42. Study Tour

37.3K 1.1K 15
                                    

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, sekarang sudah mendekati masa kenaikan dan kelulusan. Kali ini sekolah SMA Cakrawala mengadakan study tour ke luar kota sebagai perayaan sebelum wisuda. Setiap siswa di minta untuk ikut semua karena ini adalah acara yang sangat penting.

Setelah melakukan membayaran dan lain sebagainya, pagi ini Anin sudah bersiap siap mengenakan pakaian bebas simple dan rambut yang di gerai indah. Dari pantulan kaca riasnya, Anin menyingkapkan sedikit baju yang di kenakannya melihat perutnya yang makin hari kian membesar, itu artinya janin yang ada di dalam perutnya berkembang pesat, seperti yang di harapkan dokter.

"Gue takut kak Erlan tau, perut gue makin hari makin gede aja," lirihnya.

Setiap hari Anin selalu mengenakan pakaian oversize untuk mengindari pertanyaan pertanyaan tidam penting dari orang yang melihatnya, sampai sekarang baru Agres aja yang tau, selebihnya tidak ada.

"Maafin buna sayang, buna belum bisa kasih tau Papa kamu. Nanti ya, kalo waktunya udah tepat, Papa kamu pasti balik lagi sama kita," ujar Anin mengusap perutnya.

Buna? Buna adalah panggilan untuk anaknya kelak padanya.

Mengingat semua masalah yang terjadi dalam rumah tangganya ini Anin merasa tertekan, ragu, dan membingungkan, entah harus mengambil keputusan seperti apa? Ingin mengajukan surat perceraian tapi jika kondisi seperti ini mana bisa? Anaknya juga butuh sosok ayah, itu yang ada di dalam pikirannya selama ini.

Cklek

Agres memasuki kamarnya. "Obat obatan lo jangan lupa di bawa, udah gue siapin di di deket koper, tinggal lo masukin aja."

Anin melirik koper tersebut yang masih ada di dalam kamar. "Oh iya, thanks Res! Gue sampe lupa soal itu."

"Jangan di jadiin kebiasaan, lo itu gak sendirian, ada nyawa yang harus lo jaga," ucap Agres.

"Iya deh, maaf, gak akan gue ulangi lagi."

"Hm. Ini kali pertamanya gue ngizinin lo pergi jarak jauh Nin. Lo disana hati hati, jangan kemana mana sendirian, kalo bisa ajak temen lo kemana pun lo pergi. Biar kalo ada apa apa ada mereka."

Anin mengangguk paham. "Sebagai tanda terima kasih gue buat lo, lo mau nitip oleh oleh apa? Gue beliin deh."

"Gue gak butuh oleh oleh apapun itu, yang gue butuhin lo balik dalam keadaan sehat dan selamat, bisa kan?"

"Pasti Res! Pasti! Lo do'a-in gue aja terus ya biar gue baik baik aja."

"Hm, harus janji?" Agres mengangkat kelingkingnya.

"Iya janji!" Anin mengaitkan jari kelingkingnya dengan Agres.

"Bagus! Lo adek gue sekarang! Sekali lo ngelanggar perjanjian kita, gue usir lo dari sini!" ancam Agres, tapi Anin tidak takut sama sekali.

"Hilih, rumah siapa yang ngusir siapa, enak aja!" cibir Anin.

"Udah, ayo berangkat! Keburu telat!" Agres memutar tubuhnya keluar dari kamar.

Siswa siswi berkumpul di lapangan luas, dimana bus besar sudah terparkir berjejer rapih sesuai nomor urut dan kelas, keberangkatan mereka akan di mulai pukul delapan pagi.

Erlan bersama yang lain tiba disana sedari tadi sambil menunggu siswa lain yang satu bus. Mengenakan setelan serba hitam yang di baluti jaket menampakkan aura ketampanana para lelaki itu, banyak ada yang sempat meminta foto bahkan tanda tangan.

Mobil putih berhenti. Anin turun dari mobil menginjakkan sepatu sneakers yang membaluti kakinya di lapangan sekolah, lengkap memakai kacamata hitam dan masker.

ERLANGGA | ENDWhere stories live. Discover now