🌧️ 1. Kita Berpisah Sejak Awal Cerita 🌧️

18K 1.4K 297
                                    

selamat datang di 'jika kita tak pernah baik-baik saja'. di sepanjang perjalanan buku ini, kamu akan melalui banyak hal: patah hati, pengkhianatan, kekecewaan, lalu belajar melepaskan, mencari kebahagiaan yang telah lama hilang, dan jatuh cinta pada diri sendiri. selamat membaca, dan aku, alvi syahrin, berharap bisa menemukanmu di setiap perjalanan tulisan ini; menyelinap di baris-baris komentar.

***

🌧️ 01. Kita Berpisah Sejak Awal Cerita 🌧️

***

"Kita udahan aja."

Dan, begitulah cerita dimulai dan berakhir.

Mulanya, ini adalah kisah cinta yang indah.

Atau, mungkin, kisah persahabatan yang manis.

Dua orang yang bertemu, menemukan chemistry, lalu memutuskan berlayar bersama sebuah kisah cinta yang polos. Duduk berdampingan di sebuah perahu layar bernama kehidupan. Perlahan-lahan, perahu itu berlayar bersama tenangnya lautan dan kisah cinta mereka.

Pelan, mendayu-dayu, angin sepoi.

Langit merah muda di kala senja. Taburan bintang di malam yang muda. Ombak yang menerjang semakin meneguhkan hati mereka.

Namun, pada malam-malam tertentu, ombak semakin bergulung-gulung.

Tetapi, orang-orang bilang, cinta tak pernah mudah dan badai pasti berlalu. Dan, persahabatan tak selamanya sempurna.

Jadi, mereka bertahan.

Namun, ini sudah bukan soal rasa.

Ada prinsip yang bertabrakan dengan kebersamaan ini. Ada visi mendasar yang berbeda. Ada hati nurani yang dikhianati.

Namun, rasa sayang ini juga begitu kuat.

Melepaskan bukan jalan mudah.

Apalagi di tengah lautan ini.

Ombak terus meninggi. Angin mempermainkan perahu layar mereka seperti bayi yang sembrono memainkan bonekanya. Hujan turun deras, semua kebasahan dalam rasa sakit. Kilat dan petir bersahutan, tangan gemetaran. Dan, malam begitu gelap.

Aku masih butuh dia di sini.

Aku nggak sanggup tanpa dia.

Tetapi, ada yang salah di sini, sesuatu yang toxic.

Dan, lompat dari perahu bukan pilihan tepat. Membuang dia juga terlalu kejam di tengah dahsyatnya ombak.

Namun, terus-menerus berada dalam hubungan ini sama saja seperti membunuh dirimu perlahan-lahan.

Ada prinsip yang bertabrakan dengan kisah cinta ini. Ada visi mendasar yang berbeda. Ada hati nurani yang dikhianati.

Jadi, malam ini, kamu meneleponnya, berkata tanpa air mata, tanpa gemetar di bibir,

"Kita udahan aja," ucapmu, kemudian mengembuskan napas panjang.

Seakan-akan kamu baru saja melompat dari perahu layar.

Tetapi, kamu menanti dia meneriakkan namamu, menarik tanganmu, mempertahankanmu, dan menjanjikan sesuatu yang menyenangkan hatimu.

Sungguh, kamu berharap dia berusaha mempertahankanmu.

Sayangnya, di ujung telepon, dia diam saja.

Sampai akhirnya...,

"Ya, sudah, kalau itu yang kamu mau."

Bukan itu yang aku mau.

Aku ingin kamu bilang sesuatu yang membuatku berpikir dua kali untuk pergi.

Aku ingin tahu kalau aku juga penting bagimu.

Tapi, sepertinya, aku memang sudah nggak sepenting itu.

Jadi, buat apa aku bertahan di sini.

Lebih baik aku pergi.

Demi menjaga diriku.

Supaya luka nggak sedalam ini.

Tapi, sungguh, aku memang nggak layak dipertahankan, ya?

"Maaf—," dan, kata maafmu tak pernah tersampaikan karena dia telah menutup telepon duluan.

Saat-saat seperti ini, rasanya seperti sedang terperangkap di lautan sendirian. Badai masih berlangsung. Tubuhmu terombang-ambing. Dan, dia dan perahu layar telah menjauh, meninggalkanmu tanpa menoleh sedikit pun.

Mau berenang saja kamu tak mampu.

Lautan ini terlalu dahsyat. Hati ini terlalu sensitif.

Tetapi, seperti yang orang-orang pernah bilang, cinta tak pernah mudah dan badai pasti berlalu.

Dan, sungguh, seiring waktu, badai mereda. Ombak menenang. Matahari terbit. Cahayanya menyentuh tubuhmu yang basah. Burung-burung berterbangan di atas, seolah memanggil namamu untuk segera pulang ke rumah yang telah lama kamu tinggalkan. Dan, di ujung sana, tak jauh lagi, ada sebuah pulau.

Jadi, kamu berenang, berenang, kelelahan, kepayahan, terus berenang...,

sendirian saja.

It's always nice to have someone beside me, batinmu.

Tetapi...

... beberapa hal dalam hidup memang butuh perjuangan sendiri.

Seperti bayi yang belajar melangkah; seorang ibu mungkin ada di sisinya, memanggil namanya, memegang tangannya, tetapi sang ibu tak pernah mampu mengokohkan langkah sang bayi; itu adalah perjuangan sang bayi sendiri.

Seperti seorang ibu yang sedang melahirkan; seorang dokter mungkin berusaha sebaik mungkin, sang ayah mungkin memberi dukungan emosional sepenuh hati, tetapi proses melahirkan serta rasa sakitnya adalah perjuangan sang ibu seorang diri.

Beberapa hal dalam hidup memang butuh perjuangan sendiri.

Kali ini, biarkan perjalanan ini menjadi kisah cinta yang baru; antara kamu dan dirimu sendiri.[]

***

halo, kamu yang baca sampai baris ini..., makasih ya. 😭

jadi, gimana kesanmu setelah baca bab ini? ☺️

aku selalu senang baca komentar darimu, dan besok, (IYA, BESOK!), insyaallah, aku pos bab baru...

🌧️ 02. Dia; Kacang yang Lupa Kulitnya 🌧️

untuk seseorang yang ditinggalkan ketika pernah janji untuk berjuang bersama.

Sabtu, 20:00 WIB

Ini bukan bab yang paling banyak di-request, tetapi ada satu pembacaku, yang beli buku ini di bulan Januari. Dan, dia baru buka bukunya beberapa hari lalu. Eh, ternyata, dia dapat buku yang cacat, dan dia belum sempat menukarkan bukunya, jadi dia memintaku untuk pos bab dua, yang nggak ada di bukunya, sebagai bentuk penghargaan buat yang udah beli bukuku. ❤️

Jadwal upload: Jumat & Sabtu, 20:00 WIB, insyaallah

Buku telah tersedia di Gramedia, Shopee, Grobmart, Tokopedia, well, everywhere! Tetapi, please, jangan beli yang harganya di bawah 50ribu, ya, itu udah fix bajakan. :(

Sampai jumpa di bab berikutnya, ya! Yuk, absen dulu di sini, siapa namamu, dari mana kamu berasal. :)

- Alvi Syahrin

Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang