35. Berduka

40K 1.2K 2
                                    

Anin meneguk air putih yang di ambilnya dari dispenser. Siang ini perasaannya tidak enak, bahkan tidak mood buat ngapa ngapain. Sampai sekarang belum ada kabar dari kedua orang tuanya. Lalu Anin berjalan ke ruang tamu menyalakan tv supaya tidak terlalu kesepian.

Kalo lagi sendiri gini Anin jadi teringat kebersamaan bersama Bunda dan Ayahnya, nonton bareng sambil ngetawain hal hal random yang gak ada habsinya. Anin terkekeh mengingat itu semua, bisa bisa nya ia yang selalu jadi tumbal.

Dari kecil Anin sudah jadi anak semata wayang, jadi tidak ada tuh yang namanya pilih kasih atau di banding bandingin, ya walaupun kadang suka di bandingin sama anak tetangga yang dapet ranking di kelasnya. Mereka memang tidak pernah nuntut, tapi Anin tau kalo Ayah dan Bundanya itu menaruh harapan besar padanya. Meski sudah berusaha keras untuk dapat nilai bagus, tapi nyatanya hasilnya masih segitu gitu saja.

Setiap pembagian rapot pasti Hendra selalu bilang. Gakpapa sayang, nanti di coba lagi, ayah yakin kamu bisa, semangat. karena nilai Anin itu bisa dibilang tidak ada yang mencapai sempurna, dan itu C semua. Kalo bunda Jihan yang paling suka ngomel, tapi ayah Hendra yang suka nenangin bundanya sambil bilang kaya gini. Sekolah itu cape Han, aku juga dulu pernah ngerasain gimana pusingnya pas gak ngerti sama pelajaran, alhasil dapet nilai jelek, jadi kamu jangan marah marah gini, biarin aja anak kita sekolah semampu dia.

Anin kembali meneteskan air matanya, banyak kenangan yang terputar di benaknya sewaktu masih kanak kanak sampai detik ini, dan sekarang udah nikah, punya suami, pastinya bakal punya anak juga, Anin akan merasakan apa yang orang tuanya rasakan, rasanya benar benar kayak mimpi, waktu berjalan begitu cepat.

Di sela sela merenung, tayangan berita dengan volume keras di tv berhasil membuat Anin menoleh ke sumber itu. Pesawat Air 301 yang membawa 56 penumpang jatuh di pelabuhan laut, seluruh penumpang tewas dan jenazahnya sulit di identifikasi! Pesawat diduga kehilangan kontak! Saat ini tim sar masih dalam pencarian.

"Ayah? Bunda? Ini gak mungkin kan?" lirih Anin berharap berita pesawat yang jatuh bukanlah pesawat yang di tumpangi kedua orang tuanya.

Drrttt drrttt.

Ponselnya bergetar, tertera nama Agres di sana, Anin segera mengangkatnya. "Nin lo ud----,"

"RES! AYAH SAMA BUNDA NAIK PESAWAT APA?" tanya Anin cepat.

"Pesawat air 301," jawab Agres di sebrang sana.

Deg!

Anin menjatuhkan handphone yang di genggamnya dengan tatapan kosong. "Nin! Dengerin gue! Lo di rumah jangan dulu gegabah! Kita ke lokasi kejadian sekarang! Gue jemput lo! Kita pasti temuin bokap nyokap lo disana!"

"INI GAK MUNGKIN! BUNDA! AYAH! JANGAN TINGGALIN ANIN." teriak Anin dengan suara isak tangis.

°°°°


Kilatan cahaya yang menyambar diikuti suara gemuruh yang keras membuat ombak air laut naik, menyulitkan pencarian seluruh tim yang di kerahkan, mau tak mau mereka menghentikan pencarian sampai cuaca kembali stabil.

Berdasarkan data yang di dapat dari ke 56 penumpang itu Anin berhasil menemukan kenyataan bahwa, ayah dan bundanya menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat air 301 yang dalam perjalanan.

Kabar ini sudah disampaikan melalui media televisi, banyak saudara dan kerabat yang di tinggalkan mendatangi posko untuk mencari informasi yang jelas dari pihak penanggung jawab. Tangisan kesedihan terdengat pilu mengiris hati, di sana Anin semakin di buat sesak melihat banyaknya orang yang berduka menangisi orang yang mereka sayangi.

