[16] perhatian Arkan

33.4K 2.8K 18
                                    

Arkan menuruni satu persatu anak tangga, di sampingnya terlihat Anta yang menggandeng tangan kejar milik Arkan. Kedua orang beda generasi itu berjalan menuju ruang makan karena ini sudah masuk jam makan malam. Tatapan Arkan menelisik disetiap sudut untuk mencari sosok yang sedari tadi siang menghiasi pikirannya dengan rasa bersalah.

Karena tak mendapati kehadiran orang itu Arkan melangkah menuju dapur, siapa tahu disana dia dapat menemukan keberadaan orang itu. Sama seperti tadi tak dia temukan keberadaan Amara disana yang ada hanyalah Nana yang tengah duduk sambil meminum minumannya.

"Dimana Amara?" Tanya Arkan to the poin.

Nana buru-buru bangun dari duduknya kemudian menghampiri Arkan "nyonya belum turun sedari tadi tuan" Jawab Nana.

"Sama sekali tidak turun?"

Nana menganggukkan kepalanya "iya tuan, atau perlu saya panggilkan keatas?"

"Boleh"

Arkan membalikkan tubuhnya untuk kembali kemeja makan menemui Anta. Sedangkan Nana sudah berlalu menuju kamar Amara. Sesuai perintah tuannya Nana mengetuk pintu bercat hitam itu beberapa kali, tapi sudah beberapa kali dia mengetuk pintu itu sama sekali tak mendapat sahutan dari dalam.

Hingga ketukan terakhir membuat penghuni kamar itu keluar dari kamarnya. Dengan keadaan yang bisa dibilang tidak baik-baik saja, lihatlah mata yang dulunya selalu berbinar kini berubah menjadi sedikit membengkak dan memerah, rambut yang dulunya lurus berubah menjadi kusut.

"Ada apa Nana?" Tanya Amara dengan suara sedikit parau.

"Tuan sudah menunggu dimeja makan nyonya, dan saya diperintahkan untuk memanggil nyonya dikamar"

"Nana tolong bilang sama Mas Arkan kalau aku tidak makan malam ini. Suruh mereka untuk makan tanpa menungguku, aku merasa tak selera memakan makanan ditambah perutku terasa nyeri sedari tadi siang" Jelas Amara.

"Apa nyonya sakit? Perlu saya carikan obat? Atau saya panggilkan tuan saja kesini?" Tanya Nana beruntun seperti gerbong kereta.

Amara tersenyum menanggapi "tidak apa Nana, biasa nyeri haid. Kalau begitu aku kembali masuk untuk tidur" Ucap Amara seraya menutup pintu kamarnya tapi tangan Nana sedikit menahan pintu itu.

"Maaf nyonya, apa perlu saya bawakan kompres air hangat? Siapa tahu keadaannya sedikit membaik" Tawar Nana.

"Tidak apa, cukup tidur saja pasti nanti akan pulih sendiri" Amara berbalik masuk kedalam kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur.

Nana kembali menuju meja makan untuk menyampaikan kepada tuannya kalau sang nyonya tak bisa turun makan karena tengah sakit.

"Bagaimana? Apa dia sudah turun?" Arkan melirik kebelakang Nana dan tak menemukan keberadaan Amara.

"Nyonya tak bisa untuk turun makan karena tengah sakit tuan"

Arkan mengerutkan dahinya "sakit? Sakit apa?" Tanya Arkan yang merasa sedikit khawatir. Apa ini karena dirinya? Tapi perasaan dia tak melakukan apa-apa pada Amara.

"Nyeri haid tuan dan saya tadi sempat menawarkan untuk dibawakan air hangat, tapi nyonya menolaknya"

"Biarkan saja kalau begitu" Arkan mencoba menelan rasa khawatirnya terhadap Amara dan mencoba untuk acuh. Melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda untuk menunggu Amara datang.

Berbanding terbalik dengan keadaan dimeja makan, didalam kamarnya Amara beberapa kali meringis karena merasa nyeri pada perutnya. Tadi siang saat dirinya kembali dari dapur dia mendapati celananya sudah kotor dengan noda darah. Sebenarnya sudah dari rumah sakit dia merasakan sedikit rasa sakit pada perutnya.

Istri Mas Duda  [End]Where stories live. Discover now