Part 11

4.6K 307 5
                                    

Pukul lima pagi, Arkan terbangun mendengar masjid berbunyi. Segera ia beringsut dan duduk di tepi tempat tidur, mengumpulkan nyawa sepenuhnya.

Seperkian detik kemudian, diliriknya sang istri yang masih terlelap. Kedua sudut bibirnya melengkung, ia menggeleng pelan.

Ia berdiri lalu mengitari tempat tidur untuk mendekat pada sang gadis. Setelah berada di sampingnya istrinya, Arkan mengulurkan tangan menepuk pelan pipi Ayna.

Si empunya menggeliat.

"Tukang tidur, bangun. Subuh, lho ...."

"Heum."

"Aku siram, nih, kalau gak bangun. Katanya mau bikinin suami bekel. Kok, gak bangun-bangun."

Ayna hanya bergumam sebagai respons. Arkan mengembuskan napas, memilih membersihkan diri lebih dulu dengan keyakinan, mungkin setelah selesai mandi Ayna juga sudah bangun.

• • •

Lima belas menit, Arkan keluar dari bilik mandi lengkap dengan pakaian koko dan kopiah putihnya. Diliriknya Ayna, benar saja. Gadis itu bangun dan kini sedang merapikan tempat tidur.

"Aku ke masjid, kamu salat di rumah aja."

"Ayna gak salat, Om."

"Hah? Kenapa?"

"Lagi dapet ...."

Arkan manggut-manggut. Niat ke masjid seketika diurungkan saat melihat wajah sang istri tampak menahan sesuatu. Lelaki itu menggelar sajadah dan langsung mendirikan salat. Di sisi lain, Ayna mengernyit. Cepat sekali pikiran lelakinya berubah.

'Kayak perempuan aja salat di rumah,' batinnya dengan kepala menggeleng pelan.

• • •

Pukul 07.00. Namun, Ayna tak kunjung turun. Arkan yang sejak tadi menunggu akhirnya memutuskan menyusul sang istri ke kamar.

Saat pintu terbuka, dirinya tersentak melihat kedua mata Ayna yang sembap karena banyak menangis. Dengan langkah seribu bayangan, dihampirinya sang istri.

"Ya Allah, Na. Kamu kenapa, Sayang?"

Raut khawatir tampak jelas menghiasi wajah teduh nan tampan itu.

"S–sakit, Om," cicit Ayna sambil memegang perutnya.

"Kamu baring aja, ya. Aku ambilin air hangat dulu buat ngompres perut kamu." Ayna mengangguk.

Arkan melepas jas dan dasinya, lalu menggulung lengan kemeja hingga sikut. Lantas berjalan keluar, menuruni tangga menuju dapur.

Ia mengambil sebuah mangkuk dan handuk kecil, kemudian menuangkan air hangat. Selepas itu, ia kembali lagi ke kamar.

• • •

Drtt!

"Ada apa, Kaf?"

Arkan menerima panggilan dari Askaf. Mungkin sekretarisnya itu khawatir karena hari ini ia tidak datang ke kantor, pikirnya.

"Maaf, Pak. Apa Anda sedang ada masalah?"

"Tidak, hanya saja ... hari ini tolong batalkan semua agenda. Katakan pada klien, aku sedang ada halangan untuk hadir."

"Baik, Pak. Semoga urusan Bapak cepat selesai, selamat siang."

Panggilan pun terputus, Arkan meletakkannya ponselnya di meja. Lalu kembali fokus mengusap ubun-ubun Ayna. Ya, kini pasangan itu sedang berada di ruang tengah, menikmati kartun kesukaan Ayna, Doraemon.

Seskali gadis itu merengek agar Arkan menyuapinya keripik kentang yang memang dipersiapkan untuk menemani waktu menonton.

"Kalau Ayna punya temen dari masa depan, Ayna pengen tanya sama dia," celetuknya.

"Emang mau nanya apa?"

"Nanya aja, apa gitu."

"Iya, nanya apa, Sayang."

"Nanya, kenapa Ayna punya suami kayak Om."

"Emang kenapa?"

"Ish, nanya mulu. Capek tau," ketus Ayna.

Arkan mengerjap beberapa kali. Wajah Ayna terlihat merah, tanda sang gadis sudah kesal. Untuk menghindari amukan singa betina itu, Arkan memilih diam.

Ia masih mengingat dengan nasihat sang ibu, yang mengatakan kalau seorang perempuan sedang mengalami fase bulanannya. Maka jangan coba-coba membuatnya marah, atau tidak kehidupan seseorang akan kelar saat itu juga.

Arkan bergidik ngeri, membayangkan kalau-kalau Ayna benar-benar mengamuk seperti singa.

"Om? Om Arkan? Om!"

"Astagfirullah. Ayna, kenapa teriak-teriak, sih? Udah kayak toa masjid aja."

"Ish, Om Arkan. Dipanggil malah bengong, keripiknya mana?"

"Eh, udah habis, ya?"

"Huh, lama-lama Om Arkan yang aku gigit."

____

Kasian Arkan. Maapin, kondisi aku ama Ayna sebelas duabelas. Jadinya otakku gak bisa mikir panjang-panjang. Anggap saja ini part gaje 🙈🙈

Menikahi Gadis Polos [Completed]Where stories live. Discover now