Agres tetap setia berasa di sampingnya, memberi ketenangan yang mungkin tak seberapa. "Gue tau lo kuat Nin, makanya tuhan ngasih lo cobaan berat di waktu yang gak tepat."

"Ayah sama bunda Res..... Mereka beneran ninggalin gue?"

"Takdir, ini udah takdir, kita gak bisa ngubah sesuatu yang udah di gariskan sama tuhan." Agres mengusap punggung belakang sepupunya. "Lo harus ikhlas ya? Kita sama sama berdoa, apapun yang terjadi, lo harus terima."

"Gue gak bisa..."

Sudah terlalu sakit, rasanya tidak sanggup.

"Lo jangan kayak gini, bokap nyokap lo pasti sedih kalo ngeliat anaknya gak bisa nerima ini semua, kasian mereka," ucap Agres.

"Iya! Lo gampang bilang kaya gini tinggal ngomong doang! Lo gak akan tau gimana rasanya jadi gue! Orang tua gue ninggalin gue gitu aja disaat gue belum ngebahagiain mereka! Gue benci sama takdir Res! Gue benci!" Anin memukul Agres meluapkan emosinya.

Agres membiarkan Anin memukulnya dengan puas, ia juga mengerti kalo Anin sedang di titik terpuruknya. Om Hendra dan tante Jihan memang orang yang baik, jadi siapa sih yang tidak sedih dengar kabar ini.

"Gue yang dari kecil gak tau papa gue yang sebenarnya cuma bisa diem Nin." batin Agres.

"ANIN!" terdengar suara teriakan mengarah padanya.

Agnes dan Lexa berlari, begitu mendengar kabar mengejutkan ini mereka langsung meluncur ke tempat kejadian, menemui Anin, sahabatnya yang dalam keadaan terpuruk. Di belakang mereka juga ada Erlan dkk.

"Nin gue turut berduka cita ya, gue gak nyangka kalo semuanya berakhir kayak gini." Agnes dan Lexa memeluk Anin.

"Lo kuat Nin! Lo harus kuat!"

Anin mengangguk dan membalas pelukan hangat sahabatnya. "Bunda sama ayah udah gak ada hiks! Gue gak punya siapa siapa lagi."

"Enggak Nin! Siapa bilang lo gak punya siapa siapa hah? Di sini masih ada gue sama Lexa! Lo jangan ngomong yang aneh aneh deh!" Agnes merasa kesal mendengar Anin berbicara seolah tak menganggap keberadaannya.

Anin menangis di pelukan kedua sahabatnya, mengeluarkan semua rasa sakit yang di alami saat ini.

"Nin," panggil Erlan.

Reflek ketiga perempuan itu melepas pelukannya, Agnes dan Lexa bergeser membiarkan Erlan mendekati Anin.

"Kak..."

Erlan membawa Anin ke dalam dekapannya, mereka sama sama menangis. "Gue ada di sini, kita lalui sama sama ya? Gue sayang sama lo."

"Sekarang lo boleh nangis di pelukan gue." Erlan mengecup kening dan mengusap kepalanya dengan lembut.

Anin mendonggak menatap wajah Erlan seakan mau bilang sesuatu, tapi Erlan menggeleng dan menahannya. "Nggak papa nangis aja."

"Bro! Gimana kabar selanjutnya." Devan menepuk pundak Agres.

"Belum ada perkembangan, kita harus nunggu besok pagi, sekarang cuaca lagi gak kondusif, tim sar butuh cuaca bagus," jawab Agres.

Devan, Faldo, sama Mahen mengangguk paham.

"Yang sabar ya Nin, orang tua lo pasti udah tenang disana," ujar Faldo prihatin.

Mahen merangkul pundak Lexa yang bergetar karena ikut menangis. "Kalian sama sama kuat."

"Kapan ya terakhir kali gue di suapin sama tante Jihan hiks! Kangen banget!" Agnes menepis sisa air matanya.

"Tante jihan sama om Hendra udah nganggap kita kaya anaknya sendiri, gue berasa di ratuin banget." tambah Lexa mengingat kebaikan yang di lakukan beliau.

Semua yang ada di sana ikut berbela sungkawa, merasa sedih mendapati kabar duka yang mendalam.

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang