Rey - Strange Coincidence

17 4 8
                                    

"AKU TELAAT!"

Ketenangan pagi di kompleks perumahan itu seketika musnah. Sebuah pekikan dari salah satu rumah sontak membuat burung-burung yang bertengger di kabel listrik beterbangan. Tampaknya mereka menganggap itu adalah pertanda datangnya malapetaka.

"Rey? Ibu pikir kamu sudah berangkat." Seorang wanita dengan rambut cepol muncul dari pintu dapur. Dia hanya bisa geleng-geleng melihat putranya muncul dengan kancing seragam yang belum terpasang semua. "Kamu belum mandi?"

"Nggak sempat. Mesti buru-buru," sahut Rey seraya menyisir rambut dengan jemari.

Ibu Rey membuang napas panjang. "Makanya Ibu sudah bilang, jangan suka tidur kemalaman. Tadi malam Ibu dengar kamu masih telponan sampai jam dua belas."

Semalam, tepat setelah Rey membayangkan kembali ingatannya bersama Ellios, dia menerima panggilan telepon dari si "Amoeba Gila" itu. Seperti biasa, percakapan mereka menjalar ke mana-mana sampai lewat tengah malam.

"Alamak, dasiku di mana?!" pekiknya sambil membongkar tumpukan barang di atas dipan.

"Di rak sepatu."

Demi mendengar ibunya menjawab dengan nada datar, pemuda itu lekas memeriksa tempat yang dimaksud. "Lah, kok bisa ada di sini?" tanyanya pada diri sendiri.

Namun, tak mau ambil pusing, dia lekas memasangkan benda itu di kerah baju. Buru-buru memasang sepatu, lalu berlari menerobos pintu depan.

"Sebentar, Rey."

Gerakan tangan Rey yang hendak membuka gerbang terhenti ketika mendengar panggilan itu. "Aku telat, Bu. Nanti aja!"

"Ini, tas kamu ketinggalan."

"Hah?" Sebuah suara bodoh keluar dari mulut Rey. Kepanikan membuatnya tak sadar bahwa dia telah keluar dari rumah dengan tangan kosong. Rey yang sudah berlari sejauh delapan meter, berjalan kembali ke pintu depan lalu mengambil tas ransel.

Usai menyalami sang ibu, ia lekas balik kanan kemudian melesat pergi seperti dikejar angsa. "Aku berangkat!"

Beberapa detik kemudian, suara sepatu cowok itu tak terdengar lagi.

Ibu Rey menghela napas panjang. Sudah tiga belas tahun sejak teror bom di pusat kota. Kerinduan pada sang suami yang gugur saat menjalankan tugas pun perlahan terobati.

Selama masa-masa berat itu, dia mendidik Rey seorang diri. Tanpa sadar, putranya itu telah tumbuh besar. Meski kalau diingat-ingat lagi, tabiatnya masih belum berubah terlalu jauh sejak berumur lima tahun.

Wanita itu tersenyum tipis. Lekas menutup pintu depan, mengakhiri sesi nostalgia.

*

"Kalian lagi." Satpam penjaga sekolah, yang sudah hafal dengan wajah-wajah siswa yang sering terlambat, menepuk dahi.

Tak peduli seberapa cepat Rey memacu kaki untuk bergerak, dia tetap mengalami nasib ini. Terlebih lagi-entah ini keberuntungan atau kemalangan-dia tertahan di depan gerbang dengan Ranita.

"Diam di situ. Kalian nggak boleh masuk sampai upacara selesai."

Rey dan Ranita hanya terdiam. Pasrah melihat satpam yang menatap garang dari posko. Mereka sama-sama sadar, ini semua terjadi karena kesalahan mereka sendiri.

"Pagi, Ran," Rey lebih dahulu menyapa, ketika menyadari sang satpam sedang disibukkan dengan hal lain.

Gadis itu menjawab singkat. "Pagi."

Bersamaan dengan munculnya seringai mengejek yang biasa, tangan Rey bergerak meraih sesuatu yang menyangkut di kepala Ranita. "Ada daun di rambut kamu. Barusan habis masuk hutan, ya?"

Menanggapi hal itu, Ranita hanya tersenyum tipis. "Di muka kamu juga masih ada iler. Belum mandi, ya?"

"Ugh." Rey meringis.

Dia bukannya kehabisan ide untuk membalas ejekan. Hanya saja, tanggapan Ranita yang mengandung kebenaran seperti sebuah anak panah yang dibidikkan hingga tepat mengenai dadanya.

Bicara tentang ejek-mengejek, lima hari yang lalu Rey mengirimkan link rickroll kepada Ranita di hari ulang tahunnya. Berharap bisa melihat eskpresi jengkel untuk ditertawakan, malah yang dia dapat adalah wajah tersipu malu.

Akan tetapi, kalau dipikir-pikir lagi, lirik lagu itu seperti menceritakan seorang lelaki yang ingin menyatakan perasaan. Ya, terlepas dari "tradisi" rickroll yang telah berlangsung selama belasan tahun.

"We've known each other for so long. Your heart been aching but you're too shy to say it."

"And if you ask me how I'm feeling. Don't tell me you're too blind to see."

"Never gonna make you cry. Never gonna say goodbye. Never gonna tell a lie and hurt you."

Rey mengerang dalam hati. Semakin lama dipikirkan, semakin terlihat bahwa lirik lagu itu benar-benar menggambarkan perasaannya. Perasaan yang seharusnya tak pernah dia ungkapkan, tetapi malah terbongkar karena upaya mengerjai Ranita.

Diam-diam, Rey melirik gadis di sebelahnya. Wajah Ranita hanya tampak bagian samping. Namun, sukses membuat pupilnya melebar, serta pipinya menghangat.

Sial, kenapa aku yang jadi malu-malu di depan dia?!

*

22 Januari 2023, 23:00 WITA.

Uhm, aku telanjur suka sama dinamika mereka berdua. Makanya masalah per-rickroll-an ini aku buatin part 2-nya 😌

Ntar kalo ada ide, nggak menutup kemungkinan bakal ada part 3

Oh ya. Btw, ini berhubungan ya sama bab sebelumnya. Jadi buat yang mungkin nge-skip, silakan baca buat nyari tau siapa si "Amoeba Gila" 😂

Gimana menurut kalian?

Jangan lupa vote dan comment, ya
See you on the next story 🥰

Among The StardustWhere stories live. Discover now