14. Ungkapan

54.4K 1.8K 0
                                    

'Mau ganteng, cantik atau tidak. Jika hatinya sudah tidak se frekuensi. Bagaimana?'
- Anindiya Aletta

Pagi harinya Hendra dan Jihan pergi ke sebuah rumah sakit terbaik di AS, seperti yang di katakan Hendra semalam hari ini mereka akan menemui seorang dokter spesialis, yang tak lain adalah Agres Van Zavier, sepupu Anin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pagi harinya Hendra dan Jihan pergi ke sebuah rumah sakit terbaik di AS, seperti yang di katakan Hendra semalam hari ini mereka akan menemui seorang dokter spesialis, yang tak lain adalah Agres Van Zavier, sepupu Anin.


Namun bukan hanya sekedar bertemu untuk berbincang menanyakan sesuatu tentang bisnis yang akhir akhir ini banyak cobaan, tapi ada tujuan lain alasan Hendra menandatangi Agres.

Agres mengecek file yang ada di dalam layar laptop nya, banyak sejumlah data penyakit yang ada pada tubuh pasien, salah satunya Hendra.

"Jadi bagaimana hasil pemeriksaan om minggu lalu, Res?" tanya Hendra memastikan.

Laki-laki berseragam dokter itu mengamati sebuah catatan dan berkata."Ini penyakit serius, om."

"Apa itu?"

"Penyakit jantung iskemik, yang sudah bersemayang kurang lebih 5 bulan. Apa sebelumnya om udah pernah cek ke dokter?" tanya Agres.

Hendra menggeleng. "Selama ini om kira cuma nyeri dada biasa, Res. Om gak tau kalo ternyata ini berhubungan sama kematian."

"Mas." tegur Jihan. "Jangan sangkut pautin penyakit ini sama kematian, resiko ini belum jelas."

"Benar kan, Res?" tanya Jihan.

Agres terdiam, sulit untuknya jika harus mengatakan 'iya bahwa penyakit ini sangat berbahaya dan dapat beresiko kematian.

"Pasti ini ada yang salah sama pemeriksaan kamu, Agres. Coba deh kamu cek ulang lagi." pinta Jihan.

"Maaf, Tan. Tapi ini bener bener murni dari hasil lab, dan juga membutuhkan waktu yang lama, jadi nggak mungkin ada kesalahan pemeriksaan." terang Agres.

"Enggak!" tekannya. "Ini gak bener kan mas?" Jihan menatap suaminya.

Hendra memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan napas. "Gak ada teori nya seorang dokter spesialis salah kasih hasil pemeriksaan. Dan aku juga percaya kalo ini penyakit yang selama ini aku derita, Jihan."

"Kenapa gitu?"

"Udah takdir, kita gak bisa ngelak," ucap Hendra.

Tanpa permisi Air mata Jihan menetes. "Tapi mas...."

"Udah lah, Han. Ini sudah terjadi, kita gak bisa apa apa selain pasrah sama tuhan." Hendra memberi usapan lembut pada punggung istrinya.

"Tapi, Res. Apa masih ada harapan untuk sembuh dari penyakit seperti ini?" tanya Jihan penuh harap.

"Ada, tapi gak menjamin, tan. Penyakit ini cuma bisa mengikuti presedur aja, seperti kemoterapi."

Jihan melirik suaminya. "Gimana ini mas?"

ERLANGGA | ENDWhere stories live. Discover now