43. Truth or Dare

36.5K 1.1K 2
                                    

Sekumpulan orang turun dari dalam bus, mereka semua melepas penat dengan meregangkan otot otonya yang terasa kencang dan pegal pegal, menempuh jarak waktu sekitar sepuluh jam memang bukan hal yang singkat, kebanyakan dari mereka mengeluh dan pusing berat.

Tapi rasa lelah nya kini tergantikan dengan menghirup udara sejuk kota ini, sesampainya di tempat penginapan, satu persatu dari mereka mulai masuk ke dalam mencari kamar yang dimana satu kamar di isi 2-3 orang.

Lain halnya dengan kedua remaja yang masih setia memejamkan mata, Anin dan Erlan? Yang lain sengaja meninggalkan keduanya di dalam bus. Ini semua ide dari Devan, karena udah sah mau berduaan dimana pun boleh boleh aja, asal gak ada yang ngeliat.

Anin yang merasakan hawa panas dan senyap pun melenguh, yang semula tidur bersandar menjadi duduk tegap, terbangun mengerjapkan matanya berkali kali sambil mengedarkan pandangannya kesana kemari yang ternyata bus sudah kosong, yang lain pada kemana?

"Kak! Kak bangun!" Anin menepuk pelan pipi Erpan agar bangun.

"Eughhh, masih ngantuk Nin." dia menggeliat dan malah memeluk Anin dari samping seraya mendusel di lehernya.

"Ih kak! Bangun gak!" paksanya.

"Jangan di marahin, gue masih ngantuk sayang....." Erlan merengek seperti anak kecil dengan posisi yang masih sama.

"Lah! Sejak kapan lo jadi clingy kaya gini?"

"Sejak punya istri." Erlan membalas sambil tersenyum, mata terpejam.

Sial. Anin tidak bisa menahan bibirnya agar tidak tersenyum. "Yang lain pada kemana? Kita ditinggalin tau, kak!"

"Hm." Erlan berdehem dan masih betah di posisinya.

"Ih kak! Ayo bangun! Lo mau gue cubit?"

Dengan berat hati Erlan terduduk tegap, pasalnya ancaman Anin itu tidak main main. "Iya iya ini bangun."

"Ayo turun, panas banget disini." Anin mengibas ngibaskan tangannya.

Mereka beranjak dari kursi, turun dari dalam bus secara bersamaan. Erlan yang menggandeng tangan Anin sampai di tangga terakhir.

"Orang orang ngeselin banget! Agnes Lexa juga sama! Bukannya bangunin malah di tinggal." ucap Anin.

"Mungkin mereka tau kita butuh waktu berdua Nin," balas Erlan.

"Males banget ih!"

"Marah marah mulu kaya singa."

"Apa lo bilang?" Anin melotot.

"Enggak, lo kalem kaya limbad Nin." Erlan memilih bungkam, becandain Anin tuh serem, selain galak dia juga bisa main tangan, definisi suami takut istri.

"Ngeselin! Gue pecat lo jadi suami tau rasa!"

"Erlangga junior gak lama lagi cooming soon, lo gak bisa pecat gue." Erlan menyeringai.

"Apa sih, lo gak bosen apa bahas itu mulu? Gue aja males dengernya." Anin memalingkan wajahnya.

"Gue mau punya anak, memang salah? Kalo gue berharap, hm?"

"Enggak, lo gak salah kak! Tapi menurut gue lebih baik kita fokus sama masa depan, lo juga kan sebentar lagi pegang perusahaan ayah sama papa, pasti butuh banyak materi, jadi mending lo fokus ke situ aja, jadi kalo soal anak bisa belakangan, itu bisa di urus nanti," tutur Anin menjelaskan.

"Masa depan gue udah jelas jelas lo, Anin. Apa lagi yang harus gue kejar? Harta? Iya?"

"Ih bukan gitu maksudnya, maksud gue tuh, mending lo fokus mikirin gimana caranya supaya perusahaan orang tua kita tetep berkembang kalo lo yang pegang! Nanti kan berabe kalo semisal belum siap lo keteteran sendiri."

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang