11

5K 558 29
                                    

Askar terbangun saat mendengar suara alarm yang tak asing di telinganya, alarm pagi yang terdengar dari kamar Kenzo sampai ke kamar Kenzie. Anehnya suara alarm itu terdengar dekat, Askar mengerjapkan matanya, menatap dinding kamar dengan motif yang tak asing untuk Askar.

Sepersekian detik, Askar menyadari ia berada di kamar Kenzo, bersama sang pemilik kamar yang masih tidur memeluknya.

"Buset, alarmnya masih sama, kenceng banget suaranya sampai ke kamar lama gue nih pasti," batin Askar.

Dengan hati-hati, Askar turun dari kasur Kenzo, tanpa membangunkan pria 27 tahun itu. Setelahnya Askar melangkah keluar menuju kamar lamanya, sekedar melihat, mumpung rumah masih sepi, siapa tahu kamarnya malah ganti fungsi jadi gudang.

Askar sampai di depan kamar lamanya, pintu kayu jati yang sama seperti terakhir kali ia tinggalkan, papan nama yang masih terpasang apik dengan tulisan 'Kenzie ganteng' di bawahnya ditambahkan 'Alien dilarang masuk'. Masih sama, tidak ada yang berubah bahkan setelah kematiannya— eh.

Askar hendak membuka pintu kamar tersebut. Namun malah mendapati pintu itu terkunci, seolah memang tak boleh ada yang masuk.

"Buset, beneran jadi gudang kalik, ya." Askar pun memilih untuk pergi ke halaman belakang, di dalam kamarnya pun tak ada barang penting, jadi tak masalah jika ruangan itu dikunci, dijadikan gudang atau semacamnya.

Askar duduk di sebuah ayunan, di bawah pohon rindang yang katanya ditanam oleh sang ibunda. Askar selalu merasa tenang di sini, ingatan manis saat ibundanya masih hidup, saat ayahnya masih menyayanginya terlintas jelas.

Terkadang Askar bertanya untuk apa ia bertahan jika sudah tak ada yang menyayanginya, dan saat dirinya sudah menyerah, kenapa Tuhan malah memberikan kehidupan dari seorang remaja yang tak bersalah?

Itu seolah Askar merebut kehidupan orang lain, terlebih lagi orang itu adalah Eljio, remaja yang sudah ia anggap seperti adik sendiri, pasien kesayangannya.

"Sebenarnya apa tujuan gue hidup di raga Dek Askar?" gumamnya sambil menatap langit.

"Kak." Askar menoleh pada asal suara, Arsky berdiri di samping ayunan, remaja itu membawa jaket untuk Askar.

"Pakai jaket, masih dingin," ujar Arsky sembari menyodorkan jaket.

Askar memakai jaket itu tanpa protes, kemudian kembali diam di ayunan tanpa berniat mengajak Arsky berbincang.

"Kak," panggil Arsky, Askar mengabaikannya, seolah langit lebih menarik daripada wajah Arsky.

"Kak Kenzie—"

"Sky." Ucapan Sky terpotong begitu saja. Askar masih menatap langit dengan senyuman tipisnya.

"Kakak mengambil kehidupan Dek Askar. Kakak mengambil sesuatu yang seharusnya tak boleh diambil. Kadang Kakak pikir, untuk apa?"

Askar menghela napas, ia mengalihkan pandangannya ke Arsky.

"Kakak tak seharusnya ada di sini. Harusnya, Kakak sudah bersama Bunda sekarang."

"Kakak kecewa, Sky. Di saat Kakak sudah tak ada di raga kakak sendiri, kenapa Ayah, Abang, bahkan Mas Kendra malah memperhatikan Kakak ah tidak, mereka memperhatikan Dek Askar bukan?"

"Kenapa? Karena mereka merasakan perasaan familiar jika di dekat tubuh ini?"

"Sky. Mereka brengsek, tapi sayangnya Kakak haus kasih sayang mereka."

Arsky terhenyak, ia hendak membantah kata-kata Askar, tapi sayangnya seluruh perkataan Askar benar.

"Kenapa mereka baru merasa bersalah setelah kematian 'Kenzie'? Bukankah itu terlalu kejam? KELUARGA ARGANTARA YANG KATANYA BEGITU SEMPURNA, TAPI SEBENARNYA SUDAH HANCUR DARI DALAM!!"

"Psikolog terbaik Argantara? Bullshit! Mentalnya sendiri saja tidak baik!"

"Gue harus apa? Hah? Hidup sebagai Alaskar Eljio?" tanya Askar pada Arsky. Tak disangka, putra bungsu Kevin itu mengangguk dengan keyakinan.

Askar tertawa, begitukah? Apa pertanyaannya terdengar sederhana?

"Hidup sebagai orang lain?"

"Mengambil kehidupan seseorang yang harusnya tak dilibatkan?"

"Terdengar seperti orang jahat."

"Tapi Kak Ken—" Perkataan Arsky lagi-lagi terpotong.

"Gue lupa, sejak kapan gue bukan orang jahat?"

"Menyebabkan kematian Bunda, hampir membuat Ayah mati, dan sekarang, mengambil kehidupan Alaskar Eljio."

"Sederhana, Sky. Gue orang jahat."

Lantas keheningan pun terjadi, Arsky yang bingung hendak berkata apa, dan Askar yang terdiam dengan segala pikirannya.

"Arsky, Askar."

Arsky tersentak, sedang Askar masih fokus pada lamunannya. Di belakang Arsky ada Kendra yang masih memakai piyama. Sejenak, Kendra terdiam ketika melihat Askar duduk tenang di ayunan, persis seperti Kenzie.

Kendra tak tahu bahwa mereka jiwa yang sama.

"Mas, Sky ke dalam dulu ya, mau pipis," pamit Arsky. Walaupun sebenarnya dia menahan air matanya sejak tadi.

"Iya." Kendra menjawab singkat, lantas duduk di dekat kaki Askar yang menggelantung.

"Kenzie."

Tubuh Askar menegang saat Kendra menyebutkan namanya, apa Kendra juga mengetahui bahwa ia bukan Alaskar Eljio?

"Kamu begitu mirip dengan Kenzie."

Tubuh Askar kembali rileks setelah Kendra melanjutkan ucapannya. Kendra sendiri menengok ke arah Askar dengan senyumnya. Namun Askar dapat menangkap netra Kendra berkaca-kaca.

Kendra kembali menghadap depan, memandangi langit yang mulai terhias cahaya matahari.

"Kenzie selalu bangun sebelum pukul 5, ia akan duduk di ayunan ini, lalu menunggu matahari terbit. Kenzie akan kembali ketika sarapan sudah selesai. Kenzie selalu menghindari kami," ucap Kendra. Suaranya stabil, tak menunjukkan bahwa pria itu menangis.

"Apa Mas Kendra menyesal?" tanya Askar tiba-tiba.

(Lian bilek : pakek nanya🗿)

"Ya. Apa boleh aku egois, dan meminta Tuhan menukar hidupku dengan Kenzie?"

"Jika boleh, aku benar-benar ingin menukar nyawaku dengannya, aku ingin dia bahagia. Meskipun aku juga sumber lukanya," lanjut Kendra.

Askar terdiam, ia menunduk, pikirannya kembali pada Eljio yang saat ini entah dimana jiwanya.

"Menukar? Kenapa Tuhan menukar hidup Eljio untuk seorang pecundang seperti ku?" batin Askar.

"Sudahlah, jangan membahas hal sedih tentang Kenzie. Biarkan dia tenang, ayo ke dalam. Kamu ingin susu?" Kendra jelas ingin mengalihkan topik, terlihat dari gerak geriknya.

"Ingin pakai dot?" tawar Kendra lagi.

"A-apa itu boleh?"

Kendra tertawa atas ucapan polos Askar. "Kenapa tidak?"

Kendra menggendong Askar, sedang yang digendong menyadarkan kepalanya pada bahu Kendra. Baru Askar sadari, Kendra yang ia pikir dingin, ternyata pelukannya bisa sehangat ini.

Andai saja, ia berada di tubuh aslinya, apa Kendra akan memeluknya seperti ini juga?

Apa Kendra akan memperlakukan dirinya selembut ini?

Nyatanya, semua hal yang Askar dambakan dari Kendra, Askar dapatkan saat ia berada di tubuh orang lain.

Bukan begitu?

⊰᯽⊱┈──╌🍁╌──┈⊰᯽⊱

Yo! Lian balik!

Sedikit demi sedikit, semoga saja!

Maaf pendek, nona nona sekalian.

Segitu dulu, bay!

AlaskarWhere stories live. Discover now