kepala istrinya. Ayna mengangguk, dengan mata berbinar ia kembali fokus pada layar benda pipih tersebut. Di sisi lain, Arkan hanya geleng-geleng.

Selang beberapa menit, terdengar suara pintu diketuk. Ayna mendongak lantas melirik Arkan, keduanya saling menatap.

"Siapa, Om?"

"Entah, bukain sana."

"Siap, Bos."

Ayna berdiri dengan tangan memberi hormat. Dengan sedikit berlari, ia segera membuka pintu. Saat melihat siapa yang datang, ia langsung mempersilakan orang itu masuk.

"Assalamualaikum, Pak, Nona Ayna."

"Wa'alaikumsalam, Kaf."

Arkan berdiri menyambut sekretarisnya, lalu mengajaknya duduk. Ayna langsung mengembalikan gawai milik Arkan, kemudian melengos ke dapur.

"Tumben, Kaf. Ada apa?" tanya Arkan penuh selidik.

Pasalnya raut wajah Askaf tampak seperti orang kebingungan. Saat pertanyaan dilontarkan, ia malah semakin salah tingkah. Sungkan mengatakan tujuannya mendatangi sang bos sore-sore begini.

"Hei? Ditanya bukannya jawab, malah bengong. Kenapa Askaf?" Sekali lagi Arkan bertanya, kali ini diikuti tepukan pelan di pundak Askaf.

"Begini, Pak ...."

Askaf menceritakan segalanya, mulai dari pertama dirinya jatuh hati pada Nisa, mencintai dalam diam, hingga tadi siang puncaknya saat ia mengatakan itikad baiknya untuk melamar sang pujaan hati malam ini.

Arkan tersenyum, bahagia karena rekan kerja sekaligus orang yang telah dirinya anggap saudara itu sebentar lagi akan melepas masa lajangnya.

"Apa kamu sudah mempersiapkan segalanya?"

Askaf menggeleng, ia menunduk sambil memainkan jari-jarinya.

"Ini minumanya, maaf lama ... hehe." Ayna meletakkan nampan, berisi dua cangkir teh dan setoples camilan. Ia pun ikut duduk, dengan jarak yang sedikit jauh dari kedua lelaki itu.

"Itu dia, Pak. Saya ke sini untuk meminta bantuan," ungkap Askaf. "Bapak tau sendiri saya ini hanya sebatang kara, tidak memiliki sanak saudara. Hanya bapaklah yang saya punya. Jadi, saya ingin Pak Arkan dan Nona Ayna ikut bersama saya untuk melamar Nisa."

Arkan melirik Ayna, sedangkan yang dilirik hanya di seribu bahasa. Acara lamaran, otaknya kembali berputar pada hari di mana Arkan dan ibunya datang melamar.

Mengingat hal itu, kedua sudut bibirnya terangkat. Bahagia sekaligus malu, bagaimana tidak. Saat itu ....

"Na?"

Arkan membuyarkan lamunan istrinya.

"Iya."

"Gimana menurut kamu?"

"Ayna ikut saja, apa pun keputusannya Ayna tidak akan keberatan."

Arkan dan Askaf tersenyum.

"Baiklah, Kaf. Malam ini kami akan ikut bersamamu."

• • •

Sesuai rencana, selepas salat Isya. Kedua sejoli itu pun bersiap, sedangkan Askaf sudah datang lima menit yang lalu dan sekarang tengah menunggu di ruang tamu.

"Udah siap?" Ayna bertanya.

"Iya. Ayo turun."

"Ayo."

Kedua orang itu turun beriringan dengan tangan saling bertautan. Sesampainya di bawah, mereka bertiga langsung keluar menuju mobil masing-masing.

Tak lama, deru mesin saling bersahutan. Kendaraan Arkan keluar lebih dulu, lalu diikuti oleh Askaf. Jalanan tampak masih ramai meski hari sudah beranjak larut. Begitulah orang-orang kota, semakin larut semakin gencar pula mereka beraktivitas.

Setengah jam berlalu. Kedua kuda besi beroda empat itu memasuki halaman sebuah rumah minimalis yang terbilang sederhana. Di samping rumah itu ada banyak tanaman hias yang sangat indah.

"Rumahnya keren, tidak besar pun tidak kecil. Elegant dan menarik," gumam Ayna.

"Kenapa, hem?"

"Gak ada."

Arkan mematikan mesin, begitu pun Askaf. Lalu kedua lelaki itu turun, sedangkan Ayna mengekori langkah suaminya.

Tok!

Tok!

"Assalamualaikum ...."

_Tbc _

Ada yang penasaran sama hari di mana Arkan sama Ayna lamaran gak?

Betewe, makasih yang udah nunggu 😅 mon maap kalo agak lama, soale tugas negara lagi banyak.

Buat mantemen yang juga anak sekolah kek aku, semangat yo. Jangan biarkan pandemi menghalangi kita dalam menuntut ilmu, juga berkarya.

Salam pelajar MasCod
😂💃💃😂

Menikahi Gadis Polos [Completed]Where stories live. Discover now