13. Peliharaan Baru

59.3K 1.7K 7
                                    

"Kak Erlan stop!"

Ckit

Teriakan Anin berhasil membuat Erlan mengerem motornya secara mendadak, dan untung saja dia tidak menabrak seekor anak kucing yang berada di tengah jalan.

"Huh, Hampir aja." Anin menghela napas.

Anin turun dari motor lalu menghampiri dua anak kucing jalanan yang terlihat lemas dan kotor. "Mpus kamu nggak papa?"

Meong

Meong

Meong

Karena merasa kasihan, tanpa merasa jijik Anin mengambil kucing itu memasukkan nya ke dalam ransel. "Jangan berontak ya pus, Sementara kalian di dalem sini dulu."

"Ngapain lo bawa?" Erlan geli melihat Anin membawa anak kucing.

"Kasian kucingnya, mau gue bawa ke rumah aja, boleh kan?"

Jelas Erlan menggeleng cepat. "Gak! Lo gak boleh bawa anak kucing itu ke rumah, Nin! Gue gak ngizinin!"

"Ih kenapa?" Anin mengerucutkan bibirnya. "Lucu tau kucingnya, gue suka, mau ini kak."

"Kucing nya jelek! Dekil! Bau comberan! Gue gak suka!" tekan Erlan.

Mendengar itu Anin mengamati kucingnya dengan amat lekat. "Tapi kak, dia bisa cakep lagi kalo kita mandiin pake kembang tujuh rupa."

"Gak! Apapun itu gue gak ngizinin lo bawa kucing itu ke rumah!"

"Tapi gue tetep mau bawa kucing ini kak! Masa lo gak izinin sih!" kesal Anin menghentak hentakkan kakinya ke tanah.

"Kucingnya jelek yang, gue gak suka!"

"Kita beli yang baru aja ya?" bujuk Erlan dengan suara pelan. Berharap Anin mau membeli anak kucing yang jauh lebih bagus, wangi, kalau bisa dari luar negeri.

"Enggak! Gue maunya ini!"

Melihat Anin yang mulai membendung air matanya membuat Erlan terpaksa menuruti keingingan gadis itu.

"Oke!" gugat Erlan. "Lo boleh bawa kucingnya ke rumah, tapi dengan satu syarat!"

"Apa syaratnya?"

"Jangan biarin hewan ini berkeliaran di dalem rumah! Apalagi sampe lo bawa tidur! Ngerti?"

Seketika binar mata Anin terpancar. "Oke! Gampang, gue bisa lakuin itu."

"Hm, udah ayo pulang keburu hujan," suruh Erlan. Anin mengangguk semangat dan langsung menaiki motornya.

"Pegangan." tanpa gengsi lagi Anin melingkarkan tangannya di perut Erlan dengan sempurna. Menaruh kepalanya di pundak laki-laki itu.

"Udah?"

"He'em, ayo jalan."

Brum

Erlan kembali menyalakan gas motornya dan membelah jalanan. Langit mulai gelap, mendung, siap dengan tumpahan air yang akan menggenangi ibukota.

Setelah selesai mandi Anin keluar dengan kepala yang masih di lilit oleh handuk serta mengenakan kaos polos putih dan celana levis pendek di atas lutut sampai memperlihatkan kaki mulusnya, tentu itu membuat Erlan menelan salivanya susah payah.

"Ngapain lo liatin gue kaya gitu?" ketus Anin padanya.

"Geer." Erlan mengalihkan wajahnya ke handphone yang di pegang.

"Hayo, nafsu kan lo liat gue kaya gini?" tuduhnya.

"Gak! Udah tepos, kurus, pendek, ya kali gue nafsu sama lo!" ucap Erlan.

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang