01. Pertemuan Pertama

236K 4.6K 58
                                    

𝐇𝐚𝐢, 𝐰𝐞𝐥𝐜𝐨𝐦𝐞 𝐭𝐨 𝐦𝐲 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲!
𝐈 𝐇𝐎𝐏𝐄 𝐘𝐎𝐔 𝐋𝐈𝐊𝐄 𝐈𝐓 𝐘𝐀𝐀

btw dapet cerita ini dari mana nih?

⚠︎ 𝐝𝐨𝐧'𝐭 𝐟𝐨𝐫𝐠𝐞𝐭 𝐭𝐨 𝐯𝐨𝐭𝐞, 𝐜𝐨𝐦𝐦𝐞𝐧𝐭 𝐚𝐧𝐝 𝐬𝐡𝐚𝐫𝐞.

- 𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 シ︎

_____

"Bulan depan kami akan berangkat ke Amerika, jadi pernikahan kalian akan di percepat satu minggu lagi," ungkap Mahendra Dirga, melayangkan kalimat spontan yang membuat leher Anin tercekat.

"Yah? Kenapa di percepat?" protes Anin tidak percaya.

"Ini demi kebaikan kalian berdua sayang, Ayah sama Bunda gak mau kamu sendirian di sini. Jadi biar Erlan bisa jagain kamu 24 jam!"

Anin menggeleng kecil, air matanya mulai menetes membasahi pipi cubi nya. "Anin gak mau, Yah..."

Jihan Sanaya, wanita paruh baya memberi usapan lembut pada tangan putrinya. "Turuti apa kata Ayah sayang, ini demi kebaikan kamu."

"Anin gak mau bun," lirih Anin menjatuhkan kepala di pundak Bundanya yang duduk di sebelah.

Jihan tidak bisa membela anaknya, karena bagaimana pun juga keputusan sang suami tidak bisa diganggu gugat.

"Kamu bagaimana, Erlan?" tanya Hendra menatap remaja lelaki sebaya putrinya yang terpaut satu tahun.

"Saya siap om, apapun keputusannya saya siap menerima," ujar Erlan terdengar berwibawa tanpa berpikir panjang lagi.

Erlangga Pradhika. Lelaki tampan perperawakan tinggi, kekar, yang saat ini bersanding bersamanya. Siapa sangka? Kapten basket yang terkenal dimana mana, terkesan dingin, malas berurusan dengan perempuan mana pun malah menerima perjodohan? Tidak salah?

Lantas para orang tua tersenyum puas akan jawabannya. Satu kali pertanyaan dapat di jawab segampang itu oleh Erlan.

"Kalo gitu biar saya yang urus semuanya dalam waktu dekat ini ya," ucap Hendra yang di angguki semuanya.

"Tapi Yah, apa gak kecepetan?" tanya Anin. Berharap bisa di undur agar dirinya bisa memikirkan lagi dengan matang matang. Apalagi ini mengangkut masa depan mereka.

"Lebih cepat lebih baik Nin, kamu cukup nurut saja sama ayah."

Ayah Anin di kenal sebagai pengusaha besar di New York Amerika. Dan di Indonesia Hendra hanya menyekolahkan putrinya saja, jadi tempat asal mereka tinggal itu di Amerika meskipun kelahiran Indonesia.

Sementara, Arhan Arsenio. Papa dari Erlan juga terkenal sebagai pemilik perusahaan besar di Indonesia. Keduanya bergabung dalam berbisnis untuk memajukan kedua perusahaan itu untuk anak anak mereka.

Di sela sela perbincangan ini, tatapan Erlan tak luput dari perempuan cantik yang berada di hadapannya. Anin terlihat cantik mengenakan dress putih yang di hiasi mutiara. Di tambah polesan make up natural yang menambah kecantikan di wajahnya. Hal itu tentu membuat Erlan terkesima ingin selalu menatapnya.

"Cantik ya Lan." goda Resha Andrianna, Mamanya yang tidak kalah cantik menyenggol putranya itu.

Erlan membuyarkan pandangannya. "Apa sih Ma, biasa aja."

Tak lama Hendra kembali bersuara lagi. "Erlan, saya mengizinkan kamu untuk berbicara berdua dengan anak saya. Jadi silahkan kalian cari tempat yang nyaman dari sini ya."

Erlan mengangguk setuju. "Baik om."

Erlan mengajak Anin untuk ikut dengannya walaupun awalnya perempuan itu menolak, tapi setelah bunda Jihan memberi arahan, Anin menurut dengan sedikit malas malasan.

Semilir angin malam tentu membuat suasana semakin dingin karena membangunkan pori pori kulit, di tambah indahnya langit luas yang di hiasi kemerlapnya bintang bintang kecil menjadikan sebuah momen yang perlu di abadikan.

Seperti halnya dengan kedua remaja yang kini duduk di kursi taman sambil menikmati indahnya malam dengan pikirannya masing masing.

"Jangan nangis, gue gak suka liat cewek nangis." Erlan menghapus jejak air mata di pipi Anin menggunakan jari tangannya. "Jelek."

Anin mengerucutkan bibirnya kesal. "Ngeselin!"

Erlan terkekeh kecil dengan mengacak rambut Anin. "Udah jelek, cengeng lagi, kalo bukan calon istri udah gue buang ke rawa rawa."

"Bacot Erlan!" desis Anin.

Erlan melototkan matanya. "Heh mulutnya! Lo mau gue cium?"

"Coba aja kalo berani." tantang Anin.

"Berani lah, tapi nanti kalo udah Sah," balas Erlan tersenyum, kala melihat Anin tertawa lepas karena jawabannya.

"Jadi cowok masa gak berani sih?" ucap Anin meledek.

"Oh, jadi lo bener nantangin gue hm?" Erlan tersenyum miring, tapi sial Anin tidak ada rasa takut sama sekali dengannya.

"Iya lah, gue mau tau seberapa beraninya lo sama cewek." Anin melipat kedua tangannya di dada.

Erlan menampilkan senyuman smirk, dan tentu matanya tertuju pada ranum merah muda milik Anin yang menyita mata. Erlan mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Anin membuat perempuan itu diam melipat bibirnya.

"Nanti aja kalo udah Sah. Di sini rawan, banyak setannya," bisik Erlan di telinga terdengar merinding.

°°°°

- Erlangga Pradhika

- Erlangga Pradhika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Anindiya Aletta

- Anindiya Aletta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang