[37] restu

27.9K 2.2K 18
                                    

Satu minggu waktu yang dibutuhkan Arkan untuk meminta restu pada papi Amara yang sebenarnya sangat berat untuk melepas putrinya bersama dengan pria lain. Putri yang paling dia sayang itu akhirnya bisa bersama orang yang akan mengantikan tugasnya dalam menjaga Amara.

Rekan kerjanya yang dulu diketahui mengalami kecelakaan pesawat pada hari itu berdiri di depannya dan langsung meminta izin untuk menikahi putri nya yang pada saat itu sudah masuk kedalam rumah dan tinggallah mereka berdua diteras depan rumah dan seorang anak kecil yang sedari tadi terus mengintip dibalik kaca jendela mobil yang sedikit terbuka.

"Bisakah saya menikahi putri anda dan mengajaknya untuk berbahagia bersama saya?" Itulah pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Arkan saat berhadapan langsung dengan calon mertuanya dan juga rekan kerjanya itu.

Cukup lama Panji terdiam saat mendengar niat baik dari pria di depannya itu. Tidak ada niatan dari dirinya untuk menolak tapi ini semua bergantung pada keputusan anaknya-Amara, apapun yang akan diputuskan oleh Amara dia akan setuju karena dia tahu pria di depannya ini, bagaimana sayangnya dia dulu terhadap istri dan Panji berpikir mungkin pria di depannya ini dapat memperlakukan anaknya seperti itu juga walau anaknya bukanlah Syella-istri Arkan dulu.

"Apa kamu bisa menerima putri saya dalam hidup kamu dan anak kamu? Apa kamu dapat memberikan sebagian ruang diantara hatimu untuk putri ku?" Tanya Panji, karena dia tidak ingin anaknya menderita dengan menikahi pria yang masih terjebak dengan masa lalunya. Dia tak ingin melihat putrinya yang nanti akan menjatuhkan air mata karena hal itu.

"Jika hal itu bisa kamu lakukan saya akan mengizinkan kamu dengan anak saya, tapi kembali lagi pada ucapan saya diawal. Semua keputusan ada ditangan Amara, karena hidup itu dia dan kamu yang akan menjalani, bukan saya. Jadi saya harus menanyakan terlebih dahulu kepadanya" Tambah Panji, seperti katanya hidup ini yang akan menjalaninya adalah Amara dan Arkan, bukan dirinya. Jadi dia harus mengetahui kesiapan kedua belah pihak untuk bisa memutuskannya.

"Saya yakin Amara setuju" Jawab Arkan dengan percaya diri.

"Kalau begitu sebaiknya kita bicarakan didalam saja, tak baik membicarakan hal sepenting ini di luar dan sambil berdiri" Ucap Panji berbalik dan masuk kedalam, sebelum masuk Arkan terlebih dahulu menuju mobil dan mengajak serta Anta masuk kedalam karena dia tak ingin membiarkan anaknya itu tinggal didalam mobil sendirian.

Dan disini lah mereka sekarang di sebuah ruangan dengan sejumlah sofa yang sudah diduduki oleh sejumlah orang. Disana ada Panji tepatnya, lalu ada istrinya, Arkan dan Amara yang kini tengah memangku Anta. Hingga sebuah suara mengalihkan tatapan mereka semua pada seorang laki-laki yang berdiri dengan cengiran dan tampang tak berdosa sambil mengenggam sebuah minuman yang biasanya dijual dengan harga dua ribu dan mereka harus membuatnya sendiri.

"Wihh! Ada apaan nih ngumpul ramai-ramai kayak gini? Lagi ada hajatan atau gimana?" Tanya Refan menghampiri mereka dan duduk di samping maminya lalu menyodorkan minuman itu didepan wajah sangat Mami.

"Udah berapa kali Mami bilang, jangan suka minum minuman kayak gitu. Nggak baik buat kesehatan kamu," Ucap Karina dengan tatapan tajam nya.

Masih dengan cengiran nya Refan menatap sang Mami "Mami, ini tuh minuman paling enak dan pas dikantong Refan yang pas-pasan" Ungkapnya jujur.

Minuman yang sudah menemaninya saat berkumpul dengan teman-temannya ditempat tongkrongan dan Kelvin lah orang yang pertama kali memperkenalkan Refan pada minuman yang dulunya dia tahu kalau tidak baik untuk kesehatan. Tapi saat pertama kali mencoba dia langsung ketagihan dan itu berlanjut sampai sekarang.

"Terus uang yang setiap pagi Mami kasih itu gunanya untuk apa kalau kamu bilang pas-pasan, itu udah lebih cukup untuk kamu makan makanan yang baik nggak kayak gini" Omel nya lagi karena kelakuan putranya yang sedikit berubah, apalagi perubatan itu makin ketara saat anaknya naik kelas sepuluh. Sudah beberapa kali anaknya pulang dalam keadaan babak belur dan dari keterangan anaknya dia baru saja kecopetan dan saat melawan dia malah kalah.

Istri Mas Duda  [End]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu